Ilustrasi - burung (kfk.kompas.com/ompong)Aku pulang, Tuan, mencicit lemah di pintu Sangkar-Mu. sebab sarang tempat menjalin cinta telah dirobohkan oleh kebengisan. Sebab hutan tempat merajut hidup, pohonnya telah ditebang dibabat hingga ke akar.
Aku kembali, Tuan, membawa kekalahan. karena hidup mesti edan agar jadi pemenang. Sebab angin ribut di luar dan polusi udara telah mengacaukan isi kepala dan perutku.
Bukakan pintu, Tuan. Di luar kekejaman bertopeng persaudaraan. Kesesatan didandani logika akal-akalan. Penipuan bukan lagi barang baru. Tak ada lagi harga bagi rasa malu. Bukakan pintu, Tuan!
Lebih baik aku jadi burung rumahan yang jinak yang mengabdi pada Tuan. Daripada jadi garuda yang gagah tapi jadi pajangan yang dipatungkan.
Biar aku saja yang berdendang, Tuan. Menggantikan deru knalpot dan kontes suara biduan. Biar aku kau tawan, tapi jiwaraga merdeka. Daripada terbang bebas, tapi lupa jalan pulang. Hidup jadi menyalahi kodrat dan asal-asalan.
Bukakan pintu, Tuan, aku pulang, membawa kekalahan!
Â
10/05/36
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H