Banul Jan yang menghuni bumi sebelum Homo-Sapiennya Nabi Adam harus pasrah pada keputusan Allah. Karena merusak dan menumpahkan darah, mereka didaulat untuk diganti oleh mahluk lebih sempurna bernama manusia.Â
Dua kata yufsidu dan yasfiqu dima adalah alasan Keturunan Jin ini mesti mengalah pada manusia. Mereka dimurkai Allah sehingga berlarian menjauh manusia dari tempat indah di bumi. Lari ke laut, ke gunung, ke rawa dan tempat angker lainnya. Setelah deklarasi Allah untuk Adam, jadilah khalifah bumi itu manusia dan meraih kemenangan kontestasi dengan lelompok Banul Jan.
Namun malaikat tahu. Jenis homo-sapien ini pun tak beda jauh. Mereka merusak dan juga suka perang. Ada ego kemanusiaan yang tak pernah padam. Apalagi sang Imam Banul Jan bernama Ijazil sudah sumpah serapah tak akan biarkan Allah ridha pada keturunan Adam yang meleceh dirinya. Api harus sujud pada tanah. Ini penistaan baginya.Â
Namun sudah default instalannya ego, manusia memang punya sisi nafsu yang mudah dikendalikan anak cucu syetan itu. Maka tak heran, demi memperebutkan kuasa, manusia saling menumpahkan darah. Demi kekayaan mereka merusak alam. Demi harkat mereka menebar kebencian. Demi tahta mereka hunuskan pedang atau siapkan nuklir untuk meluluh lantahkan lawan.
Itulah manusia. Selalu lupa akan hakikat hidupnya. Berpendidikan tapi tak terdidik. Tahu akhlak tapi tak berakhlak. Berteknologi tapi untuk saling mengalahkan. Mereka lupa bahwa ujung dari agama adalah memuliakan khaliq dan makhluq. Ujung dari ilmu pengetahuan adalah kemanusiaan.Â
Ujung dari kuasa adalah kebaikan sesama umat. Sejarah panjang manusia telah menunjukan bahwa tak ada yang lebih penting dari kemanusiaan, alam dan ketuhanan. Tak ada yang penting dari kehidupan kecuali harmoni dan menikmati alam dalam kesyukuran. Jika perang adalah logika, maka ia logika sesat dan menyesatkan. Jika saling bunuh adalah logika mengenyangkan nafsu angkara, maka ia adalah logika cacat.
Agama lahir untuk merenda jalan kemanusiaan yang benar. Ia manual book yang ditulis Tuhan untuk ciptaan-Nya. Humanity adalah puncak dari kehidupan di bawah agama dan di atas politik. Kebohongan besar jika agama digunakan untuk meneror manusia.Â
Nasionalisme boleh asal tak mencederai hidup dan kehidupan. Demokrasi boleh karena itu pilihan asal social justice dan kesetaraan diaplikasikan. Jika pikiran militer adalah tentang perang dan kemenangan, maka janganlah mereka berkuasa. Jika fasisme selalu menggunakan kekerasaan untuk berkuasa, janganlah ada kesempatan mereka untuk tumbuh.Â
Jika demokrasi hanya jadi dagangan mereka yang bersikap double standar, kita pun mesti memikirkan ulang kiblat tata negara kita. Jika pun agama dibelokan jadi teror kemanusiaan, tentu ada logical fallacy dalam ajarannya. Kita harus merenung segalanya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H