Mohon tunggu...
Nabila Cahyani
Nabila Cahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menghitung dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tubuh yang Terluka

19 Desember 2023   20:34 Diperbarui: 19 Desember 2023   21:12 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"After every storm the sun will smile; for every problem there is a solution, and the soul's indefeasible duty is to be of good cheer." - William R. Alger

Apakah kamu pernah berpikir untuk melakukan self-harm? Ketika banyak sekali permasalahan yang datang terutama di dalam keluargamu. Keadaan di mana keluarga yang sudah tidak lagi utuh, ucapan orang tua yang sangat menyakitkan dan terlebih lagi ketika kamu merasa kesepian. Setelah itu kamu berpikir bahwa melakukan self-harm adalah keputusan yang terbaik.

Self-harm merupakan sebuah istilah psikologi yang artinya perilaku seseorang yang sering menyakiti atau melukai dirinya sendiri dengan melakukan berbagai macam cara tanpa memandang ada atau tidaknya keinginan untuk bunuh diri (Kusumadewi, dkk, 2019). Selain itu, perilaku self-harm yang paling sering dilakukan adalah menggores atau menyayat kulit menggunakan cutter atau benda tajam lainnya. Lalu, bentuk perilaku self-harm yang lain bisa dengan memukul diri, menjambak rambut, membakar tubuh, mengorek bekas luka, dan juga mengonsumsi zat beracun (Tang, dkk., 2016).

Pada saat ini saya berteman dengan seseorang yang pernah melakukan self-harm. Dia adalah seorang perempuan berusia 17 tahun, dia melakukan self-harm sejak duduk di bangku 9 SMP. Pada saat itu, dia mengalami keterpurukan dan merasa dunia tidak adil. Terlebih lagi karena pertengakaran orang tua yang selalu membuat telinganya kesakitan dan ketakutan. Setelah kejadian itu, dia sering sekali menyayat tangan nya memakai silet ataupun gunting. Terlintas dibenaknya rasa ingin mengakhiri hidup. Tetapi, dia mengurungkan niatnya itu.

Menurut Linehan (1993), faktor keluarga dan lingkungan sosial yang tidak sehat adalah penyebab seseorang melakukan self-harm. Bahkan menurut penelitian yang dilakukan Dewi dkk (2021) telah menemukan bahwa 429 dari 617 remaja atau setara dengan 69,5% remaja di Indonesia pernah melakukan self-harm sekali seumur hidup. Fakta tersebut tidak mengherankan karena pada masa remaja bisa disebut juga masa peralihan dan rentan sekali terjadi konflik yang disebabkan oleh pola perilaku yang di mana pada masa remaja dituntut agar bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Hal tersebut dapat menimbulkan emosi dan perilaku yang dapat merugikan diri sendiri.

Apakah self-harm sendiri pilihan yang tepat untuk menyelesaikan masalah? Lalu apa yang dirasakan setelah melakukan self-harm? Jangan lakukan itu! karena tubuhmu sangat berharga dibandingkan kamu melukainya. Berbeda halnya dengan seseorang yang berada di Twitter dengan nama akun Paus. Dia mengungkapkan kalau Paus memiliki cara lain untuk menyakiti dirinya, yaitu makan seblak dengan level pedas yang tinggi. Lalu Paus berkata "Kalau Ardhito ke hal-hal narkoba. Aku lari ke self-harm, dengan makan seblak di Mutatuli level 4-5. Sampai rumah perut penuh gas, buang air besar tidak bisa, lemas dan tidur." Melakukan self-harm tidak harus sampai menyakiti diri sendiri, tetapi kita bisa juga memakan seblak dengan tingkat kepedasan level 5 .

Jadi, bagi kalian yang sempat berpikir untuk melakukan self-harm hanya karena kalian memiliki masalah di dalam keluarga dan kalian merasa kesepian. Berhenti! self-harm bukanlah jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalahmu. Jadi, inilah saatnya kamu untuk mengubah self-harm menjadi self-care.

Pertama, berani untuk berbicara. Mungkin, kamu tidak mempunyai keberanian, tetapi cobalah untuk terbuka dengan keadaan dan cobalah untuk mengungkapkan apa yang kamu rasakan. " Cerita hidupmu sangatlah berharga, karena dia berharga maka sepatutnya kamu membagikan cerita hidupmu untuk orang lain." Tulis Eva Meizara Puspita Dewi, S.Psi., M.Si., Psikolog dalam artikel yang berjudul Speak Up:Berbicara untuk Sembuh!. Berbicara perasaan ataupun berbagi cerita yang ada bukanlah pertanda kamu lemah, namun kamu dapat menunjukkan bahwa kamu mampu melakukan untuk menjaga kesehatan mental.

Kedua, melakukan refreshing. Kamu bisa melakukan hangout dengan teman ataupun staycation, agar kamu terhindar dari stres, depresi bahkan melakukan self-harm. "Enter joyfully into the sorrow of the world. We cannot heal the world, but we can choose to live in happiness." Tulis Joseph Cambpell dalam buku yang berjudul The Hero with a Thousand Faces yang dimuat di Goodreads.

Ketiga, mendatangi konseling. Jika kamu sudah berbicara kepada orang tuamu atau orang yang kamu percaya. Maka, kamu juga harus datang ke psikolog agar kamu bisa ditangani dan juga kamu dapat berkonsultasi lebih dalam lagi mengenai masalah yang sedang kamu hadapi.

Melakukan self-harm bukanlah keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah. Karena hal itu dapat berdampak negatif bagi diri sendiri. Meskipun demikian, kita harus bijak dalam mengatasi masalah yang terjadi di dalam hidup ini. Jadi mulai sekarang berhenti untuk melakukan self-harm! Apakah kamu tega melihat tubuhmu menahan rasa sakit setelah kamu melukainya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun