Tiga hari yang lalu saya mengunjungi kediaman nenek yang asri. Tempat yang nyaman untuk kembali mencari diri. Saya menemukan banyak lembaran surat-surat kecil beserta foto hitam putih dengan banyak bercak di sebuah lemari tua. Ada surat sederhana yang ditujukan kepada ayah dari karibnya benar-benar tak tampak lusuh meski telah tersimpan tiga dasa warsa lamanya. Banyak hal yang menarik hadir dalam secarik tiap amplopnya. Kisah pertama tentang patah hati seorang pria. Saya takjub membaca hingga senyuman berubah getir.Â
Sungguh gila bagaimana seseorang bisa mencintai hingga waktu yang lama dan setelah beberapa waktu ketika semuanya memudar, mereka berpaling. Saya tahu betapa menyakitkan ketika kita menyadari bahwa kita tidak akan pernah bersamanya lagi. Namun, itu tidak ada yang salah bukan? Tidak ada yang salah ketika  dia memilih meninggalkan kita. Kita akan sembuh, dan suatu hari rasa sakit ini akan memudar. Kita akan melupakan setiap malam untuk membasuhi bantal dengan air mata. Lagipula, kebahagiaan akan mengisi semua lubang di hati.
Setelah membacanya, saya mengetahui jika tidak semuanya layak diperbaiki. Pria dalam surat itu harus segera menjauh. Pindah. Tidak hanya minta maaf. Salah satunya dengan membuktikan jika tidak ada kesempatan kedua bagi mereka yang memiliki semua akses dan menyalahgunakannya. Ada banyak orang yang lebih baik di luar sana sedang menunggu. Saya turut sedih.
Kedua, ada kisah yang diselimuti banyak proses. Ayah saya mendapat surat balasan yang berisikan jaminan masa depan dalam pekerjaan. Di tahun itu tentu tidak mudah mendapatkannya. Tidak ada yang tahu apa yang ayah saya alami. Lalu, datang surat balasan dari asal yang sama tak lama setelah itu dan masih berisikan pesan yang sama. Jadi, apa sebenarnya ayah tidak jadi mencoba kesempatan emas itu? Entahlah. Jika ayah pernah meminta bantuan dan itu berjalan buruk, saya ingin ayah tahu bahwa itu  merupakan refleksi dari orang yang ayah hubungi dan targetnya juga mungkin bukan pada ayah. Ayah layak mendapatkan bantuan yang tulus.
Sayangnya, saya belum sempat menanyakan dua kisah itu, apakah ayah masih ingat? Dua kisah asing yang mana justru ayah lebih sering bercerita banyak hal yang tak ada sisanya di lemari. Setelah membacanya saya mencoba memahami siapa ayah dan dimana ayah pernah berada sambil secara bersamaan mencoba menerima pelajaran yang beruntung untuk saya pelajari selama ini. Terlepas dari rasa sakit dan kemarahan. Saya bersyukur diberi izin untuk merasakan kebencian dan penghargaan pada saat yang sama. Pengalaman hidup memiliki banyak arti dan memiliki banyak tujuan. Jadi, berilah waktu pada diri sendiri untuk membiarkan segala sesuatunya menjadi seperti adanya. Ayah pantas mendapatkan selamat tinggal yang lebih baik, yang tidak dirusak oleh tipu daya.
Terkadang orang hanya menampakkan diri setelah kita berhenti berada di dekat mereka. Ayah pasti tahu, bahwa cinta dan energi ayahlah yang membuat istimewa, menyinari banyak orang. Saya harap ayah berdamai dengan akhir yang ayah dapatkan, saya harap ayah dapat berdamai dengan setiap bagian dari cinta ayah yang tersisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H