Mohon tunggu...
Nabila Andari
Nabila Andari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi Universitas Sebelas Maret

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Nilai-Nilai Jawa Dalam Pembentukan Karakter Mahasiswa Keluarga Jawa

11 Oktober 2022   09:04 Diperbarui: 11 Oktober 2022   09:08 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penerapan nilai hormat sebagai implementasi dari pembentukan karakter mahasiswa melalui pemberian cinderamata untuk Desa. Foto: Tim KKN UNS

Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia sebagai sarana membentuk individu yang sesuai dengan norma-norma lingkungan. Jenjang pendidikan Indonesia terbagi menjadi beberapa kategori, diantaranya pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Mahasiswa didefinisikan sebagai individu yang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi tertentu, serta memiliki intelektualitas yang baik, kecerdasan dalam berpikir, dan perencanaan dalam bertindak (Hulukati & Djibran, 2018; Siswoyo, 2007). 

Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan fenomena yang terjadi, yaitu banyaknya perilaku negatif yang dilakukan mahasiswa antara lain adanya kasus tawuran antar mahasiswa, penggunaan narkoba dan kasus kriminal, serta tingginya kasus seks di luar nikah oleh mahasiswa (Aminudin, 2019; Retyan, 2021; Rizaty, 2022). Upaya mencegah tingginya angka kasus yang terjadi maka perlu diawali dengan pembentukan karakter untuk membantu  mahasiswa dalam memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang sebenarnya di lingkungan. 

Melalui pembentukan karakter yang baik akan membantu mahasiswa untuk mengembangkan potensi, memperbaiki sifat negatif, serta memperkuat peran keluarga dan masyarakat. Pembentukan karakter pada mahasiswa dapat dilakukan oleh berbagai pihak, salah satu institusi utama yang berperan dalam pembentukan karakter adalah keluarga. Kualitas interaksi anak dan orang tua dalam pengasuhan menjadi kunci keberhasilan dalam mewarnai pembentukan identitas diri anak (Grotevant & Cooper, 1986).

Keluarga jawa didefinisikan sebagai unit sistem yang terdiri dari orang tua (suami, istri) dan anak (Geertz, 1983). Individu yang dibesarkan pada keluarga jawa menerima pendidikan karakter sesuai dengan ajaran budaya jawa, mulai dari karakter apa yang diajarkan sampai bagaimana anak mampu menjalankan apa yang telah ditanamkan oleh keluarga. Penjabaran ini terkenal dengan istilah njawani yaitu seorang anak dalam keluarga jawa akan diasuh untuk dapat menempatkan diri dan beradaptasi sesuai kedudukannya sehingga memiliki kemampuan pengendalian diri. Keberhasilan keluarga jawa dalam pembentukan karakter anak dilihat pada pola interaksi yang baik antara orang tua dan anak. Cara dalam membentuk karakter dapat dilakukan melalui wejangan (nasihat) yang diberikan oleh orang tua sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai jawa dengan menyampaikan harapan serta memberikan sosialisasi pada anak. Lainnya penggunaan bahasa juga menjadi unsur penting pada pembentukan karakter keluarga jawa, sebab di dalam bahasa terkandung tata nilai kehidupan Jawa meliputi norma, kebiasaan, keyakinan, dan simbol-simbol yang berkembang di masyarakat jawa (Lestari & Asyanti, 2008; Wibawa, 2011). Pembentukan karakter dapat terwujud bukan hanya melalui perilaku yang dilakukan, melainkan juga pada ucapan yang dituturkan sebagai penilaian keberhasilan pembentukan karakter individu.

Karakter utama yang di kedepankan keluarga jawa adalah prinsip rukun dan hormat. Rukun memiliki tujuan untuk mempertahankan keadaan aman tentram dengan masyarakat, sehingga tidak timbul perilaku kriminal dan merusak lingkungan. Kerukunan dalam keluarga jawa membina individu untuk saling berbagi sthink iding (sedikit sama rata) dan menumbuhkan sikap toleransi, empati, serta tidak serakah terhadap sesama. Hormat juga menjadi prinsip keluarga jawa dalam pembentukan karakter yang mengarahkan individu untuk sopan dalam berbicara pada masyarakat dari berbagai kedudukan (Geertz, 1983; Suseno, 2003). Keluarga jawa juga menjunjung watak untuk menghargai orang lain supaya orang lain menghargai dirinya (tepo seliro). Watak tepo seliro menunjukkan konsep pribadi yang seimbang antara watak diri sendiri dengan penerimaan di masyarakat. Nilai-nilai jawa lainnya yang perlu dijunjung dan diterapkan pada pembentukan karakter individu jawa antara lain manut (obedience to superiors), kemurahan hati (generosity), menghindari konflik (avoidance of conflict), empati, sopan santun (unggah-ungguh), sabar, eling, dan prihatin (kesederhanaan) (Idrus, 2012).

Penanaman nilai-nilai jawa pada pembentukan karakter mahasiswa dari keluarga jawa diterapkan melalui pola asuh antara orang tua terhadap anak, yakni bagaimana keluarga menerapkan nilai-nilai jawa sehingga anak mampu mempraktekkan karakter tersebut dalam kehidupan perkuliahan maupun bermasyarakat. Pembentukan karakter pada mahasiswa mencegah adanya perbuatan negatif dan merusak lingkungan, sehingga lebih lanjut penulis melakukan wawancara singkat dengan tiga mahasiswa yang berasal dari keluarga suku jawa asli untuk mengetahui penerapan nilai-nilai jawa pada pembentukan karakter subjek. Dari wawancara tersebut penulis menemukan kesamaan nilai-nilai jawa yang diterapkan pada pembentukan karakter mahasiswa keluarga jawa, serta adanya cara-cara tertentu yang dilakukan keluarga dalam penerapan nilai jawa pada pembentukan karakter subjek.

Nilai-nilai jawa yang cenderung diterapkan pada pembentukan karakter mahasiswa keluarga jawa, meliputi menghindari konflik, hormat, sopan santun, dan manut. Nilai menghindari konflik menjadi prinsip yang diterapkan keluarga pada karakter mahasiswa, melalui pengertian untuk sadar akan kesalahan dan tidak menentang permasalahan, serta cenderung diam untuk menahan suasana terjadinya konflik. Sehingga penerapan nilai tersebut menimbulkan karakter mudah mengalah pada diri mahasiswa. Berikutnya, nilai hormat ditanamkan melalui pembiasaan untuk menghargai orang lebih tua dengan “salim” atau berjabat tangan lebih dulu, baik kepada keluarga maupun orang lain sebagai tanda pamit atau salam. Serta membiasakan kata-kata krama dalam berkomunikasi dan meminta bantuan kepada orang lain sebagai implementasi dari nilai hormat pada karakter mahasiswa. Bentuk kehormatan dengan mempraktekan bahasa krama pada kehidupan sehari-hari juga menimbulkan nilai sopan santun. Sopan dan santun ditanamkan melalui kebiasaan menyapa orang tua baik yang dikenal maupun tidak, dimana kata-kata krama menjadi penerapan yang utama oleh keluarga sebagai penilaian keberhasilan nilai sopan santun dalam pembentukan karakter subjek. Manut diartikan sebagai sikap taat, patuh, tidak melawan, tidak menolak, serta pada masyakarat jawa sikap ini dijadikan sebagai karakter yang sangat membudaya (Adab et al., 2012; Utomo, 2007). 

Nilai manut diterapkan pada pembentukan karakter sebagai sarana menghindari konflik serta menjaga sopan santun di masyarakat baik kepada saudara maupun tetangga. Penerapan nilai manut pada pembentukan karakter juga melibatkan penggunaan bahasa krama dalam menunjukkan sikap taat atau patuh. Beberapa nilai-nilai jawa lainnya yang diterapkan dalam pembentukan karakter mahasiswa keluarga jawa, antara lain nilai rukun yakni melalui pembiasaan untuk mudah berbagi kepada saudara kandung dan mudah mengalah pada orang yang lebih rendah usianya, sehingga dapat menimbulkan karakter tidak mudah serakah. Kerukunan mendorong nilai kemurahan hati dalam pembentukan karakter mahasiswa keluarga jawa. 

Nilai kemurahan hati diterapkan melalui pembiasaan untuk mudah meminjamkan uang yang dimiliki terhadap orang yang membutuhkan dengan tetap mengedepankan komitmen pengembalian. Nilai tepo seliro menjadi nilai jawa yang diterapkan dalam pembentukan karakter mahasiswa melalui pembiasaan untuk mudah menyapa orang lain, berusaha ramah apabila bertemu tetangga, menghadiri undangan acara, serta menjenguk keluarga maupun tetangga yang sakit atau meninggal sebagai tanda kehadiran dalam rangka menghargai keadaan yang dialami orang lain. Terakhir, adalah nilai prihatin yakni nilai tersebut diterapkan dengan pembiasaan hidup sederhana, tidak berfoya-foya dan boros. Penerapan nilai prihatin sesuai dengan kehidupan mahasiswa yang minimalis dan jauh dari rumah tinggal. Penerapan nilai-nilai jawa pada pembentukan karakter mahasiswa antara satu dan lainnya saling berkaitan, sehingga mendukung terbentuknya karakter positif yang lebih kuat pada diri mahasiswa.

Cara-cara yang biasa dilakukan oleh keluarga jawa dalam menerapkan nilai-nilai jawa, antara lain dengan learning by doing atau praktek langsung oleh orang tua, seperti membiasakan penggunaan kata-kata krama pada aktivitas sehari-hari, sehingga anak dapat mengikuti dan mencontoh apa yang dilakukan keluarga dalam berkomunikasi. Cara kedua, yaitu melalui cerita dengan mengisahkan pengalaman terdahulu agar anak dapat mengambil hikmah dari kisah yang diceritakan. Cara ketiga, yaitu dengan wejangan melalui pemberian nasihat sebagai pengingat untuk menerapkan nilai-nilai jawa dalam karakter diri mahasiswa. Keterlibatan keluarga dan mahasiswa menjadi penentu yang kuat untuk membentuk kerjasama yang optimal dalam membentuk karakter mahasiswa keluarga jawa berdasarkan penerapan nila-nilai jawa.

REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun