Catur Murti
Catur Murti, yang berarti empat nilai penjelmaan, merupakan konsep penting dalam pemikiran Raden Mas Panji Sosrokartono. Konsep ini menggarisbawahi pentingnya integrasi antara pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang benar sebagai landasan untuk mencapai kehidupan yang baik dan harmonis. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing nilai dan dampaknya jika tidak diterapkan:
- Â Pikiran/Kesadaran Benar. - Makna: Pemikiran konstruktif dan kesadaran yang jelas. memiliki pemahaman yang jelas tentang diri mereka sendiri dan lingkungan mereka.
- Nilai Berlawanan: Kebodohan dan Iri Hati. Pikiran yang salah akan menghasilkan pandangan yang salah, yang pada gilirannya akan mengarah pada tindakan yang tidak baik. - Perasaan Benar. -Makna: Perasaan positif dan tulus seperti kasih sayang dan empati. Salah satunya adalah kemampuan untuk memahami dan menghargai perasaan orang lain.
- Nilai Kontras: Kebencian dan fitnah Perasaan negatif dapat merusak hubungan dan menyebabkan konflik. - Perkataan Benar. - Makna: Komunikasi yang tidak menipu, terbuka, dan jujur. Kata-kata dapat membangun atau menghancurkan. -Nilai Berlawanan: Orang yang berbohong dan menipu Salah paham dan ketidakpercayaan dapat disebabkan oleh kata-kata yang salah.
- Perbuatan Benar. - Makna: Tindakan yang sesuai dengan pikiran dan perasaan yang tepat. - Nilai Berlawanan: Pengkhianatan dan keserakahan (ambisi). Tindakan yang tidak baik akan menciptakan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
Why: Mengapa Gaya Kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono Relevan?
Gaya kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono relevan karena beberapa alasan yang terkait dengan visi dan strateginya dalam meningkatkan pendidikan, moral, dan integrasi sosial di Indonesia. Berikut beberapa alasannya:
1) Pilar Pendidikan. Fokus Panji pada pendidikan memberikan landasan yang kuat bagi masyarakat untuk membangun masa depan yang lebih baik. Sosrokartono dibesarkan dalam lingkungan yang sangat membantu pendidikan. Bupati Jepara RM Ario Sosrodiningrat, ayahnya, sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Akibatnya, Sosrokartono disekolahkan di Europeesche Lagere School (ELS) di Jepara pada usia 8 tahun. ELS adalah sekolah Belanda yang hanya menerima siswa keturunan Belanda dan bangsawan pribumi.
Setelah lulus dari ELS, ia pergi ke Hogere Burgerschool (HBS) di Semarang, sebuah sekolah lanjutan yang setara dengan SMP dan SMA modern. Sosrokartono menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu pengetahuan selama masa pendidikannya. Ia mulai mencari informasi dari berbagai buku dalam bahasa Inggris dan Latin, meskipun saat itu sulit untuk mendapatkan buku tersebut. Minatnya pada bahasa juga kuat. Ia sudah mahir berbahasa Belanda sebelum masuk ke ELS, jadi belajar bahasa itu tidak menjadi penghalang baginya untuk berprestasi di sekolah.
Setelah menyelesaikan studi di HBS, Sosrokartono melanjutkan kuliah jurusan Teknik Sipil di Polytechnische School, Delft, Belanda. Pada awalnya, ia memilih jurusan ini dengan harapan dapat kembali ke rumah dan berbagi pengetahuannya untuk meningkatkan kualitas pertanian di Demak, wilayah penghasil beras terbesar di Pulau Jawa.
Sosrokartono sangat memperhatikan pendidikan nasional setelah kembali ke Hindia Belanda. Ia percaya bahwa kaum bumiputra harus diajarkan bahasa Belanda agar mereka lebih mudah mendapatkan pendidikan dan mengurangi sekat sosial antara orang Belanda dan bumiputra.
Ia tetap terlibat dalam bidang pendidikan meskipun tidak dapat mendirikan sekolah karena pengawasan yang ketat dari rezim Belanda. Ia bekerja sama dengan pendiri Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara, dan pernah menjadi guru dan kepala sekolah di cabang Bandung.
Sosrokartono juga dikenal sebagai peletak dasar pendidikan karakter bangsa. Ia mengajar di perguruan Taman Siswa dan mengajarkan filosofi hidup seperti "Sugih Tanpo Bondo" (kaya hati tanpa harta), "Digdoyo Tanpo Aji" (tak terkalahkan tanpa kesaktian), dan "Ngluruk Tanpo Bolo" (menyerbu musuh tanpa pasukan).
Dengan demikian, jelas bahwa fokus Raden Mas Panji Sosrokartono terhadap pendidikan sangat luas dan mendalam, dari pendidikan formal hingga filosofi karakter bangsa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional dan mengembangkan moral dan karakter generasi masa depan Indonesia. Di tengah tantangan yang dihadapi masyarakat pada masa itu, pendidikan menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas individu.
2) Pemberdayaan Masyarakat
Raden Mas Panji Sosrokartono adalah tokoh penting dalam sejarah pemberdayaan masyarakat di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Ia dikenal sebagai seorang pemikir, penulis, dan aktivis sosial yang fokus pada pengembangan masyarakat dan pendidikan.