Mohon tunggu...
Nabilah Salsabila
Nabilah Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ketahanan Energi-Universitas Pertahanan RI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Norma Hukum Internasional: Bagaimana Deklarasi Djuanda Dapat Menjaga Kedaulatan Indonesia, Khususnya di Laut China Selatan

1 Juni 2024   01:05 Diperbarui: 1 Juni 2024   01:35 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara Umum, Hukum Internasional pada hakikatya mengatur perilaku negara-negara dalam skala internasional dan dapt didefinisikan sebagai suatu perangkat khusus yang mengatur interaksi antar negara dan jika terjadi sengketa ataupun perselisishan akibat pandangan yang berbeda, maka permasalahan dapat diputuskan berdasarkan pada payung hukum internasional. Salah satunya adalah UNCLOS 1982 (United National Conventional of Law of the Sea) yang secara umum terdiri dari 320 pasal dengan 9 lampiran, yang berisi mengenai penetapan batas kelautan, pengendalian lingkungan, penelitian ilmiah terkait kelautan, kegiatan ekonomi dan komersil, transfer teknologi, dan penyelesaian sengketa dalam hal masalah kelautan. 

Melihat keadaan geografis Indonesia yang sangat berbeda dengan negara-negara lain, pemerintah Indonesia menyadari bahwasanya perairan yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu berkah dan juga menjadi suatu ancaman tersendiri bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di jalur perdagangan global yang padat  dan dapat menyambungkan antara benua Australia dan Asia. Sehingga munculah 3 aktor penting, yaitu Djuanda, Mochtar Kusumaatmaja dan Chaerul Saleh, yang menyatakan bahwa kondisi geografis Indonesia tidak bisa menerima sesuai dengan isi dari UNCLOS 1982 bahkan lebih merugikan Indonesia yang mana berupa negara kepulauan dan hampir 70% wilayahnya dikuasai oleh perairan. 

Pasca diberlakukannya Deklarasi Djuanda tahun 1957 bagi negara-negara kepulauan, maka sangat tidak revelan bagi China mengklaim Laut China Selatan (LCS) sebagai wilayah kesatuannya atau yang dikenal di Indonesia dengan Laut Natuna. Hal ini, berdasarakan pada UNCLOS 82 bahwa klaim China terhadap Laut Natuna tidaklah memiliki landasan hukum internasional yang kuat, melainkan klaim berdasarkan pada historis di negaranya (historical title) dengan mengklaim nine-dash line masuknpada yuridiksinya tidak dapat diterima secara Internasional, terutama pada negara-negara yang bersinggungan secara langsung seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan jarak antara Laut China Selatan dan klaim nine-dash line nya dengan pulai terluar nya sangatlah jauh yaitu melebihi 200 mil seperti yang berlaku pada UNCLOS mengenai ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) sejauh 200 mil dari pantai terluar.

Yang menjadi kekhawatiran negara-negara yang bersinggungan dengan kepentingan China di Laut China Selatan seperti Indonesia, adalah adanya gap yang cukup kuat antara kekuatan militer China dan Indonesia. Berdasakan pada Global Firepower China mendudukin urutan ke-3 pasca Amerika dan Rusia, sedangkan Indonesia berada diurutan ke-13. Sehingga, dengan adanya gap yang cukup besar membuat Indonesia memperhitungkan dari segi kapabilitas dan kapasitas alutsista, dan perlu adanya diplomasi pertahanan dalam upaya menjaga kedaulatan di Laut Natuna.

Jalan alternatif yang dapat dilakukan oleh Indonesia  adalah dengan melakukan pendekatan secara bilateral, multilateral dan forum internasional, serta Indonesia perlu berhati-hati dalam melakukan tindakan defensif dengan tidak menimbulkan ketegangan diantara dua belah pihak. Indonesia perlu melakukan dialog secara konsisiten dengan China mengenai isu pelanggaran yang dilakukan di Laut China Selatan, seperti melakukan pertemuan tingkat tinggi yang dilakukan antara kedua belah pihak Presiden ataupun Mentri Petahanan. Selain itu, memperkuat pertahanan di kawasan region ASEAN dengan mendorong pengimplementasian DoC  (Declaration of Conduct of Parties in the South China Sea) dan mempercpat dalam CoC  (Code of Conduct).

Dan yang terpenting perlu adanya diplomasi pertahanan yang dilakukan oleh Indonesia dengan adanya latihan milter bersama dapat meningkatkan kapasitas pertahanan dari segi maritim dan menunjukkan komitmen terhadap keamanan dan stabilitas regional. Serta tetap konsisten untuk melakukan patroli di Laut Natuna dan menjaga kedaulatan serta mencegah pelanggaran berkelanjutan yang dilakukan oleh China di perairan Natuna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun