Tidak masuk di akal ketika banyak nama-nama yang mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2014, sedangkan pasangan partai yang diperkirakan bersaing hanya tiga pasang. Pengecilan pasangan yang maju itu berdasarkan hasil hitung cepat pemilu legislatif yang sama imbang dan tidak ada partai yang paling dominan. Pupus sudah harapan para tokoh capres 2014. Agak heran saja, mengapa mereka kok mau mencalonkan diri jadi presiden? Jawabnya para pengamat politik, jika tidak jadi presiden ya paling tidak jadi mentri.
Satu partai saja memiliki banyak tokoh yang diadu kepopulerannya seperti partai Demokrat dengan segudang tokoh. Ada Dino Patti Djalal, Ali Maskur Musa, Marzuki Ali, Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Gita Wirjawan, Haryono Isman, Pramono Edi Wibowo, Irman Gusman, Sarundajang, dan Sutarto. PKB dengan tiga tokoh pentolannya (Mahfud, JK dan Rhoma) yang bisa saja didepak seperti Gus Dur dulu oleh ketum Muhaimin Iskandar. Sebagaimana kabar berita yang akhir-akhir ini santer dibicarakan bahwa Muhaimin pun ingin maju juga. PPP dengan tujuh nama bakal capres seperti Suryadharma Ali, Khofifah, Din Syamsuddin, Isran Noor, Jimly Asshiddique diantaranya tokoh yang berada di partai lain.
Belum lagi satu partai mengeluarkan satu calon tokoh capres yang siap diadu, PDIP dengan Jokowinya, Gerindra dengan Prabowonya, Hanura dengan Wirantonya, PBB dengan Yusrilnya, PAN dengan Hatta Rajasanya, PKS dengan Anis Mata-nya Nasdem dengan Surya Palohnya dan Golkar dengan ARBnya. Partai-partai itu semua hanya mencari simpati dengan memamerkan tokoh-tokoh agar dilirik namun sebagian besar terbilang gagal.
Jokowi yang katanya bakal mendongkrak partai PDIP ternyata gagal juga, Konvensi Demokrat yang katanya bakal mendongkrak Partai Demokrat juga gagal. Wiranto dengan tiga stasiun media TV-nya juga melempem tak bertaring. PPP dengan basis massa Islam yang tidak hanya dari NU saja  dapat tambahan satu persen dari pemilu 2009 juga masih kalah suara. Kiranya hanya dua partai saja yang diuntungkan dari hasil hitung cepat itu yaitu Gerindra dan PKB. Itu pun masih membutuhkan koalisi dengan partai-partai lain.
Sebetulnya kalau ingin mengamati para tokoh dari berbagai macam partai itu semuanya absurd tidak jelas antara batasan partai dengan partai lain. Hanya tiga tokoh kuat saja yang bakal diadu di pemilihan umum presiden 2014 yang semuanya mencari-cari pasangan. Jokowi, Prabowo dan ARB semuanya bingung kepalang cari pasangan untuk menimbang-nimbang padahal calon tokoh pilihan begitu banyak.
Kesemuan koalisi sangat terlihat ketika tokoh alumni militer yang menguasai beberapa partai. Seperti Surya Paloh, Prabowo, Wiranto dan Abu Rizal Bakrie (pengusahawan) yang dulunya satu partai namun berbeda koalisi. PKB dan PPP yang juga memiliki kesamaan berebut suara namun berbeda koalisi. Jokowi dengan PDIP-nya pun mencoba mendekati ketua umum PBNU yang juga basisnya suara dua partai. Semantara PAN dan PKS yang juga ada kesamaan pandangan dibandingkan dengan PPP dan PKB. Belum lagi tokoh-tokoh  Golkar alumni militer seperti Prabowo, Surya Paloh, dan Wiranto semuanya bisa saja balik ke pangkuan ARB. Bisa juga mendukung Jokowi atau Prabowo yang dihitung secara jeli oleh para pemangku kepentingan partai.
Namun entah mengapa potensi kesamaan diantara partai-partai, mereka saling tumpang tindah dalam mendukung tiga pasangan capres. Contohnya PPP saat ini lebih condong ke arah Gerindra, PKB lebih condong ke arah PDIP. Padahal kedua partai ini memiliki basis massa Islam tradisionalis juga. PAN lebih condong ke arah Demokrat yang mana sangat dekat dengan Golkar, semantara PKS lebih ke arah yang mencoba jaga jarak menjadi oposisi atau dekat dengan PPP dan Gerindra. Dalam partai Gerindra sendiri ada menantu dari anak keluarga besar Gus Dur.
Ini menandakan dari setiap partai memiliki orang-orang yang dianggap penyakit yang menjadi musuh dalam selimut di setiap partai. Secara keseluruhan partai tidak satu suara yang akhirnya membuat bingung partai itu sendiri, belum ada kesolidan antar partai. Dalam kubu partai saja banyak kepentingan dari para tokoh partai, apalagi tokoh antar partai, pasti lebih kompleks permasalahannya. Mungkin masalah inilah yang membuat Indonesia lamban untuk maju lebih cepat semuanya penuh dengan kepentingan. Sudah saatnya menyamakan kepentingan para tokoh dalam satu partai sehingga tidak terjadi partai yang ambigu dan semu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H