Baru-baru ini kita dikejutkan dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Sutiyoso sebagai calon tunggal kepala Badan Intelejen Indonesia (BIN), banyak kritik yang berdatangan dari berbagai kalangan baik masyarakat maupun LSM seperti Imparsial dan Kontras. Menurut Haris Azhar selaku koordinator Kontras, dalam penunjukan Sutiyoso sebagai kepala BIN oleh Presiden Jokowi terdapat politik balas budi (Kompas.com, Rabu 10/06/2015).
Wajar memang apabila keputusan Presiden Jokowi ini menuai kritik diberbagai kalangan, pasalnya Sutiyoso diduga terlibat dalam peristiwa penyerangan Kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat tahun 1996 silam. Sutiyoso yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Jaya juga diduga lalai melindungi masyarakat sipil. Dan hal tersebut menjadi kritik yang dilontarkan oleh Imparsial yang menganggap bahwa Sutiyoso memiliki beban masa lalu terkait pelanggaran hak asasi manusia (Kompas.com, Kamis 11/06/2015). Meski dihujanin berbagai kritikan Presiden Jokowi tidak begitu terganggu dengan hal tersebut. Karena dalam proses penunjukan Sutiyosos sebagai kepala BIN oleh Presiden melalui proses dan pertimbangan yang cukup panjang. Alasan Presiden jokowi menunjuk Sutiyoso sebagai kepala BIN salah satunya adalah didasarkan pada latar belakang Sutiyoso yang telah banyak menggeluti dunia intelejen dan militer.
Apabila melihat pada masa lalu dimana Sutiyoso diduga bertanggung jawab dalam peristiwa penyerangan Kantor PDI pada tahun 1996 dan dianggap lalai dalam melindungi masyarakat sipil, tidaklah mengherankan bila berbagai pihak mengkritik keputusan Presiden menunjuk Sutiyoso sebagai kepala BIN karena tidak menutup kemungkinan bahwa keputusan tersebut akan melukai perasaan korban maupun keluarga korban yang diakibatkan oleh peristiwa penyerangan 1996 silam. Selain itu juga, timbul kekhawatiran khususnya dari kalangan aktivis HAM apabila Sutiyoso menjabat sebagai kepala BIN cara-cara yang diambil dalam penanganan hukum oleh aparat terhadap masyarakat sipil dilakukan dengan tindakan yang mengabaikan hak asasi manusia, seperti pada masa Orde Baru. Namun, hal tersebut hanya sebuah kekhawatiran yang belum terbukti meski memiliki alasan yang sangat kuat. Kita juga perlu melihat pada sisi kompetensi yang dimiliki oleh Sutiyoso yang menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo.
Terlepas dari opini, kritik, dan kekhawatiran atas penunjukan Sutiyoso sebagai kepala BIN oleh Presiden Joko Wiodo, kita perlu menghargai keputusan Presiden karena bagaimana pun hal tersebut merupakan hak prerogatif Presiden dan kita juga harus mendukungnya dalam artian selalu memantau kinerja kepala BIN yang baru siapapun itu orangnya serta mengkritik hal-hal yang dilakukan kepala BIN apabila menyimpang dari ketentuan terlebih lagi apabila dalam menjalankan tugasnya mengabaikan hak asasi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H