[caption caption="Medali Perunggu Voli Putri (dok: Sport Singapore)"][/caption]Pupus sudah harapan tim bola voli putra dan putri Indonesia untuk melangkah ke partai puncak dan mempersembahkan medali emas SEA Games 2015. Langkah tim putra dan putri Indonesia sama-sama terhenti oleh tim kuat sekaligus juara bertahan Thailand di Semifinal.
Menunjukan grafik meningkat di setiap pertandingan mulai dari fase grup sampai semifinal nyatanya belum mampu membawa Aprilia Manganang dkk melewati hadangan Sang Juara bertahan. Meski memberikan perlawanan dengan bermain ulet dan disiplin hingga mampu mencuri kemenangan di set pertama, timnas putri tetap saja harus mengakui keperkasaan putri Thailand dan menyerah dengan 1-3 (25-21, 13-25, 23-25, 13-25). Lemahnya mental dan kerap kali membuat kesalahan sendiri disinyalir menjadi penyebab kekalahan tersebut.
Nasib yang sama juga diderita oleh tim putra Indonesia. Tampil kurang meyakinkan sejak pertandingan pertama, Agung Seganti dkk secara mengejutkan dikalahkan oleh Vietnam dengan skor mencolok 0-3 (23-25, 23-25, 15-25). Kekalahan dari Vietnam menjadi kekalahan pertama yang diderita tim voli putra Indonesia di kompetisi Internasional.
Kekalahan dari Vietnam juga membuat skenario untuk menghindari pertemuan lebih dulu dengan Thailand di babak semifinal menjadi gagal total, karena mengalami satu kekalahan saja membuat Indonesia harus puas keluar sebagai runner-up grup B dan tidak bisa lagi menghindar dari pertemuan dengan Thailand yang memang diprediksi akan merajai grup A. Dan mimpi buruk itupun terjadi, Indonesia lagi-lagi dipecundangi oleh Jirayu Raksakaew dkk dengan skor telak 0-3 (18-25, 23-25, 16-25) dan gagal lolos ke Final untuk kali pertama sejak SEA Games 1979.
[caption caption="Medali Perunggu Voli Putra (dok: Sport Singapore)"]
Kegagalan yang diraih tim voli putra dan putri Indonesia untuk memenuhi target membawa pulang 1 medali emas dan 1 medali perak ini menjadi sinyal peringatan untuk menata kembali pola pembinaan dan pelatihan voli Indonesia yang selama ini praktis jalan di tempat. Bayangkan saja untuk menghadapi event sekelas SEA Games, tim nasional baru menjalani pemusatan latihan di Padepokan Voli Sentul 1,5 bulan sebelum event berlangsung. Waktu yang tentu saja sangat tidak cukup untuk mematangkan persiapan fisik dan mental para pemain yang dibebankan target begitu tinggi.
Minimnya kompetisi juga menjadi salah satu faktor kurangnya daya saing antar pemain, karena hanya lewat Proliga dan Livoli saja yang selama ini dijadikan acuan PB PBVSI untuk menyaring para pemain yang layak masuk dalam skuad tim nasional.
Namun, di balik kegagalan yang diderita timnas memenuhi target SEA Games 2015, apresiasi tinggi juga perlu diberikan atas keberanian PBVSI melakukan regenerasi di tubuh tim nasional Indonesia. Tengok saja di deretan pemain yang membela timnas putri, hampir seluruhnya adalah generasi yang lahir di tahun 90-an kecuali libero senior Dewi Wulandari. Begitu pun di tim putra, hanya ada Antho Bertiyawan (1988) dan Mahfud Nurcahyadi (1989), dua quicker senior yang berusia di atas 25 tahun, selebihnya adalah pemain muda yang berusia di bawah 25 tahun, bahkan Rendy Tamamilan dan Rivan Nurmulki masih sangat muda, yaitu 19 tahun.
Skuad muda Indonesia ini jika dipertahankan dan mendapat pembinaan juga diberikan pola pelatihan yang mumpuni bukan tidak mungkin akan menjadi lebih matang dalam dua tahun ke depan. Perombakan total pola pelatihan dan pembinaan menjadi harga mati yang segera harus dilakukan induk organisasi voli Indonesia, PB PBVSI jika ingin membuat Tim Voli Indonesia kembali berjaya di kawasan Asia Tenggara dan berbicara lebih banyak di kawasan Asia. (ndy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H