Mohon tunggu...
Humaniora

Mencerdaskan Bukan Memintarkan

8 Mei 2018   10:50 Diperbarui: 8 Mei 2018   10:56 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cerdas merupakan kata sifat yang menunjukkan sempurnanya akal fikiran seseorang dalam bertindak. Istilah umum mencerdaskan anak dipandang sebatas menyekolahkan anak pada lembaga ternama yang sudah mencetak generasi unggul dan populer. Suharsono berkata dalam bukunya, "bahwa memiliki kesadaran dini tentang siapakah sesungguhnya anak kita adalah persoalan besar pertama yang harus dihadapi orang tua, sebelum berbagai persoalan menyangkut kewajiban dan hak-haknya terhadap anak. Memahami siapakah diri anak sangat penting karena dari kesadaran dan pengetahuan inilah, orang tua mulai berkomunikasi, bersikap, dan tentu berupaya mencerdaskan anaknya sebaik mungkin."

Bagi orangtua jika melihat anak masuk kuliah di kampus terpopuler dan mendapatkan pekerjaan yang terpandang dan mampu survive, akan memuaskan dahaga mereka. Begitulah realita jaman milenial saat ini. Kecerdasan mereka tertutupi oleh kepintaran yang terasah oleh ilmu-ilmu duniawi. Banyak negara maju yang memperlihatkan bagaimana orang-orang pintar didalamnya tidak memiliki budi pekerti yang baik. Seperti Cina, seorang anak tidak memperdulikan orang tuanya karena sudah merasa mampu survive dan sibuk. Hal itulah yang seharusnya diperbaiki oleh dunia pendidikan kita. Ketika perilaku dan norma negatif berkembang menelusup tanpa adanya pencegahan yang intensif maka bukan tidak mungkin menjadi jamur yang hidup setelah hujan.

Sebagai generasi muslim, mari kita tengok sejarah Islam yang mengajarkan budi pekerti terhadap orangtuau khususnya. Kisah-kisah mashur sahabat nabi yakni Uwais Al-Qarni yang mengabdikan diri kepada sang ibu, membuatnya dikenal oleh penduduk langit. Dia adalah salah satu manusia pilihan dalam Islam sehingga sahabat terdekat Rosulullah yakni Umar Bin Khattab ingin sekali berjumpa. Kisah ini mampu kita pahami bahwa mencerdaskan anak bukan hanya meliputi dunia pendidikan formalnya, melainkan pendidikan keluarga terutama dari aktifitas ibadanya, amal saleh, dan keilmuan.

"Bayi yang dilahirkan pada dasarnya memiliki fitrah (eksistensi tauhid. Ia menjadi Nasrani, Yahudi, atau Majusi sangat tergantung dari orangtuanya." [HR. Muslim].

Dalam kitab suci Al-Quran sudah terdapat tuntunan untuk mencerdaskan anak yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, yang senantiasa tertuang dalam doa yang Allah kabulkan berupa diutusnya Nabi Muhammad yang membacakan ayat-ayatNya serta mensucikannya (QS. Al-Jumu'ah: 164, Ali-Imran: 164, dan Al-Baqarah: 129). Kesuksesan orangtua dalam mencerdaskan anak ketika anak mampu memperisapkan bekal untuk survive setelah hidup. So, be good parents ya para orangtua. Semoga bermanfaat.

Wassalam.

 Sumber: Majalah Mulia Februari-2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun