Mohon tunggu...
Nabela Maharani Pranadita
Nabela Maharani Pranadita Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Instagram & twitter : @nabelaamp

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kala Senja Menghampiri Wanita

19 Januari 2016   15:27 Diperbarui: 19 Januari 2016   15:27 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit senja berselimut mendung tipis, tampak gerimis lembut berjatuhan membasahi suasana senja yang masih belia. Lalu-lalang manusia menelusuri lorong jalan kehidupan. Kulangkahkan kakiku memasuki halaman masjid, penat terasa sekujur tubuhku. Kubasuh muka dan jiwa untuk bersujud kepadaNya. Kesejukan jiwa mewarnaiku. “Alhamdulillah” Kata ini yang selalu terucap dalam benakku setelah aku selesai menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba terhadap Rabbnya.

Duduk santai di serambi masjid melepas rasa penat setelah satu hari menjalankan aktifitas rutinku sebagai seorang karyawati kantoran membuatku terasa lebih rileks. Seorang wanita muda seusiaku duduk disebelah kananku, pertama dia tersenyum padaku, aku membalas senyumannya. Terlintas dibenakku begitu saja, aku mulai tertarik memperhatikannya, sekilas penampilannya tidak mencerminkan kalau dia seorang pekerja kantoran. Baju gamis serta jiblab besar yang menutupi disetiap lekuk tubuhnya, membuat sekilas orang terkesan kalau dia seorang ibu rumah tangga biasa. Dia membawa sebuah tas besar berukuran laptop, ini yang membuatku penarasan padanya. Ingin rasanya aku menyapanya dan menanyakan rasa penasaran ini. Tapi ada sedikit keraguan, aku takut menyinggung perasaannya. Oh, ternyata dia yang menyapaku terlebih dahulu.

“Assalamualaikum ukti.” Dengan senyuman dan suara yang lembut dia menyapaku. “Waalaikumsalam”. Aku membalas sapaannya dengan sebuah senyuman .

“Ukti kerja?” Dia kembali bertanya dan memualai pembicaraan.

“Alhamdulillah iya, dan anda sendiri kerja?” Kuberanikan diriku untuk bertanya, ini kesempatan untuk menjawab rasa penasaran yang sejak tadi meliputiku.

“Alhamdulillah tidak, baru dua jam yang lalu aku mengundurkan diri dari pekerjaanku.” Jawabannya membuatku lebih penasaran dari sebelumnya.

Aku kembali bertanya. “Emang kenapa, kok anda berhenti dari pekerjaan.” Kali ini pertanyaanku dia balas dengan senyuman, iya senyuman yang lembut membawa keteduhan jiwa yang melihatnya, aku mengenalnya baru satu jam lalu tapi terasa sudah begitu lama aku mengenalnya.

“Ukti sudah menikah?” Dia kembali bertanya, dan pertanyaannya membuatku terpojok dalam suatu kenyataan. Aku mengelengkan kepala tanda bahasa tubuhku dan berkata. “Belum.” Sepontanitas dia bertanya lagi. “Loh, kenapa ?” Peratanyaan yang tak bisa aku jawab dengan kata-kata, mulutku diam dan membisu, aku hanya bisa menjawab dengan sebuah senyuman dibibirku.

“Ukti, tahu kenapa aku berhenti bekerja? Itu karena suamiku. Aku menikah dengannya karena agamanya, dulu kami satu kampus waktu kuliah, Cuma beda jurusan. Cinta kami bersemi begitu indah semakin hari bibit cinta dihati kami tumbuh kian subur, bagaikan tanaman yang tumbuh di tanah yang gembur dan mendapatkan pupuk yang cukup. Setelah lulus kuliah kami tak buang waktu lagi, dia melamarku dan kami pun menikah. Waktu itu kami belum bekerja, maka kamipun berusaha mencari pekerjaan. Tapi, nasib kami memang berdeda aku segera mendapatkan pekerjaan semantara suami sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan yang layak baginya, selama ini dia bekerja apa adanya, dia bekerja sebagai pedagang sayur keliling yang penghasilannya seper sepuluh penghasilanku setiap bulannya. Tapi sudah menjadi janji kami, untuk saling setia, dan aku menemaninya apa adanya. Hidup terus berjalan dan dilema hidup itu pasti ada di setiap anak manusia. Waktuku banyak tersita di luar rumah karena tuntunan pekerjaanku, sedangkan suamiku ada di rumah. Maka dialah yang banyak mengerjakan pekerjaan yang ada di rumah, pekerjaan rumah yang mestinya aku kerjakan dia yang mengambil alih. Sudah menjadi komitmen kami untuk saling membantu dalam urusan rumah tangga, maka dia pun mengerjakannya dengan ikhlas tanpa beban

Dia Farida nama temanku yang baru aku kenal bebarapa saat yang lalu menceritakan apa yang sedang terjadi pada dirinya dengan gamblang.Rona merah menghiasi senja diujung langit tampak indah, seolah menyapa membawa angan dan asa menyambut malam sejuta rasa. Hujan gerimis yang sejak tadi menghiasi langit senja kini telah reda. Tak terasa hampir tiga jam kami duduk di serambi masjid, aku mendengarkan ceritanya seperti novel yang ia bacakan padaku. Menyimak kata perkata yang keluar dari relung hatinya dengan seksama, dia mulai melanjutkan ceritanya.

“Dua hari yang lalu, suamiku sakit disaat yang sama aku juga sakit, tubuhku terasa sakit semua mungkin karena kecapekan. Ketika aku sedang berbaring, terdengar suara suamiku dari ruang tamu memanggilku, dia ingin diambilkan satu gelas air putih. Karena aku merasa aku juga sakit, maka aku menyuruh untuk mengambil air minum sendiri, dan aku pun berkata padanya kalau aku pun sama sakit. Waktu itu malam semakin larut dikesunyian malam tertidur lelap, aku terbangun jam 1 malam, aku baru ingat saat itu aku belum sholat isya’. Maka aku pun segera mengambil air wudlu, ketika aku melewati dapur, semua piring kotor sudah bersih semua dapur pun tampak bersih, ini semua suamiku yang mengerjakan dalam kondisi sakit, tak terasa air mataku pun jatuh menetes membasahii kedua pipi ini. Ya Allah apa yang telah hamba lakukan terhadap suami hamba, begitu dholim kah hamba ini ya Allah, dia punya hak atas diri hamba. Hamba pun punya kewajiban atas dirinya, tapi mengapa hamba menjadi seperti ini ya Allah.” Aku melihat ada kesedihan dan penyesalan yang mendalam pada dirinya. Dia menghapus buliran air mata yang membasahi kedua pipinya. Lalu dia pun menceritakan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun