Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 telah menimbulkan berbagai opini dan analisis di kalangan ekonom dan masyarakat. Berikut adalah beberapa poin penting terkait dampak dari kebijakan ini.
Dampak Terhadap Ekonomi
Pemerintah, melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menyatakan bahwa kenaikan PPN ini tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang diperkirakan tetap tumbuh sesuai target APBN sebesar 5,2% di tahun 2025. Mereka juga mengklaim bahwa dampak inflasi dari kenaikan ini hanya akan menambah sekitar 0,2%. Namun, beberapa pengamat ekonomi, seperti Bhima Yudhistira dari Celios, berpendapat sebaliknya. Ia menekankan bahwa kebijakan ini datang di saat kondisi ekonomi masyarakat sudah melemah, dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang rendah dan omzet UMKM yang anjlok hingga 60%.
Reaksi Masyarakat dan Kelas Menengah
Kenaikan PPN ini memicu reaksi negatif di media sosial, dengan banyak masyarakat yang khawatir tentang dampaknya terhadap daya beli mereka. Kelas menengah, yang selama ini menjadi pendorong utama konsumsi rumah tangga, berpotensi terkena dampak paling besar. Kenaikan pajak ini dianggap regresif karena semua konsumen, tanpa memandang status ekonomi, akan membayar tarif yang sama. Ini dapat memperburuk kondisi ekonomi mereka yang sudah tertekan.
Saran untuk Pemerintah
Beberapa ekonom menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk membatalkan atau bahkan menurunkan tarif PPN ini. Mereka berargumen bahwa kebijakan ini dapat menciptakan efek domino yang merugikan, terutama bagi sektor-sektor yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat seperti ritel dan otomotif. Transparansi dalam penggunaan pendapatan pajak juga menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan anggaran.
Secara keseluruhan, meskipun ada argumen bahwa kenaikan PPN dapat mendukung pembangunan nasional melalui peningkatan pendapatan negara, tantangan utama adalah menjaga keseimbangan antara penerimaan pajak dan daya beli masyarakat. Kebijakan ini perlu dikelola dengan hati-hati untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas pada perekonomian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H