Islam Dan Ilmu Pengetahuan
Artificial intelligence antara kemajuan iptek dan kemunduran akhlak
Kecerdasan Buatan
(Artificial Intelligence)
- islam menyeimbangkan antara membaca yang meningkatkan spiritual dan yang meningkatkan intelektual (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
- kecerdasan buatan (AI) merupakan kemampuan system untuk menerjemahkan data eksternal dengan benar serta mengelola data tersebut dan menggunakan hasil olahan tersebut untuk suatu tujuan tertentu (Goralski & Tan, 2020)
Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari, dulu kita hanya berpikir kecerdasan yang ada pada prof, syekh, dan google. Tapi ternyata ada yang lebih dari google, yaitu Artificial Intelligence (kecerdasan buatan). Apa yang disebut kecerdasan di dalamnya? Kalau google hanya bisa membaca dan mencari referensi, sedangkan AI bisa melakukan analisa.
Artificial Intelligence di Semua Sektor KehidupanÂ
- Industri untuk otomatisasi dan efisiensi
- Teknologi informasi dan komunikasi
- Kesehatan, membantu diagnosis dan merancang perawatan
- Keuangan, AI digunakan untuk mendeteksi penipuan dan manajemen risiko
AI dan AgamaÂ
AI membuka cakrawala baru karena bisa menginterpretasi dan memahamkan teks agam dengan mudah dan cepat yang selama berabad-abad menjdi tugas dan domain para ulama dan teolog, yang menghabiskan tahun-tahun mereka untuk mempelajari dan memahami teks-teks suci.
Kalau yang sifatnya kemajuan teknologi di dalam interaksi, kesehatan, industri itu tidak ada masalah, yang ada pada haulal hima antara titik rawan ketika Artificial Intelligence ini dihubungkan dengan agama. Kalau kita tidak berhati-hati, kita akan masuk pada kesalahan total karena ketidakjelasannya ilmu ini asalnya darimana, kalau ini berupa keyakinan datangnya keyakinan ini kira-kira valid atau tidak, karena kalau dilihat dari sudut pandang agama, kita mempunyai sumber yang jelas yaitu, AL-Qur’an. Penafsiran AL-Qur`an tidak bisa menggunakan sembarangan tanpa adanya jalan yang ditunjukan oleh para ulama.
Mengenal 2 tafsirÂ
- Tafsir BiriwayahÂ
- Tafsir DirayahÂ
Ada tafsir yang digunakan dengan menggunakan ayat dan hadis, ada yang menggunakan logika. Logika yang digunakan pun bersumber dari AL-Qur`an dan hadis. Sementara Artificial Intelligence bisa menafsirkan sesuai dengan olahan artifisial tanpa menggunakan sopan santun, AI ini bisa mencampurkan dari berbagai tafsir, berbagai pendapat, bahkan dihubungkan dengan kitab-kitab lain agama. Keputusan Nahdatul ulama tahun 1996 di Surabaya belum bisa dan tidak menerima terhadap penafsir AL-Qur`an menggunakan hermenitik. Satu sisi wawasan kita, di sisi lain bisa melakukan interpretasi baru terhadap kitab suci kita, yang mungkin itu busa merangsang kita untuk melakukan modernisasi, tapi di sisi lain bisa melompat dari kaidah-kaidah keagamaan kita, ini yang titik rawannya ketika dihubungkan antara agama dengan Artificial Intelligence. Kita harus punya guidance yang artinya kalau kita tidak punya kemampuan sendiri untuk menilai cukup sebagai pengetahuan, tapi untuk diyakini dan dijalankan harus ditunjukkan oleh guru.