Manusia adalah makhluk sosial, yang dalam kegiatan sosialnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, kepribadian, dan pembawaan turun-temurun. Dalam praktiknya, manusia bersosial dengan mengelompokkan dirinya dengan beberapa orang yang memiliki kesamaan, baik dari aspek pemikiran, tujuan, hobi, ketertarikan terhadap sesuatu, rumpun, wilayah, bahkan fisik. Akan tetapi, pada kenyataannya praktik tersebut justru malah menimbulkan konflik antar golongan yang diakibatkan karena tidak adanya sikap toleransi atau saling manghargai perbedaan. Selain itu, konflik tersebut juga dapat timbul diakibatkan karena pemikiran bahwa suatu golongan dianggap lebih unggul dibandingkan dengan golongan lainnya. Pemikiran dengan konsep diatas disebut Teori Rasisme, yaitu pemikiran yang menganggap berbeda antara satu ras dengan ras yang lain, dan menyatakan bahwa wujud dan sifat seseorang ditentukan oleh perbedaan anatomi tubuh atau ras suatu golongan. Pembahasan mengenai teori ini disebutkan dalam QS. Al-Isra' ayat 84 yang mengatakan bahwa setiap orang berbuat sesuai dengan keadaan (watak) masing-masing.Â
Penggagas dan Pengertian Teori RasismeÂ
Kemunculan teori rasisme disebut-sebut muncul dari pemikiran Charles Darwin mengenai konsep Survival of The Fittest, yang berarti keberlangsungan hidup makhluk yang paling fit atau layak. Bahkan, tidak hanya menggagas teori rasisme, namun juga pernyataan Karl Marx mengenai antarkelas masyarakat, dan keyakinan kaum kapitalisme bahwa kelompok yang kuat akan mengalahkan kelompok yang lemah. Gagasan yang dikemukakan oleh Charles Darwin mengenai keunggulan ras, yang dalam hal ini mengunggulkan ras berkulit putih, kelangsungan hidup bagi kelompok yang dianggap terkuat, perselisihan dalam mempertahankan hidup, menjadi kesempatas emas bagi para ideolog seperti Hitler, Benito Musolini, Karl Marx, Heinrich von Treitchke, dan Friedrich Engels untuk mendapatkan sandaran dan penguat ilmiah untuk gagasan-gagasan yang mereka miliki. Rasisme ialah doktrin yang membedakan satu ras dengan yang lain, ia menyatakan bahwa entitas dan sifat seseorang ditentukan oleh perbedaan anatomi tubuh atau ras suatu golongan. Sistem kepercayaan inilah yang akhirnya membentuk pandangan bahwa suatu ras adalah superior, sedangkan ras lainnya termasuk inferior. Selain perbedaan ras, terkadang rasisme dipicu oleh perbedaan non-rasial dan non-biologis, seperti sekte keagamaan, kebahasaan, kebangsaan, etnik, suku, bahkan disebabkan prasangka yang terlihat dari stereotip atau kecemburuan social. Para pelaku rasisme yang biasa disebut rasis selalu memiliki anggapan bahwa eksistensi kelompoknya lebih baik dan unggul dari kelompok lain. Parahnya, paham tersebut dapat menuai kebencian yang berlanjut pada diskriminasi dan intimidasi, bahkan seringkali berujung pada kekerasan hingga pembunuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa lndonesia, rasisme atau rasialisme adalah:Â
a. Prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang berat sebelah terhadap berbedanya suku atau bangsa;Â
b. Paham bahwa ras diri sendiri yang paling unggul. Jadi, rasialisme adalah suatu paham yang membedakan suatu ras dengan ras lainnya dan menganggap ras sendirilah yang paling unggul dibandingkan dengan ras-ras lainnya.Â
Ayat Al-Qur'an Mengenai RasismeÂ
Al-Qur'an berisi jawaban dari setiap masalah yang dihadapi oleh manusia, sebagai pedoman dan tuntunan hidup. Salah satunya adalah berisi tentang permasalahan rasisme yang dijelaskan dalam QS. AL-Isro': 84. yang artinya: Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."Â
Korelasi antara Ayat dengan Teori RasismeÂ
Teori rasisme yang mengunggulkan ras-nya sendiri, dan menganggap lemah ras lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan-lingkungan, serta pemikiran yang berada disekitarnya. Fenomena ini memiliki keterkaitan dengan QS. Al-Isro': 84 yang menyatakan bahwa setiap orang berbuat atau berlaku sesuai dengan pembawaannya masing-masing. Lafadz syaakilatun bisa diartikan dengan pembawaan, watak, keadaan, dan lain sebagainya. Merujuk pada beberapa Kitab Tafsir, makna kata syakilatun dapat dipahami sebagai berikut:Â
1. Apabila merujuk pada keterangan tafsir al-Misbah, ayat ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan, pembawaan, dan potensi untuk mendorong aktivitas-aktivitas yang akan dilakukakan. Lafadz syakilatun dipahami oleh Ibn Asyur dengan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang, dan menurut Sayyid Quthub berarti sebuah kebiasaan atau kecenderungan.Â
2. Berdasarkan pada tafsir al-Mukhtashar, pembawaan yang dimaksud adalah keadaan yang berada dalam hidayah atau kesesatan.Â