(Busyet, cari di Qur’an aja keblinger, apalagi di enam kitab hadis)
Yasudah, di hadis pun tidak ada perintah merayakan Hari Ibu. Kalo perintah untuk menghormatinya, banyak. Yang paling terkenal hadis riwayat Abi Hurairah yang: man ahaqqu an-naas bi husni shohaabatii…. dst itu. Intinya, bakti kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada bapak.
(Tuh, bener dong Hari Ibu itu bid’ah. Di Qur’an dan Hadis saja tidak ada perintahnya)
Kalau kalian golongan yang telah termakan jargon ‘kembali ke Qur’an dan Hadis’, silakan berpendirian demikian. Tapi, saya akan kasih pertimbangan yang kedua yaitu Fatwa MUI. Kenapa mesti MUI? Ya, karena lembaga ini, konon, paling otoritatif soal fatwa di negeri ini. Kalo cuma NU atau Muhammadiyah sih, kecil. Terlebih lagi, sekarang sudah ada yang mengawal fatwa MUI, lho.
Ternyata, eh ternyata, MUI pun belum berfatwa soal ini. Jadi gimana dong?
Terpaksa kita mesti berkiblat ke Saudi Arabia. Kenapa? Karena agama Islam datangnya dari Arab. Jadi, yang namanya Arab itu Islam dan Islam itu Arab; segala hal yang berbau Arab itu pasti Islami; sesuatu yang Islami pasti baik. Bener, gak? Masa, mereka bisa salah sih dalam menetapkan suatu perkara.
Berdasarkan dalil Wikipedia yang saya dapati, diketahui bahwa Saudi Arabia pun merayakan Hari Ibu. Mereka merayakannya di tanggal 21 Maret. Jreng-jreng… Ternyata Saudi Arabia juga melaksanakan bid’ah. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H