Rumah kami tak jauh dari Simarjarunjung. Orang-orang di kampungku biasa menyebut tempat ini dengan sebutan: dolog, yang berarti bukit. Bukit Simarjarunjung terletak di ketinggian 1300 meter dari permukaan laut. Udara di sini dingin terutama di pagi dan malam hari. Bahkan di siang hari pun, kalau cuaca mendung, juga dingin.
Kalau kita mengetik kata "Simarjarunjung" di kolom Google search engine, maka dengan segera akan muncul ribuan gambar-gambar yang indah yang menggambarkan tentang Simarjarunjung. Mayoritas gambar atau foto yang kita lihat menampilkan juga pemandangan Danau Toba yang sangat indah dari lokasi bukit, yang biasanya dipotret oleh wisatawan lokal dan manca negara dari berbagai macam titik-titik yang ada di sepanjang jalan mengikuti jalan raya utama.
Biasanya para wisatawan lokal dan manca negara akan berhenti tak jauh setelah meninggalkan Urung Panei dan Sahala, dua buah kampung sebelum kita tiba di pinggang bukit. Kadang, ada juga para wisatawan yang berhenti di jembatan yang di bawahnya  sungai mengalir. Sungai ini tak jauh dari rumah kami. Anak-anak kampung biasanya memancing di sungai ini sepulang sekolah atau pada hari Minggu.
Kampungku berada di tepi jalan raya yang merupakan lintasan jalan raya wisata dari Brastagi menuju Parapat. Parapat adalah sebuah kota kecil, kota kecamatan yang terletak di tepi Danau Toba. Jarak antara kampungku dengan Parapat sekitar 45 km, dapat ditempuh dalam waktu satu jam naik kendaraan roda empat.
Kadang-kadang, kami juga menyaksikan para pesepeda, baik sendiri maupun berkelompok, melewati kampung kami. Mereka biasanya para turis lokal dan manca negara. Kemungkinan besar mereka naik sepeda dari Brastagi menuju Parapat.
Kadang, kalau ada pesta di kampungku, para turis, terutama yang berasal dari manca negara, mau juga singgah dan melihat suasana pesta. Mungkin mereka tertarik dan penasaran dengan acara yang sedang berlangsung ya?
Memang, para turis dari manca negara biasanya jauh lebih banyak di Pulau Samosir terutama di daerah yang bernama Tuktuk. Di sana sudah lama banyak terhadap hotel-hotel di mana para turis lokal dan manca negara senang tinggal dan melewatkan masa liburan mereka.
Aku tidak pernah liburan ke Pulau Samosir, apalagi menginap di hotel seperti para turis dalam negeri dan manca negara itu. Asal keluarga bapakku adalah dari Pulau Samosir. Jadi, sejak masih bayi pun, aku dan keluargaku sudah sering ke pulau itu. Kami biasanya menginap di rumah keluarga-keluarga kami yang masih tinggal di pulau itu. Jadi tak perlu menginap di hotel kan?
Bapak dan mamakku juga sering ke Pulau Samosir menghadiri berbagai macam acara adat Batak. Jadi, sering juga kami anak-anak ikut dalam acara-acara seperti itu walaupun kadang harus meninggalkan bangku sekolah. Memang seru kalau ikutan ke pulau itu. Kalau sempat, kami juga biasanya mampir ke Pasir Putih Parbaba, salah satu tempat wisata pantai di kampung asal kami di sana.
Aku bersyukur kampung kami merupakan tempat yang indah. Pemandangan ke berbagai penjuru mempesona apalagi ke arah Danau Toba. Dari wilayah perladangan penduduk di kampung kami, ke arah Danau Toba, pemandangan alam juga sangat indah.
Salah satu hal yang menurutku kurang menyenangkan adalah sistem pengelolaan sampah dari berbagai warung dan cafe yang berada di sepanjang jalan di dearah wisata itu. Mudah-mudahan para pelaku usaha, pemerintah dan penduduk setempat dapat menemukan solusi yang ramah lingkungan untuk mengelola dan mengurangi volume sampah, sehingga alam Simarjarunjung dan sekitarnya tetap asri dan lestari.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H