Mohon tunggu...
Nabila Sadiyah
Nabila Sadiyah Mohon Tunggu... Lainnya - EP'18

IE

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nyesel Panic Buying?

5 Mei 2020   10:15 Diperbarui: 5 Mei 2020   10:15 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Februari 2020 kemarin, sebelum virus corona datang, Indonesia sudah dilanda panic buying masker dan hand sanitizer. Panic buying merupakan kondisi dimana masyarakat membeli beberapa barang dengan skala besar pada saat terjadi situasi darurat yang dapat menyebabkan penimbunan atas barang tersebut. Apakah dampak dari panic buying tersebut? Dampaknya adalah kelangkaan dan ketidakstabilan harga.

Ketidakstabilan harga masker dan hand sanitizer berujung pada kenaikan harga. Bagaimana tidak? Saat itu Indonesia sedang pada kondisi permintaan yang sangat tinggi atas masker dan hand sanitizer tetapi tidak diimbangi dengan suplai yang tinggi pula. Dari sinilah muncul oknum-oknum penimbun masker. 

Untuk masker, dijual dengan harga kisaran Rp100.000 hingga Rp300.000 ke atas, sedangkan hand sanitizer dijual dengan harga kisaran Rp70.000 hingga Rp90.000. Banyak warga (terutama tenaga medis) yang kecewa dan merasa dirugikan atas kejadian ini.

Semenjak kelangkaan masker dan hand sanitizer, banyak orang yang menjadi penjual 'dadakan'. Mereka menjual masker kain dengan kisaran harga Rp.4000 hingga Rp7.000/pcs dan hand sanitizer dengan kisaran harga Rp25.000 hingga Rp40.000/pcs. Nampaknya banyak warga yang lebih tertarik untuk membeli dari penjual 'dadakan' tersebut sehingga mereka mendapat keuntungan yang lumayan dari kelangkaan ini.

Seiring berjalannya waktu, harga masker dan hand sanitizer perlahan kembali normal sehingga menyebabkan fenomena baru, yaitu panic selling. Panic selling merupakan kebalikan dari panic buying. Pada awal Mei kemarin, media sosial twitter sedang diramaikan dengan penimbun masker dan hand sanitizer yang menjual rugi dagangannya, seperti cuitan di bawah ini.

Banyak warga twitter yang menertawakan penimbun masker, seperti cuitan di bawah ini.

sumber : twitter
sumber : twitter

Ada pun pelajaran yang dapat kita ambil dari fenomena panic buying dan panic selling. Meskipun dalam pandemi corona ini, kita tidak perlu panic buying karena mereka (tenaga medis dan warga yang sangat membutuhkan) mengalami darurat masker dan hand sanitizer. Sedangkan, pemerintah dan lembaga-lembaga banyak yang sudah memberi subsidi masker dan hand sanitizer. 

Saat ini banyak pabrik masker dan hand sanitizer yang memproduksi dan menjual dengan harga normal sehingga para penimbun melakukan panic selling. Seharusnya, pemerintah memperketat peraturan agar para penimbun  masker dan hand sanitizer mendapat sanksi yang setimpal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun