Karya sastra merupakan salah satu wadah untuk menuangkan pemikiran kita terhadap suatu permasalah di sekitar kita. Sastra lahir dengan adanya pemikiran khusus dari seorang penulis. Ayu Utami adalah penulis yang memiliki pemikiran khusus terhadap karya yang ia tulis. Termasuk ke dalam satrawan angkatan 2000-an, Ayu Utami mulai dikenal sebab novelnya yang berjudul Saman sebagai pembaharu dunia sastra Indonesia. Saman merupakan novel dari Ayu Utami yang terbit tahun 1998. Novel ini banyak mengundang kontroversi karena membahas seks dan mengaitkannya ke nilai tradisional. Novel ini juga dianggap tabu, tapi gaya kepenulisan Ayu Utami menjadi pelopor ‘sastra wangi’ yang kemudian diikuti oleh sastrawan perempuan lainnya.
Isu tentang gender tidak terlepas dari budaya partiarki yang membuat pandangan masyarakat terhadap perbandingan peranan laki-laki dan perempuan. Budaya pertiarki adalah keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari perempuan (Pinem, 2009). Pada masa reformasi di Indonesia banyak sekali sastrawan yang membahas tentang kesetaraan gender untuk menunjukkan bagaimana perempuan berperan dalam kehidupan. Ayu Utami menjadi salah satu sastrawan yang mengangkat permasalahan gender dengan cara yang berbeda. Pada novel Saman yang terbit bersamaan dengan semangat kebebasan reformasi, menggambarkan perempuan yang dapat hidup mandiri tanpa harus mengadalkan sosok laki-laki. Ayu Utami menggambarkan keempat tokoh yang memiliki karakter berbeda di setiap tokohnya. Keberanian perempuan melakukan pemberontakan atas aturan yang mengikat memberi pandangan baru tentang posisi perempuan.
 Mengangkat isu permasalahan perempuan, Saman mendapat sambutan hingga menjadi karya unggulan pada masanya. Novel Saman juga mendapat memenangkan sayembara roman terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1998 menjadi awal karir dari seorang Ayu Utami. Kelantangan Ayu Utami dalam menyuarakan pandangannya mengenai perempuan menjadi suatu kelebihan yang ia miliki. Ayu Utami dikenal debagai pengarang novel Saman sebagai contoh dengan ciri keterbukaan baru yang membicarakan tentang seksualitas.
Seksualitas adalah cara kita memandang dan mengekspresikan diri kita sebagai makhluk seksual (Rathus, 2009). Seksualitas merupakan label yang diberikan masyarakat bersifat cair dan tidak tetap. Seksualitas menjadi hal yang tabu untuk dibahas secara terbuka. Namun, Ayu Utami mendobrak paragdima dengan membuat novel Saman. Novel ini membuat kita melihat sisi gelap dari seksualitis yang sering dianggap tabu karena digambarkan secara terbuka oleh Ayu Utami. Dengan empat tokoh perempuan yang diciptakan oleh Ayu Utami berisi gambaran kehidupan dan linggungan pada saat itu.
Tokoh utama pada novel Saman menjalani kehidupan seksual secara bebas. Saman dengan ketidakpedulian terhadap perkawinan dan kegelisahan seksual oleh para tokohnya menjadi pendobrak atas nilai patriarkal yang ada pada masyarakat dan terhadap norma sosial yang ada dan berani melawan tabu yang menjadi magma terpendam yang sarat dengan konvensi.
Barangkali saya letih dengan segala yang menghalangi hubungan kami di Indonesia. Capek dengan nilai-nilai yang kadang terasa seperti terror. Saya ingin pergi dari itu semua dan membiarkan hal-hal yang kami inginkan terjadi. Mendobrak yang selama ini menyekat hubungan saya dengan Sihar, Barangkali. (Utami, 2006)
Pada novel ini juga menunjukkan perbedaan atmosfer yang terjadi antara New York dan Indonesia. Di New York yang terasa seperti tidak memperdulikan apakah seseorang masih perawan atau tidak dan apakah perempuan sudah menikah atau tidak. sedangkan di Indonesia yang negaranya masih menganut sistem patrilineal yang mengatakan bahwa perempuan lemah dan harus terus mengalah.
Lalu aku melobi mereka agar tidak memaksaku mengenakan nama ayahku dalam dokumen-dokumen, sebab kami tak punya konsep itu. Dan kukira tidak perlu. “Tapi tak mungkin orang cuma mempunyai satu kata, kata mereka. Atau, barangkali aku ini bukan orang? Lalu aku terpaksa kompromi, sebab jangan-jangan aku memang bukan orang padahal aku betul-betul ingin melihat negeri mereka. First name: Shakun. Family name: Tala (Utami, 2006: 138).
Penolakan tokoh menunjukkan pemberontakan terhadap sistem partiarkal, yaitu perempuan adalah milik laki-laki dengan pemakaian nama ayahnya di namanya. Tokoh mengatakan jika ia ingin bebas hidup tanpa harus dihantui oleh bayang-bayang dari seorang ayah. Kebencian dirinya terhadap seorang ayah adalah ketidakberdayaan dirinya menentang sisitem partiarkal. Hal ini membuat perempuan terkengkang dan tidak bebas.
Saman hadir untuk memperjuangan hak-hak wanita dengan menetapkan kesetaraan gender sebagai salah satu bentuk protes terhadap sistem partiarki di Indonesia yang telah mereduksi kebebasan perempuan. Munculnya banyak sastrawan perempuan yang mengangkat isu tentang peranan perempuan, fenomena ini menjadi hal baru dalam dunia satra yang selama ini didominasi oleh pemikiran tentang dunia laki-laki saja. Fonomena ini juga tidak terlepas dari perjuangan perempuan dalam memperjuangkan kedudukannya. melalui karya sastra, perempuan mulai mengungkapkan pemikiran atau ide feminis melalui tokoh. Dengan demikian, sastrawan perempuan membuka wacana baru penafsiran karya sastra yang kemudian dikenal dengan istilah kritik sastra feminis.
Referensi: