Naskah kuno, juga dikenal sebagai manuskrip, adalah salah satu warisan orang dan negara tertentu yang tinggal di daerah tertentu. Naskah Nusantara, juga dikenal sebagai peninggalan kuno, diam-diam menjadi saksi kehidupan kuno suatu daerah. Meski tidak jarang, manuskrip-manuskrip ini ditemukan dalam bentuk karya seni yang luar biasa dan ditulis di permukaan daun, pohon, atau kertas dluwang. Naskah biasanya memuat cerita rakyat, permainan, tarian, musik, adat istiadat, berbagai ritual adat, obat-obatan, makanan, pakaian, bahkan bangunan tradisional.
Ada banyak sekali bentuk manuskrip Nusantara seperti yang dikatakan Fathurahman (2011) bahwa naskah Nusantara kita terdiri dari 3 kategori: 1) Semua naskah ditulis oleh penulis dari nusantara, baik menggunakan bahasa daerah nusantara, seperti Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Batak, Bali, juga bahasa asing, seperti Arab dan Dutch. 2) Manuskrip yang ditulis oleh penulis asing, tetapi disalin oleh juru tulis lokal dan yang teksnya banyak digunakan oleh penduduk nusantara. 3) Naskah karya penulis asing, juga dalam bahasa asing, tetapi ditulis dalam konteks nusantara.
Naskah ini terdiri dari dua teks. Naskah ini tidak memiliki judul, dan konten yang lebih dominan dalam naskah ini berjudul Fiqih. Naskah ini tidak lengkap karena tidak memiliki halaman awal. Naskah ini merupakan kumpulan Masykur dari Gampong Blang Glong, Bandar Baru Pidie Jaya. Naskah ini terdiri dari 74 halaman, dan setiap halaman biasanya memiliki 9 baris. Ukuran tulisan tangan 22 x 16 cm dan ukuran teks 12,5 x 8,5 cm. Naskah ini ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu dalam aksara Arab dan Jawi, dan ditulis dalam bentuk prosa. Dasar font yang digunakan adalah kertas Eropa dengan garis tipis dan tebal. Naskah ini ditulis dengan tinta hitam dan merah dan tidak memiliki kata-kata transkripsi di setiap sisinya. Keadaan naskah sudah kosong. Namun, semua tulisan di dalam naskah masih dapat dibaca sepenuhnya. Kertas manuskrip juga dalam kondisi baik, tetapi warna kertas mulai berubah menjadi coklat dengan sisa bercak air. Kertasnya masih indah karena naskahnya tidak terikat, tidak terikat, dan keadaan naskah masih terikat dengan benang.
Dalam naskah tersebut terdapat salah satu bab yang di transliterasi yaitu, tentang Babul Istibra' Iy yatharu mulku ummatin fa yahrimu ‘alaihil istimta’ bal yastakhdi mu wa hallan ghaiyra alwa thani min dziy sabiyan wa halaka alasbad ba’da watha’in ba’da ri wa miha biwa dhai’l alhamili wa min ri fa wa haydhati lilha bili wa istabara dza a ti a syahurin bisyahrin wa a nada bi bisya ri alar si a ha yastabra yi.
Dengan terjemahannya "Bab Istibra (masa tunggu yang harus dilakukan seorang wanita yang dalam dirinya masih ada sisa perbudakan) yang isinya memuat "untuk menyucikan kekayaan suatu bangsa di tempat yang terlarang untuk dinikmati. Jika aset suatu negara dibersihkan, mereka tidak boleh menikmatinya sendiri. Sebaliknya, dia menggunakan lumpur yang bukan dari negara tawanan, dan budak yang binasa setelah tanah airku, setelah kematiannya. Bagi wanita yang sedang hamil atau sedang haid dan memohon ampun dan menangis kepada Tuhan."
Sesuai dengan judul di bagian atas halaman, naskah ini berisi informasi tentang ilmu Fiqh, khususnya ibadah Fiqh. Hal ini meliputi masing-masing ahli waris, bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris, ketentuan penerimaan bagian ahli waris, dan adanya golongan tertentu yang disembunyikan oleh harta warisan karena adanya kerabat dekat, seperti: Berisi aturan-aturan tentang hukum waris. Ia berada di posisi yang lebih kuat.
Gimana? kalian tertarik untuk belajar tentang manuskrip?
Yuk, cari terus informasi seputar manuskrip lainnya. Selain menambah ilmu, kita juga tahu loh Indonesia punya beragam Manuskrip yang tersebar dari berbagai daerah.
"Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat serta keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta." - Khalil Gibran