Tentang Emansipasi
Kartini, atau lebih agung dengan sebutan Srikandi Indonesia. Sosok perempuan pejuang hak yang begitu dipuja dalam sejarah perjalanan bangsa. Tapi tak banyak yang mengenalnya secara mendalam, namun itu tidak begitu penting kiranya. Kemauan, dan nilai kejuangan yang tumbuh dalam diri seorang Kartini, dijadikan titik tolak dan awal sebuah istilah yang dikenal dengan emansipasi.
Terminologi yang begitu melekat dalam diri perempuan zaman ini. Bahkan apapun, akan diberi ruh emansipasi oleh mereka untuk medapat ruang gerak yang luas layaknya laki-laki. Hebat memang, dan sangat pantas diberi penghargaan yang begitu tinggi. Perempuan zaman ini telah ikut berbuat dan mengatur segala lini kehidupan bermasyarakat. Perempuan kita telah mampu menyaingi kapasitas laki-laki dalam segala hal yang selama ini dirasa pincang.
Namun, di zaman maju dengan segala bentuk iklim globalisasi ini, turut pula mendegradasi nilai-nilai yang sesungguhnya ada dalam kodrat yang diamanahkan Sang Pencipta. Kita lihat di berbagai komunitas, lahir tokoh-tokoh dan aktivis perempuan yang kadang sampai pada titik puncak kepemimpinan, mulai dari tingkat kepengurusan terendah, sampai pada tingkat sosial tertinggi. Dan semua yang berawal dari emansipasi itu kadang berakibat pada terlalaikannya kodrat ilahiyah yang sejati. Perempuan yang begitu tinggi nilainya di mata Tuhan, menyematkan diri pada ruh emansipasi yang kadang dangkal makna dan tanpa pendalaman yang matang.
Wahai para Aktivis Perempuan
Kiranya pantas pula di hari emansipasi dirimu ini diperingati, kau kembali pada renungan berbalut AsmaNya yang tak pernah lupa untuk meninggikan derajatmu. Kau adalah seorang perempuan yang ditakdirkan untuk mendampingi makhluk, yang merelakan tulang rusuknya terbagi karenamu. Kau adalah seorang tokoh besar yang dimuliakan dengan kodrat seorang Ibu, yang menuntun generasi untuk merendahkan kening dalam sujud yang benar-benar tunduk.
Wahai Aktivis Perempuan yang sejatinya adalah seorang calon Malaikat yang dijanjikan Allah bagi setiap janin saat Dia meniupkan ruh. Kau adalah Malaikat penjaga balita-balita yang akan menjadi pemimpin dan penerus langkah terbaik negeri ini. Jangan lupakan begitu mulia tugasmu. Karena saat kau harus memperjuangkan nilai-nilai emansipasi dangkal itu, kau akan melalaikan kodrat ilahiyah. Kau akan terbentuk menjadi tokoh yang lupa dengan tanggungjawab yang sangat mulia.
Dan untuk Aktivis Muda,
Kau adalah anak dari mereka yang mungkin saja mencangkul di sawah demi membeli segantang beras untuk nanti menjadi makan siangmu. Kau adalah buah hati para orang tua yang berharap anak gadisnya akan tumbuh menjadi seorang perempuan elegan, tokoh yang disegani kawan dan lawan, bukan karena kau mampu berorasi di kelilingi laki-laki yang bukan mahrammu. Karena mereka yang mengelilingimu kadang hanya menjadikanmu bunga, menikmati keindahan saat mekarmu, lalu pergi tanpa permisi saat kau telah layu.
Kalian bukan diharapkan untuk berkelana atas nama perjuangan, bersama tokoh-tokoh besar berbeda gender, karena bukan kebesaranmu yang akan menjadi pembicaraan masyarakat, pembicaraan yang mampu memerahkan telinga orang tuamu karena sedihnya. Bukan pula nilai-nilai dan penghargaan berbingkai emas yang ditunggu oleh mereka. Karena sejatinya, kau adalah calon ibu bagi anak-anak kami para laki-laki yang sedang mencari pendamping, untuk bersisian menuju SyurgaNya.
Selamat Hari Kartini, Perempuan Shalehah, Perhiasan Terindah semesta alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H