Saat saya ingin membeli seblak langgananku, tiba-tiba saja saya bertemu dengan Bambang di tengah keramaian yang luar biasa. Dia berdiri di sana, dengan wajah yang penuh ketegangan dan mata yang mencerminkan perasaan yang dalam. Saya bisa merasakan getaran emosi yang mengelilinginya. 20 Desember 2023. Saat itu, kami berada di tempat evakuasi Balai RW 8 Kelurahan Braga, tempat yang menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang kehilangan rumah akibat banjir mengerikan yang melanda kota ini. Saat itu, Bambang tampak sibuk membersihkan lumpur yang masih menempel di pakaian dan barang-barangnya.
"Dulu, rumah kami itu adalah tempat berbahagia bagi keluarga kami," ucap Bambang dengan nada yang penuh dengan nostalgia, sambil mengelus dada yang penuh dengan bekas air lumpur. "Sekarang, semua rusak. Kami merasa kehilangan segalanya."
Banjir yang melanda Kota Bandung telah merenggut harta benda dan kenangan berharga dari Bambang dan keluarganya. Dia menceritakan bagaimana dia berjuang untuk menahan pintu rumahnya dari tekanan arus banjir yang sangat kuat, berharap dapat melindungi lima anggota keluarganya. Namun, kekuatan alam jauh lebih besar daripada daya tubuhnya yang terbatas.
"Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan lagi," kata Bambang, suaranya gemetar. "Air terus naik, dan saya takut keluarga saya akan terjebak di dalam rumah. Akhirnya, saya memutuskan untuk membawa mereka menuju tempat evakuasi."
Ketika kami duduk untuk melakukan obrolan lebih mendalam, Bambang bercerita tentang kehidupan sehari-harinya sebelum bencana ini terjadi. Dia adalah seorang buruh pabrik yang bekerja keras untuk memberi makan keluarganya. Pendapatan yang ia peroleh sering kali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
"Kehidupan tidak pernah mudah bagi kami," ungkap Bambang dengan nada sedih. "Tapi kami selalu berusaha untuk bertahan, untuk anak-anak kami."
Namun, banjir ini membuat semuanya menjadi lebih sulit. Rumah mereka yang hancur membuat mereka kehilangan tempat tinggal, dan sekarang mereka harus mengandalkan bantuan dari organisasi sosial dan pemerintah. Bambang mengungkapkan ketidakpastian yang menghantuinya tentang bagaimana masa depan mereka akan terbentuk.
"Sekarang, kami tinggal di sini, di tempat evakuasi bersama puluhan keluarga lainnya," ujar Bambang dengan mata yang berkaca-kaca. "Kami tidak tahu kapan kami bisa pulang atau bagaimana kami akan membangun hidup kami kembali."
Saat obrolan berlanjut, Bambang juga berbicara tentang masalah distribusi air bersih di Kota Bandung. Dia mengeluhkan bahwa selama musim kemarau, mereka sering mengalami kekurangan pasokan air bersih. Kondisi ini membuat mereka kesulitan untuk mandi, mencuci, atau bahkan menggunakan toilet dengan layak.
"Kami butuh air bersih untuk bertahan," katanya dengan suara lirih. "Tapi air mengalir hanya beberapa jam saja, dan itu tidak cukup."
Bambang juga menyebutkan betapa sulitnya mencari pekerjaan tambahan saat ini karena banyak perusahaan dan pabrik terkena dampak banjir. Dia merasa tertekan dan khawatir tentang bagaimana dia akan memberikan makanan untuk keluarganya dalam situasi ini.