Jika kita melihat ketersediaan sumber pangan yang melimpah, adanya kemudahan dalam mendapatkan dan mengelola sumber makanan, serta  banyaknya restoran junk food yang tersebar di hampir seluruh belahan dunia, bukan tidak mungkin jika muncul pertanyaan mengapa kelaparan masih dapat terjadi? Sayangnya, ketersediaan sumber pangan yang melimpah dan banyaknya restoran cepat saji bukanlah indikator yang dapat menjamin jika kasus kelaparan tidak mungkin terjadi.Â
Memang cukup memperihatinkan  ketika  di tengah kehidupan yang modern seperti saat ini, kasus kelaparan masih terjadi bahkan terus meningkat. Kelaparan merupakan suatu kondisi pangan kronik atau kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan konsumsinya (Lenhaert 1998). Â
Kelaparan termasuk kedalam salah satu aspek human security dikarenakan kelaparan dapat mengancam keamanan manusia terutama dalam hal kesehatan suatu individu atau bahkan masyarakat secara keseluruhan. Setiap aspek dalam human security sejatinya saling  mempengaruhi antara satu sama lain. Ketika satu aspek terganggu, maka aspek lainnya juga dapat terkena dampak.
 Sebagian orang mungkin beranggapan bahwasannya kelaparan merupakan masalah yang umum terjadi di wilayah Benua Afrika. Namun pada kenyataannya, kelaparan tidak hanya terjadi di Benua Afrika saja, melainkan kelaparan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Berdasarkan data yang dilansir dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2021 tercatat jika terdapat sekitar 828 juta jiwa penduduk dunia yang menderita kelaparan atau lebih dari tiga kali jumlah penduduk Indonesia yang mengalami kelaparan saat ini.
Dari angka tersebut, FAO juga menyebutkan bahwa selain Afrika, Benua Asia juga turut menyumbangkan kasus kelaparan yang cukup tinggi yaitu diperkirakan sekitar 462,5 juta penduduk di Asia mengalami kelapran, dan disusul dengan Amerika Latin dan Karibia. Berdasarkan data FAO 2021 tersebut juga diperkirakan bahwa setidaknya ada sekitar 0,7% dari total penduduk dunia yang tidak makan di setiap harinya.
Peningkatan jumlah kasus kelaparan tersebut terus meningkat dari dua tahun sebelumnya, dan dikhawatirkan akan terus memburuk. Kondisi tersebut diperburuk dengan adanya beberapa permasalahan sosial yang terjadi akhir-akhir ini, seperti pandemi dan konflik regional.Â
Seperti yang disampaikan dalam pidato Antonio Gutteres seorang Sekretaris Jendral PBB Â pada Konfrensi Tingkat Menteri PBB yang membahas tentang ketahanan pangan mengatakan bahwa konflik di Ukraina, beserta konflik berkepanjangan yang terjadi di wilayah lain, perubahan iklim, pandemi Covid-19, dan adanya pemulihan yang tidak merata. Faktor-faktor lain seperti kemiskinan dan bencana alam tidak mentup kemungkinan akan timbulnya potensi peningkatan kasus kelaparan yang lebih buruk lagi.Â
Mengingat seriusnya dampak yang ditimbulkan dari kelaparan antara lain masalah kesehatan seperti  malnutrisi atau bahkan kematian  maka dari itu perlunya diusahakan upaya-upaya preventif yang mampu menekan tingkat kasus kelapran itu sendiri. Meskipun pada kenyataanya tidak ada satupun negara yang dapat kebal dari masalah kelaparan namun setiap negara terus berupaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Pemberantasan  Kelaparan termasuk ke dalam salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Develeopment Goals (SDGs) yang disepakati oleh para pemimpin dunia termasuk Indonesia. Tujuan untuk mengatasi kelaparan ini tertuang dalam SDGs No. 2 yaitu "Zero Hunger". Â
Dalam poin tersebut termuat adanya cita-cita untuk menyelesaikan kelaparan, terbukanya akses bagi setiap lapisan masyarakat untuk  mendapatkan nutrisi yang baik dan tercukupi (mengkahiri malnutrisi) serta adanya ketahanan pangan khususnya bagi masyarakat miskin dan rentan. Pembangunan berkelanjutan ini ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2030.Artinya tinggal tersisa 7 tahun lagi untuk mencapai SDG No.2 tersebut melihat apa yang terjadi saat ini, muncul keraguan untuk dapat mencapai tujuan tersebut dengan tepat waktu meskipun upaya untuk memeberantas kelaparan terus dilakukan.Â