Pada 24 Desember 2024, Kota Surabaya mengalami hujan deras selama kurang lebih empat jam tanpa henti. Hujan sore hari itu menyebabkan banjir dibanyak penjuru kota. Intensitas hujan yang sangat tinggi ini mengakibatkan debit air sungai mencapai kapasitas maksimal, sehingga air meluap ke pemukiman warga bahkan jalan raya. Di berbagai titik, ketinggian air mencapai 185 cm.Â
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, terjun langsung memantau situasi banjir yang sedang terjadi. Saat diwawancarai, Eri menjelaskan bahwa banjir ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dalam durasi lama sehingga menyebabkan sungai-sungai di Surabaya tidak mampu menampung volume air yang meningkat drastis secara tiba-tiba.
Selain disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi selama berjam-jam itu, rupanya banjir ini juga dipengaruhi oleh air laut yang sedang pasang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah mengeluarkan peringatan mengenai potensi banjir rob setinggi 1,5 meter yang mengancam pesisir kota Surabaya pada pertengahan Desember lalu. Fenomena ini dipicu oleh adanya bulan purnama yang meningkatkan pasang air laut.
Banjir yang terjadi memberi dampak negatif bagi banyak warga Surabaya. Aktivitas warga juga lalu lintas menjadi terganggu karena hampir seluruh jalan raya terendam air banjir, bahkan di jalan besar dan lebar seperti Ahmad Yani, Ir. Soekarno pun terkena dampaknya.
Kampus-kampus yang ada di Surabaya pun turut terkena dampaknya. Mahasiswa dari berbagai kampus besar di Surabaya seperti Universitas Airlangga, Universitas Surabaya, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur membagikan pengalaman banjir saat hendak pulang dari kampus.Â
Bahkan naasnya, seorang balita laki laki berusia 3,5 tahun di Kelurahan Babatan, Wiyung, Surabaya hilang usai terperosok selokan, saat hujan deras, sekitar pukul 15.30 WIB. Bayi tersebut terseret arus air dan hilang selama empat hari. Pada tanggal 27 Desember 2024 pukul 14.00 WIB Tim SAR berhasil menemukan bayi tersebut, walaupun dalam keadaan sudah tak bernyawa. Jasadnya ditemukan tersangkut eceng gondok.
Peristiwa ini membawa banyak kritikan dari warga Surabaya kepada Pemerintah Kota juga Wali Kota Surabaya terkait bagaimana kualitas drainase yang ada di Kota Surabaya ini. Banjir ini menjadi pengingat tentang pentingnya infrastruktur drainase yang lebih memadai kedepannya. Mengingat program Eri Cahyadi sendiri selama tahun 2024 ini adalah besar-besaran membuat saluran air dan gorong-gorong.Â
Dibalik itu, beberapa masyarakat merasakan dampak positif dari program yang telah dilaksanakan Eri tersebut. Berkat gorong-gorong yang sudah banyak dibangun, banjir yang melanda kota Surabaya tidak berlangsung lama. Air cepat surut saat hujan sudah mulai reda. Terjadinya banjir ini dikarenakan intensitas hujan yang tinggi dan lama sehingga menyebabkan kapasitas drainase yang ada tidak mampu menampungnya.Â
Eri Cahyadi juga dikritik karena alasannya yang membeberkan alasan banjir terjadi disebabkan oleh sungai-sungai di Surabaya meluap dan tidak mampu menampung volume air hujan. Masyarakat Surabaya menyalahkannya karena tidak pernah dilakukan kerukan atau pembersihan sungai selama ia menjabat. Masyarakat berharap di masa depan Wali Kota Surabaya itu tidak lupa untuk mengeruk dan membersihkan sungai di Surabaya secara rutin mencegah terjadinya banjir seperti yang terjadi di penghujung tahun 2024 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H