Tidak heran, meski saat ini terdapat tidak kurang dari 70-an perguruan tinggi yang mengembangkan kelautan dan perikanan, kurikulumnya masih didominasi urusan perikanan. Tidak banyak perbedaan antara bidang kelautan dan perikanan. Bahkan di KKP sendiri, pada level eselon I yang mengurusi masalah teknis, tupoksi mayoritas berbicara pada produksi perikanan dalam berbagai dimensinya. Ada yang mengurusi perikanan budidaya, tangkap, maupun pemasaran, dan menyisakan hanya satu ditjen yang mengelola aspek non-ikan. Akibatnya, Menteri KKP, terjebak dalam perspektif mengejar produksi perikanan sebagai fokus. Suatu visi yang sulit dicapai, dan sekaligus sukses menenggelamkan berbagai potensi pembangunan kelautan lainnya, disamping tentu saja tidak akan banyak menolong proses evolusi Indonesia menjadi negara maritim. Kalau menterinya berpikir 'hanya ikan', jangan harap mampu menularkan dan membangun proyeksi negara maritim dengan baik. Berbagai persoalan kelautan yang disebutkan di atas, hanya akan direspon seadanya.
Skenario evolusi negara Maritim
Dari waktu ke waktu persoalan kelautan semakin kompleks dengan potensi implikasi semakin besar. Indonesia bisa saja melanjutkan rezim 'hanya' ikan dalam memandang kelautan. Namun konsekuensinya, perubahan iklim, antisipasi bencana, kemiskinan kepulauan, persoalan dan insiden perbatasan, perikanan ilegal --- akan terus memakan korban yang lebih besar, menyebabkan kerugian yang makin signifikan, dan mengancam kedaulatan Indonesia. Persoalan kapasitas dan paradigma yang bias yang sangat kental, tidak mungkin dihindari hanya dengan menunjukkan produksi perikanan semata. Untuk itu, langkah dan proyeksi minimalis dan berbau ikan yang dilakukan oleh KKP selama ini, perlu diakhiri dengan mulai serius membangun fondasi negara maritim.
Untuk itu, membangun negara maritim perlu diformulasi secara evolutif dan mengenali perkembangan pemahaman dan kapasitas. Dibutuhkan suatu skenario realistis yang mampu memadukan ribuan perspektif negara maritim dari berbagai pihak secara konsisten ke dalam bentuk perencanaan dan aksi yang kongkret. Tahapan menuju ke sana perlu dipersiapkan. Dua puluh lima tahun kedepan mungkin cukup realistis bagi Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri dan berdaulat, kalau ada konsistensi gerakan maupun harmonisasi visi dan tahapan yang kuat. Namun fondasinya harus dibangun dari sekarang. Kalau tidak, Indonesia akan makin terbiasa menjadi pecundang di lautan.
Note : Opini ini sudah dimuat di Indonesia Maritime Magazine Edisi 8/Tahun I/Mei 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H