Mohon tunggu...
ranny m
ranny m Mohon Tunggu... Administrasi - maroon lover

Manusia dg keberagaman minat dan harap. Menjadi penulis adalah salah satunya. Salah duanya bikin film. Salah tiganya siaran lagi. Salah empatnya? Waduh abis dong nilainya kalo salahnya banyak hehe..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Anak-anak dan Pahatan Memori yang Kekal

14 April 2016   11:37 Diperbarui: 14 April 2016   14:56 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Preambule.

Sejenak tentang anak-anak yang sangat berkesan. Pernah suatu waktu, ketika class meeting setelah ujian akhir semester. Jadi ceritanya ada perlombaan antar kelas. Biasanya anak-anak akan semaunya saat seperti ini. Ketika yang putra tanding futsal biasanya yang putri ngerumpi atau asyik main di kelas. Begitu sebaliknya, ketika yang putri tanding maka yang putra akan sibuk main catur atau jajan. Yah begitulah. Maka pagi itu sebelum lomba dimulai, aku sampaikan pada anak-anak untuk saling mendukung. Jika yang putra sedang tanding, yang putri jadi supporter di pinggir lapangan ngerti nggak ngerti sama sepakbola. Maka ketika mereka main, aku yang memang aslinya suka sepakbola langsung mengajak anak-anak putri turun ke lapangan nonton futsal. Kelas harus kosong. Lalu ketika mereka kalah, aku langsung memprovokatori mereka untuk tenang dengan langsung mengangkat tangan bertepuk tangan sembari mengatakan “Nggak pa-pa, nggak pa-pa.” dan diikuti oleh anak-anak putri. Begitu juga ketika anak-anak putri sedang lomba, kuminta anak-anak putra untuk menyaksikan dan memberikan support.

Lalu tibalah hari terakhir class meeting. Giliran gurunya yang lomba. Oh God, You know that aku nggak bisa olahraga. Payah banget kalo urusan olahraga. Dan taraaaaaa! Lomba untuk ibu-ibu guru adalah bola tangan. Sejenis voli tapi peraturannya cenderung lebih sederhana. Dari awal aku tidak berminat. Aku selalu mengatakan “Aku nonton aja ya.” Lantas semua guru melihat ke arahku dan aku menyadari bahwa itu berarti paksaan untukku mengikuti pertandingan. Alhasil aku memilih posisi kiri belakang. Aman pikirku. Bola akan lebih sering ke depan atau ke tengah. Biasalah yang main kan ibu-ibu. Kulihat beberapa anak kelas lain ada yang berkumpul dekat gurunya. Aku sudah mengintruksikan anak-anakku untuk main saja di lapangan atau di kelas. Bebas pokoknya. Dengan harapan tak ada yang menyaksikan “kebodohanku” main bola tangan.

Wasit sudah masuk lapangan. Ketua tim sedang diminta menentukan bola pertama di tangan tim yang mana. Kulihat anak-anakku ada yang sedang main futsal, beberapa lainnya sedang berlari menuju kelas. Aman pikirku. Mereka sedang asyik sendiri. “Priiiittttt”. Bunyi peluit menggema di lapangan menunjukkan bahwa pertandingan dimulai. Kulihat murid-muridku yang tadi berlari ke kelas, sedang berlari ke lapangan membawa kertas-kertas dan seketika berada di sampingku. Kertas apa itu? Kertas bertuliskan “Go Bu Ran” atau “Bu Ran Pasti Bisa”. Ehlah ini siapa yang ngajarin?

“Eh apaan ini? Udah-udah main aja sana.” Pintaku pada mereka

“Ya nggaklah Bu. Ibu kan udah support kami pas kami tanding. Sekarang gantianlah kami yang support Ibu.”

Aku terharu. Iya sih gantian. Iya sih kalian tanding. Tapi Ibu kan nggak tanding. Ibu cuma ngerame-ramein aja. Dududuuuw so sweet yah anak-anakku.

***

Yang datang pasti akan pergi. Yang hidup pasti akan mati. Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Udah 3 kali sih resign dan pisah sama rekan-rekan kerja. Tapi you know,ini yang sangat menyakitkan. Pisah sama temen-temen sih biasa. Tapi pisah sama anak-anak? Woh aku nggak pernah-pernahnya nangis gitu-gitu amat. Kemaren pecah!! Nangis tersedu sedan.

Wafiq. Anak putri ini anak yang pendiem di kelas, hemat bicara, cenderung kalem, sederhana, kalo makan seringnya ditutupin setengah. Tapi bukan berarti ga ceria. Dia seneng main. Kalo mentok nggak bisa matematika,dia akan maju ke mejaku dan nanya. Wafiq yang pendiam. Bener-bener surprise ketika suatu hari ada anak laki yang nangis karena nggak sengaja kena lempar bola dari Wafiq. Dia nggak sengalem yang lainnya. Kalau yang putri-putri itu kan senengannya cerita dan narik-narik aku atau minimal rebutan duduk sampingku. Dia biasa aja. Jadi nggak nyangka ketika kemarin Ibunya cerita.

“Bu Ran, kemarin Wafiq ngerayu-ngerayu aku untuk minta uang extra.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun