Bagi saya, memahami filsafat Nur Muhammad adalah yang paling sulit. Alasannya jelas, dari konsep Nur Muhammad (NM) inilah kita bisa berkenalah dengan teori emanasi Ibnu Arabi, teori Wahdatul Wujud Al Hallaj, Insan Kamil Al Jilli, Manunggaling Kawula Gusti Siti Jenar bahkan Dewarucinya Sunan Kalijaga. Dari konsep NM inilah kita bisa menapaki jalan kesufian yang bagi masyarakat awam agak rumit dipahami. Namun, ulama-ulama tasawuf  banyak yang setuju atasnya, misal Abdul Qadir Al Jilani, Jafar al Barjanji, Nawawi Albantani, Tremasi dan ulama-ulama Nusantara lainnya walau tak sedikit menolaknya.
Alasan menolak karena konsep NM termasuk Tasawuf falsafi yang penuh dengan kedalaman materi yang sulit dipahami orang awam. Kajiannya terlihat mistik dan banyak dikaji oleh kelompok muslim Syiah. Jika salah saja memahaminya, maka bisa tersesat. Maka kajian NM hanya bisa dibahas bersama mereka yang sedang suluk, dengan intelektual yang terbuka pada kajian spiritual, atau dengan mereka yang ingin memahami tasawuf dengan terminologi yang sulit dan belajar tanpa menyalahkan terlebih dahulu.
NM pertama kali lahir dari kajian Syeikh Muqatil bin Sulaeman al Balhi Afganistan dalam Tafsir Al Kabir. Dari kajian ini muncul istilah "Nur Muhammad", "Nur Mustafa", "Nur Huda". Beliau menafsirkan QS Annur: 35 tentang "misbah" yang mengikuti kata "nurun 'ala nur" hingga muncul kata nurun fauqa nurin. Setelah itu muncul kajian Syeikh Sahil Al Tustari dari Persia yang mendalami kata ini. Beliau menyimpulkan bahwa sebelum Allah menciptakan apa-apa, Dia menciptakan Nur Muhammad. Dari NM ini, lahir ranting-ranting penciptaan makhluk lain termasuk alam semesta. Artinya, NM adalah sumber penciptaan. Beliau pun menafsirkan Al A'raf 72 tentang "alastu birobbikum, bala sahidna" yang menjawab saat itu adalah NM bukan ruh lain.
Kajian Syeikh Tustari dilanjutkan oleh murid briliannya yaitu Husein bin Mansyur Al Hallaj. Baginya, NM adalah sumber makrifat karena NM merupakan tajallinya (manifestasi) Allah untuk makhluk-Nya. NM bukanlah Nabi Muhammad secara person, dia juga bukan Allah tapi perwujudan Allah yang bisa dikenali manusia. Seorang yang diberi anugerah NM akan menjadi Nabi dan seorang yang mencapai NM maka dia jadi seorang wali. Seorang wali akan menyatu dengan NM sehinggal lahir konsep wahdatul wujud, menyatu dengan Allah karena sudah mencapai Nur Muhammad secara utuh.
Konsep Alhallaj didetailkan oleh Ibnu Arabi. Dengan teori Emanasinya bahwa Allah itu "fanafaho min ruhi" meniupkan ruh-Nya. Maka setiap makhluk memiliki ruh dari Allah yang sejatinya bersumber dari Nur Muhammad sebagai sumber. Allah merupakan khazanah yang tersembunyi, maka beliau menampakan diri melalui NM agar dikenali makhluk-Nya. Sehingga cahaya ruh itu bergelombang memiliki level masing-masing yang akan jadi konsep NM secara umum. NM berkembang menjadi makhluk lainnya dengan level yang berbeda yang kemudian levelnya disebut alam.
Murid Ibn Arabi, Syeikh Abdurahman Al Jilli melengkapi konsep NM dari gurunya melalui konsep Insan Kamil. Beliau menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah manifestasi Allah sebagai perwujudan insan kamil. Maka, insan kamil memiliki 3 level: (1) Bidayah yakni mengenal Allah melalui asma dan sifat, (2) tawasuth yaitu mengenal Allah melalui sisi kemakrifatan dan (3) puncak, yaitu merealisasikan sisi ketuhanan secara utuh. Maka seseorang yang ingin sampai kepada Allah, dia harus mengikuti jalan-jalan yang ditempuh Nabi Muhammad, karena dia lah aktor utama di Alam sebagai tokoh insan kamil yang paling utama. Adam sebagai abu al jasadi, bapaknya jasad sedang Muhammad sebagai abu al ruh (biangnya ruh).
Untuk memahami NM sebagai pemikiran tasawuf, maka mesti memahami tiga pikiran penciptaan. (1) penciptaan "kun fayakun", di sini Allah menciptakan dengan kehendak dan niatnya. Jika tidak "kun" maka tidak fayakun. Artinya semua makhluk mesti dimantrai "kun" agar eksis. Konsep ini jika diterapkan pada NM, maka NM adalah bahan dari penciptaannya. Semakin bahannya dominan semakin lahir makhluk kebaikan. Semakin minor maka semakin jadi makhluk yang penuh dengan kejahatan.
(2) penciptaan faiz atau emanasi di mana Makhluk alam semesta adalah pelimpahan NM yang terus melimpah dan berjenjang. Maka disini akan lahir alam-alam yakni (a) alam Hahud atau alam yang hanya Allah yang tahu. (b) alam Yahut atau alam Wahdah di mana NM ini ditiupkan. NM sebagai sumber dari penciptaan. (c) alam Lahut atau Wahdaniyah di mana Allah dan NM melimpahkan cahayanya sebagai potensi untuk penciptaan mahluk lainnya. (d) alam Jabarut atau Wahidiyah di mana mahluk-mahluk lahir dalam bentuk ruh. (e) alam Malakut di mana ruh tadi berubah jadi jiwa tapi masih dalam bentuk inmateri. (f) alam Nasut adalah alam di mana jiwa yang inmateri itu dimasukan pada bentuk jasad yang sudah disiapkan.
(3) penciptaan tajalli di mana Allah menciptakan NM untuk dikenali sehingga lahir hadits Qudsi "Laolaka Ya Muhammad, ma khalaktu aflaq" jika saja Aku tak menciptamu (NM) maka takan aku ciptakan alam semesta ini. Artinya Allah bertajalli melalui makhluknya agar bisa dikenali, jika makhluknya tak mau mengenali maka Allah tidak meridhainya. Dalam konteks ini, Muhammad bukanlah manifestasi Allah sebagaimana interpretasi kristen atas nabi Isa. Menurut Syeikh Nawawi Albantani, selama NM ini adalah makhluk, maka meyakininya bukanlah kecacatan dan kesyirikan. Jika NM adalah sumber kehidupan maka secara historis berdampak bahwa klimak kehidupan ada pada masa Rasulullah Muhammad sebagai aktor utama, dan setelahnya maka alam semesta berakhir, karena Jagoannya telah selesai. Maka disebut Khatamunnabi dan akhir zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H