Mohon tunggu...
Nabila Artanti Boestami
Nabila Artanti Boestami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

HUKUM CYBERCRIME : Tantangan dan Perkembangan di Indonesia

31 Desember 2024   15:00 Diperbarui: 31 Desember 2024   15:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/fu8iCp1pNqcePXP47

Cybercrime atau kejahatan siber merujuk pada segala jenis tindak kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, terutama internet. Kejahatan ini bisa mencakup berbagai aktivitas ilegal, mulai dari peretasan, pencurian data pribadi, hingga penyebaran konten negatif. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital di Indonesia, ancaman kejahatan siber semakin meningkat,  sehingga menuntut adanya penyesuaian hukum yang memadai untuk mengatasi masalah ini. Indonesia, sebagai negara dengan populasi internet terbesar di Asia Tenggara, membawa tantangan besar bagi aparat penegak hukum dan pemerintah dalam memberantas cybercrime.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia dalam menangani kejahatan siber adalah keterlambatan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang begitu cepat. Sebagai contoh, kejahatan siber yang berkaitan dengan peretasan (hacking), penipuan online, dan penyebaran konten ilegal melalui internet membutuhkan peraturan yang lebih adaptif dan cepat. Banyak pelaku kejahatan siber yang menggunakan metode yang kompleks dan tersembunyi, membuat deteksi dan penegakan hukum menjadi lebih sulit (Ismail, 2020).

Selain itu, masalah infrastruktur yang terbatas dan kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dalam menangani cybercrime juga menjadi hambatan serius. Menurut Widodo (2021), banyak aparat penegak hukum di Indonesia yang belum sepenuhnya memahami karakteristik dan teknis dalam mengatasi cybercrime. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan investigasi secara efektif dan efisien dalam kasus-kasus yang melibatkan teknologi tinggi. Tingginya angka pengguna internet di Indonesia tidak diimbangi dengan kesadaran yang cukup tentang pentingnya keamanan siber. Banyak individu atau bahkan perusahaan yang masih mengabaikan langkah-langkah preventif untuk melindungi data pribadi mereka. Kurangnya edukasi mengenai ancaman cybercrime dan cara melindungi diri juga menjadi tantangan besar dalam mengurangi kasus kejahatan siber di Indonesia.

Indonesia telah berusaha untuk mengatasi kejahatan siber dengan memperkenalkan berbagai peraturan dan undang-undang yang relevan. Salah satu langkah awal adalah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur tindak pidana yang dilakukan melalui sarana elektronik. Namun, meskipun UU ITE memberikan dasar hukum yang kuat, undang-undang ini sering dianggap tidak cukup untuk mengatasi perkembangan kejahatan siber yang semakin canggih. Misalnya, undang-undang ini belum mencakup aspek peretasan yang semakin marak terjadi, serta masalah terkait perlindungan data pribadi. 

Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2016, Indonesia mengesahkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE, yang memperkenalkan beberapa perubahan penting, termasuk peningkatan hukuman bagi pelaku kejahatan siber. Namun, masih ada celah dalam peraturan ini yang perlu diperbaiki, terutama terkait dengan perlindungan terhadap hak-hak privasi dan kebebasan berpendapat di dunia maya.

Pemerintah Indonesia juga mulai membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada tahun 2017, yang berfungsi untuk menangani masalah siber secara nasional, termasuk perlindungan data pribadi dan keamanan siber negara. BSSN bertugas untuk meningkatkan sistem keamanan siber negara dan melakukan pemantauan terhadap potensi ancaman kejahatan siber yang dapat mengganggu stabilitas nasional (Wijaya, 2019).

Namun, meskipun terdapat regulasi yang cukup jelas, penerapan hukum terhadap cybercrime di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah permasalahan terkait yurisdiksi. Karena cybercrime bisa terjadi di mana saja, baik di dalam maupun luar negeri, sulit untuk menentukan hukum negara mana yang berlaku. Hal ini memperlambat proses penegakan hukum, terutama dalam kasus peretasan atau kejahatan yang melibatkan server yang berada di luar Indonesia.

Dalam menghadapi kejahatan siber yang semakin berkembang, Indonesia perlu terus memperkuat peraturan dan kebijakan terkait cybercrime, serta meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dan infrastruktur digital. Meski sudah ada beberapa peraturan hukum yang mengatur tindak pidana di dunia maya, tantangan besar masih ada, baik dari sisi teknis, sumber daya manusia, maupun kerja sama internasional. Oleh karena itu, upaya holistik yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari hukum, teknologi, hingga masyarakat, sangat penting dalam menciptakan ekosistem yang aman di dunia maya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun