Kemudahan akses internet membuka jalan lebar untuk mengakses informasi secara global. Kemudahan akses tersebut akan sangat disayangkan apabila tidak disertai dengan wawasan kritis dalam menangkap dan menyaring sumber informasi.
"Kalangan ekstrim itu sangat adaktif dengan teknologi internet. Makannya mereka memanfaatkan teknologi media sosial yang saat itu sedang berjaya. Seperti waktu berjayanya blackberry massangger, facebook, Instagram, dll. Mereka melakukannya karena memiliki kewajiban untuk terus merekrut orang." ujar praktisi dari ICT Watch (Information-Communication Technology Partnership Association) dan mantan kelompok ekstrim religious, Eddy Prayitno.
Sebagai mahasiswa yang berada dalam fase pencarian peran dan identitas, akan rentan terpengaruh isu negatif media seperti propaganda ekstrim. Ketika individu terjebak dalam propaganda ekstrim dan bertemu dengan individu lainnya yang sama, mereka akan menguatkan paham ideologis hingga berujung pada rencana atau aksi teroris.
Mereka menyebar paham ideologi radikal yang ada di forum ke media sosial. Menimalisir hal serupa, PKM Dosen Psikologi FIP Universitas Negeri Surabaya yang diinisiasi oleh Muhammad Syafiq, S.Psi., M.Sc. menggelar Pelatihan Berpikir Kritis untuk Mengurangi Kerentanan terhadap Radikalisasi pada Mahasiswa.
Pelatihan berlangsung selama dua hari melalui platform zoom meetings dan dihadiri oleh mahasiswa di berbagai universitas. Selama dua hari, mahasiswa peserta pelatihan dibekali materi dasar berpikir kritis, mengenali bentuk dan strategi propaganda ekstrim langsung oleh praktisi terkait, sampai menganalisis kritis propaganda ekstrim di media.
Praktisi dari luar diundang untuk mengisi pelatihan, seperti Arif Budi Setyawan selaku Peneliti dan praktisi LSM "Kreasi Prasasti Perdamaian" dan Penulis Buku "Internetistan; Jihad Zaman Now" (2020) membawakan materi dengan topik "Mewaspadai Propaganda kelompok ekstrim Indonesia" dan Eddy Prayitno (a.k.a Mataharitimoer) selaku praktisi dari ICT Watch (Information-Communication Technology Partnership Association) Â membawakan materi dengan tema "Literasi Media-digital Kontra Propaganda Ekstrim" antusiasme peserta pelatihan terlihat dari aktifnya dialog setelah pemaran materi.
Kemampuan berpikir kritis untuk menyerap segala informasi dari media digital menjadi salah satu strategi agar mahasiswa mampu membentengi diri terhadap ancaman radikalisme, "Ketika mahasiswa mulai mencurigai kalau ada yang salah itu adalah modal awal yang bagus untuk berpikir kritis." ungkap moderator menggaris bawahi poin menarik dari salah satu pemateri.
Pada penghujung acara, peserta mengungkapkan kesannya selama mengikuti serangkaian pelatihan, "Dari pelatihan saya menelaah secara pelan-pelan, oh ini karena ini. Sebelumnya saya tidak biasa mengetahui hal ini, sehingga menjadi pengetahuan baru bagi saya pribadi. Oh ternyata seperti ini ya propaganda ekstrim itu, ngeri kalau benar-benar dipahami dan dipelajari. Pada kaum-kaum yang masih awam dengan ajaran seperti ini ya bisa jadi langsung ikut gitu Pak dari saya. Terima kasih atas ilmunya juga selama dua hari ini Pak." ujar Reza salah satu peserta.
Lebih lanjut mengenai cara berpikir kritis dan bagaimana upaya mengenali propaganda ekstrim dapat dilihat melalui tautan link pelatihan sebagai berikut:
Pelatihan hari ke - 2 Â