Mohon tunggu...
Nabial C G
Nabial C G Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker/Penikmat Film/Pembaca buku/Penikmat hal-hal unik

Berbagi sudut pandang tentang film dari sisi penonton, dan berbagi banyak hal yang perlu diulas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menaikkan Cukai Rokok Bisa Menjadi Solusi atau Hanya Opsi?

13 November 2022   18:08 Diperbarui: 13 November 2022   18:12 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kilian Seiler on Unsplash   

Pemerintah Indonesia akan meningkatkan cukai rokok untuk tahun 2023-2024. Pemerintah akan menaikkan cukai hasil tembakau dua tahun kedepan sebesar 10 persen. 

Tidak hanya rokok kretek saja yang akan dinaikkan cukainya namun, rokok elektronik kena imbas kebijakan tersebut. Untuk rokok elektronik akan dinaikkan 15 persen  untuk diterapkan selama lima tahun kedepan.

Sepertinya pemerintah mulai berlaku ketat dan serius untuk menurunkan angka adiksi perokok di Indonesia. Perokok di Indonesia cukup tinggi, dan dikonsumsi dari berbagai kalangan, Tidak perlu data numerikal untuk mengetahui hal tersebut. Lihat sekeliling kita saja, anak-anak berseragam sekolah baik tingkat menengah akhir hingga menengah pertama merokok di pinggir jalan. 

Akses membeli rokok cukup mudah tidak ada peraturan ketat, anak dibawah umur bisa saja membeli rokok dengan dalih untuk Ayahnya atau pamannya. Belum lagi ada namanya rokok ketengan yang bisa dibeli satuan dengan harga yang cukup murah. Dengan modal RP 2000 saja sudah bisa mendapatkannya. 

Kegiatan merokok sudah mendarah daging dari masyarakat Indonesia. Tembakau tumbuh subur di Indonesia. Komiditi yang bisa ditemukan hampir di seluruh nusantara. Tanah Indonesia cukup baik untuk ditanami tanaman tembakau. 

Menaikkan cukai rokok bisa menimbulkan dua opsi yang mungkin saja bisa terjadi. Pertama masyarakat mulai sadar kalau rokok bukan kebutuhan primer. Dalam studi yang dilakukan PKJS-UI menjelaskan para perokok akan berpikir ulang untuk membeli rokok jika harganya tinggi. 

Dalam studi tersebut yang didapatkan dari wawancara dengan para anak jalanan mereka akan berpikir ulang jika harga satu batang rokok  naik 5 kali lipat. Hal ini sejalan dengan hasil studi Nurhasana dalam penelitiannya "Public Support for Cigarette Price Incrase in Indonesia" tahun 2022 menjelaskan jika 74 persen perokok ada niatan berhentik jika harga rokok naik menjadi Rp 70.000 per bungkusnya.  

Opsi kedua yang mungkin akan terjadi ialah alternatif rokok seperti Tingwe (Linting Dewe). Tembakau yang dibeli dari petani langsung yang dilinting dengan kertas rokok atau papir sebutannya. 

Opsi ini yang besar kemungkinan terjadi karena, tembakau yang dijual secara tradisional belum dikenakkan cukai oleh pemerintah. Harga tembakau rajang yang sudah siap pakai cukup murah Rp 35.00/100 gram dan kertas papir seharga Rp 5000 saja. Bisa dibuat menjadi lusinan rokok. Jika dibandingkan dengan harga rokok yang dijual pasaran dengan harga segitu hanya mendapatkan 1 bungkus rokok saja.  

Rokok memang masih dipersepsikan sebagai hal baik di Indonesia. Merokok masih sebagai media untuk rileksasi dikala jenuh, belum lagi kegiatan sosial masyarakat Indonesia masih lekat dengan rokok. Merokok sudah menjadi tradisi dan budaya bagi masyarakat kita. Cukup banyak masyarakat Indonesia yang memahami kalau rokok itu membuat candu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun