Kalimat tersebut aku suka karena selama aku hidup sering kali merasa adanya kesenjangan entah itu dalam ekonomi, sosial, bahkan kesenjangan berpikir. Saat membaca buku tersebut aku merasa dan sadar bahwa kita merasa berbeda cara bersikap karena memang memiliki perbedaan pengalaman.
Kita tidak akan pernah memahami orang yang galau saat putus cinta saat kita sendiri belum pernah merasakannya. Aku sadar ternyata membaca buku membuat ku sadar akan hal-hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasa memahami hal yang perlu aku pahami.Â
Dan ya sering kali aku membuka bukunya lagi untuk mengulang perasaan terbuka itu. Banyak tanda coretan dalam buku itu yang aku tandai. Pantas saja banyak orang yang gemar mengulang bacaan buku yang pernah ia baca. Mengulang bacaan buku rasanya mengembalikan rasa sadar kita saat mengetahu hal baru.Â
Ya memang istilah buku adalah jendela dunia tidak sepenuhnya salah itu benar. Akan tetapi kita tetap harus memilih jendela dunia mana yang harus kita buka.
Pertama kali membaca buku ini dan mendapati kalimat ini, juga memahami makna yang ingin disampaikan penulis, ada pintu yang terasa dibuka perlahan dipikiran saya, dan tentu rasanya melegakan pintu tersebut membuka suatu hal yang baru dan itu saya butuhkan.
Oleh karena itu saya sering mengulang bacaan buku saya yang sudah saya tandai, ya mungkin untuk mengulang momen dari pintu terbuka tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H