“Dir... Dirga... Dirga Rajasa~~.” Seorang pemuda dengan malas membalikkan tubuhnya kearah suara yang sejak tadi berulang kali menyebutkan namanya. Dilepaskannya earphone yang menghiasi telinganya saat seorang gadis si pemilik suara tadi setengah berlari menuju ke arahnya.
“Kau itu tuli?? Ah pantas saja.” ucapnya saat melihat earphone yang masih menggalung dileher namja itu.
“Ada apa?” tanya Dirga begitu dingin.
“Tidak ada apa-apa hanya ingin memanggilmu saja.”
“Ish kau itu, apa memanggil dan meneriakan namaku sudah menjadi kebiasaanmu sekarang hah?” protesnya memukul pelan kening gadis itu.
“Hehehe, pulang bersama?” tawar gadis itu dan kini keduanya kembali melangkahkan kaki bersamaan. Tidak ada perbincangan antara keduanya, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti disebuah taman tak jauh dari kediaman keduannya.
“Ini.” ujar gadis itu membuka pembicaraan. Ada raut bingung yang jelas terpancar dari wajah Dirga ketika dilihatnya gadis itu mengarahkan sebuah kotak yang baru saja dia keluarkan dari dalam tas.
“Hadiahmu.” Masih dalam kebingungan Dirga hanya memandang bergantian wajah gadis itu dan kotak yang dipegangnya. Tangan gadis itu kembali terulur, mengarahkan kotak itu mendekat pada dada Dirga yang dengan enggan bergerak meraih hadiah itu.
“Kudengar kau baru saja menolak ajakan kencan dari Enggar.”
“Yak, bagaimana kau tahu.” protes Dirga pada gadis itu yang lagi-lagi hanya berbalas dengan senyuman.
“Kau lupa kalau mata dan telingaku ada dimana-mana. Huh kau itu terlalu sombong Dirga Rajasa, menolak ajakan kencan dari seorang Putri Sekolah. Coba pikir berapa banyak pemuda yang bermimpi bisa berkencan dengannya dan kau malah MENOLAKNYA.. Dirga bodoh.” Gadis itu melayangkan pukulan pelan ke arah lengan Dirga.
“Ish sakit~. Menolak atau menerima itu hakku, kan aku yang diajak kencan kenapa jadi kau yang protes hah? Lagipula...”