Mohon tunggu...
Nabiel Fakriyah
Nabiel Fakriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nabiel

Penulis Sejarah. Mahasiswa Universitas Indonesia Jurusan Ilmu Sejarah. Spesialisasi Sejarah Perang Dingin dan Sejarah Diplomasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bersatu untuk Hadapi Tiongkok di Laut China Selatan

12 Maret 2024   19:30 Diperbarui: 12 Maret 2024   19:42 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: istockphoto

Konflik pada Laut China Selatan (LCS) menjadi hasil klaim saling tumpang tindih dari negara-negara di wilayah tersebut. LCS menjadi jalur perairan strategis kaya dengan sumber daya alam dan jalur perdagangan penting. Negara seperti Tiongkok, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam mempunyai klaim dengan bagian wilayah ini. Tiongkok mempunyai klaim paling luas, dengan melakukan langkah agresif seperti membangun pulau buatan dan instalasi militer disana.

Langkah Tiongkok membuat ketegangan dengan negara-negara tetangga dan mengundang protes internasional. Konflik ini tentunya menganggu keamanan regional dan stabilitas global, tetapi selain itu berpengaruh pula pada kedaulatan Indonesia. Posisi kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan LCS sangat berdampak dengan kedaulatan Indonesia. 

Agar dapat menjaga kedaulatan Indonesia dari konflik LCS langkah-langkah strategis harus diambil, pertama dengan meningkatkan pertahanan laut Indonesia. TNI Angkatan Laut harus tingkatkan patroli pada wilayah Kepulauan Natuna, karena wilayahnya berbatasan laut langsung dengan LCS. Langkah tersebut menegaskan komitmen dan konsisten Indonesia untuk mempertahankan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, diatur pada UNCLOS 1982. Patroli dilakukan bukan hanya sekedar pengawasan, tetapi juga simbil nyata dari kesungguhan Indonesia untuk menjaga kedaultan wilayahnya di Laut China Selatan. Dengan tindakan ini, Indonesia tidak hanyak menegaskan klaimnya dengan wilayah tersebut, tetapi juga menunjukkan dunia negara ini dapat bersikap tegas dalam hadapi pelanggaran hukum internasional mengancam stabilitas regional. Maka dari itu, patroli laut instrumen penting upaya Indonesia dalam mempromosikan perdamaian, keadilan, dan ketertiban pada kawasan tersebut. 

Pasca langkah patroli laut, Indonesia harus menggunakan pendekatan kolaboratif dengan negara-negara tetangga yang mempunyai klaim serupa dengan wilayah LCS. Seperti negara-negara ASEAN yang mempunyai klaim wilayah di LCS melakukan patroli keamanan bersama untuk menjaga LCS dari klaim Tiongkok yang tidak sah sesuai dengan hukum internasional. Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk bertindak proaktif untuk atasi konflik di LCS, tanpa terjebak pada proses rumit di ASEAN. 

Indonesia dapat mengajak negara-negara ASEAN merasa mempunyai klaim dengan wilayah LCS untuk bersatu dalam menjaga kedaulatan dan keamanan pada wilayah tersebut. Melalui pendekatan ini, Indonesia tegaskan perannya sebagai pemimpin regional bertanggung jawab, sembari memperhatikan pula pentingnya kerjasama dalam kerangka ASEAN. Langkah ini dapat menunjukkan ASEAN dapat bergerak cepat dan efisien untuk menghadapi tantangan keamanan kompleks pada kawasan Asia Tenggara. Karena musuh bersama pada kasus LCS yaitu Tiongkok dengan membuat klaim diluar hukum internasional PBB. 

Peristiwa pencegatan kapal BRP Datu Sanday milik Filipina pada 22 Februari menjadi pelajaran pentingnya untuk bersatu dalam menjaga LCS. Dilansir dari Straits Times, kapal BRP Datu Sanday Filipina dilaporkan sedang melakukan pengiriman bahan bakar kepada nelayan di sekitar Scarborough Shoal, dan dihadang oleh Penjaga Pantai Tiongkok dan tiga kapal Tiongkok lainnya. Menurut laporan dari Manila, tiga dari empat kapal Tiongkok mendekati Datu Sanday hingga berjarak 100 meter. Maka pentingnya melakukan kolaborasi antar negara-negara sekitar LCS agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi. 

Selain upaya kolaborasi pada wilayah regional, Indonesia dapat mempertimbangkan untuk meminta bantuan kepada negara-negara besar, dimana memiliki kepentingan serupa untuk selesaikan konflik di LCS. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, dan Australia dapat menjadi strategi tambahan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam menegakkan kedaulatannya di LCS. Meskipun demikian, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati dan koordinatid dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia merupakan negara dengan politik luar negeri bebas aktif, tidak boleh terjebak dalam permainan kekuatan blok dan harus memastikan bahwa setiap kerjasama internasional tidak mengorbankan kemandirian dan kesejahteraan nasional. Dengan begitu, langkah untuk meminta bantuan kepada negara-negara besar tersebut harus sejalan dengan prinsip-prinsip diplomasi berkelanjutan dan tidak mengganggu stabilitas regional. 

Kesatuan wilayah ASEAN menjadi kunci agar Tiongkok tidak bertindak sewenang-wenang di LCS. Apabila terus bersatu, negara-negara ASEAN dapat memperkuat posisi mereka dalam tegakkan hukum internasional dan hadapi klaim tidak sah dari Tiongkok. Dengan kerjasama erat, negara-negara ASEAN dapat berikan tekanan politik dan diplomasi kuat kepada Tiongkok untuk hormati kedaulatan dan integritas wilayah negara-negara di LCS. Langkah ini penting untuk pastikan perdamaian dan stabilitas pada kawasan tersebut, dan menjamin kepentingan bersama negara-negara sekitar LCS dalam pengelolaan sumber daya alam dan jalur perdagangan laut vital. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun