Dalam contoh diatas dapat dianalisis ke dalam konsep Dramaturgi melalui media sosial. Kebanyakan orang ketika di media sosial mereka akan cenderung menunjukkan peran sebaik mungkin atau kata lain menjaga imagenya agar tidak dianggap buruk oleh orang lain. Berbeda dengan mahasiswa satu ini yang lebih menjadikan media sosial itu sebagai tempat memunculkan jati dirinya yang sebenarnya, sedangkan jika dalam kehidupan sehari-hari dia akan memainkan perannya untuk terlihat baik di depan orang lain.
Dalam kasus ini dapat dikaitkan dengan Dramaturgi dimana kehidupan nyata sebagai panggung depan (front stage), sedangkan media sosial sebagai panggung belakang (back stage). ketika berada di panggung depan atau dalam kehidupan nyata itu kita akan menunjukkan sebuah drama dimana penonton sebagai orang yang melihat pertunjukkan yang kita buat. Kita juga berusaha menampilkan kesan sesempurna mungkin agar penonton dapat mengerti dan menerima tujuan dari perilaku kita saat memainkan peran di kehidupan nyata.
Sedangkan, panggung belakang merupakan tempat dimana tidak ada orang yang melihat atau tidak ada penonton. Tetapi, dalam kasus ini panggung belakang yang dimaksud ialah di dalam media sosial ini tidak ada orang yang mengenal kita, maka kita dapat bebas untuk mengekspresikan diri tanpa memperdulikan bagaimana perilaku yang harus kita bawakan. Media sosial ini diibaratkan sebagai kehidupan asli dari seorang aktor.
Daftar Referensi :
Rorong, M. J. (2018). The Presentation Of Self in Everyday Life: Studi Pustaka Dalam Memahami Realitas Dalam Perspektif ERVING GOFFMAN. Oratio Directa, 1(2).
Musta’in, M. “Teori Diri” Sebuah Tafsir Makna Simbolik (Pendekatan Teori Dramaturgi Erving Goffman). Komunika, 4(2), 269-283.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H