Mohon tunggu...
M Zuhriansah
M Zuhriansah Mohon Tunggu... Guru - Teacher

"Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak". - Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Pemikiran Jabariyah

31 Desember 2023   20:00 Diperbarui: 2 Januari 2024   14:41 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEJARAH PEMIKIRAN JABARIYAH

M. Zuhriansah

Zuhrimuhammad2712@gmail.com

ABSTRAK

Jurnal ini menjelaskan sejarah pemikiran Jabariyah dalam konteks teologi Islam. Pemikiran Jabariyah adalah aliran teologis yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan mutlak dalam tindakan dan pilihan mereka, melainkan segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah dengan kehendak-Nya yang mutlak. Pemikiran ini muncul dalam konteks sejarah Islam yang penuh dengan perdebatan teologis, pengaruh dari filsafat Yunani, perselisihan politik dan sosial, dan peran tokoh-tokoh individu seperti Jahm ibn Safwan.  Pemikiran Jabariyah, yang menganggap bahwa manusia adalah seperti "boneka" yang sepenuhnya dikendalikan oleh Allah, telah menjadi sumber kontroversi dan perdebatan dalam sejarah Islam, karena dianggap bertentangan dengan konsep kebebasan manusia yang diberikan dalam Al-Quran dan ajaran Islam yang lebih umum. Meskipun pemikiran Jabariyah masih ada dalam beberapa kelompok dalam Islam, mayoritas tradisi Islam lebih memilih untuk menggabungkan konsep takdir dengan kebebasan manusia dalam kerangka teologi yang lebih seimbang.

Kata Kunci: Sejarah Pemikiran Jabariyah, Takdir Mutlak, dan Kebebasan Manusia.

ABSTRACT

This journal explains the history of Jabariyah thought in the context of Islamic theology. Jabariyah thought is a theological school that holds that humans do not have absolute freedom in their actions and choices, but rather everything is predetermined by Allah with His absolute will. This thought emerged in the context of Islamic history which was full of theological debates, influences from Greek philosophy, political and social strife, and the role of individual figures such as Jahm ibn Safwan. Jabariyah thought, which considers that human beings are like "puppets" completely controlled by Allah, has been a source of controversy and debate in Islamic history, as it is considered contrary to the concept of human freedom given in the Quran and the more general teachings of Islam. Although Jabariyah thought still exists in some groups within Islam, the majority of Islamic traditions prefer to combine the concept of destiny with human freedom in a more balanced theological framework.

Keywords: History of Jabariyah Thought, Absolute Destiny, and Human Freedom.

 

PENDAHULUAN

            Islam merupakan agama sempurna dalam segala aspek rukun dan syari’atnya. Mengenal dan mengkaji Islam tidak terlepas dari sejarah muncul dan perkembangan agama Islam itu sendiri, adapun pemikiran dan peradaban Islam melalui sejarahnya dimulai dari Kerasulan Muhammad saw sampai pada pemimpin-pemimpin berikutnya yang ikut andil dalam kemajuan agama rahmatan lil ‘alamin ini. Dalam proses perkembangannya muncul pemikiran-pemikiran yang tidak mendasar karena adanya pergolakan politik, mengalirnya pemikiran non-muslim dari pengaruh filsafat yunani yang berkembang, serta akibat proses perubahan kultural budaya. Salah satu dampak dari pemikiran tersebut mengenai perbuatan manusia (af’al ai-‘ibad), apakah manusia bebas menentukan perbuatan dengan kehendaknya, atau semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Qadha dan Qadar Tuhan. Adapun menurut sejarah pemikiran islam pembahasan tersebut memunculkan aliran kalam yang berkembang yaitu Paham Jabariyah. 

            Pemikiran Jabariyah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan mutlak dalam tindakan dan pilihan mereka, tetapi segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah dengan kehendak-Nya yang mutlak. Aliran ini menganggap bahwa manusia adalah seperti boneka yang sepenuhnya dikendalikan oleh Allah, tanpa memiliki kebebasan untuk membuat keputusan atau melakukan tindakan yang independen. Pemikiran Jabariyah mengambil nama dari kata Arab "jabr," yang berarti pemaksaan atau penindasan. Aliran ini memiliki sejarah yang panjang dan kompleks dalam pemikiran Islam, dan telah ada berbagai varian dan interpretasi selama berabad-abad. Beberapa poin kunci dalam sejarah dan pemikiran Jabariyah: Awal Mula, Beberapa sumber menyebutkan bahwa aliran Jabariyah pertama kali muncul pada abad ke-8 di bawah pimpinan Jahm ibn Safwan, seorang pemikir yang sering dianggap sebagai pendiri aliran ini. Namun, pemikiran-pemikiran yang serupa telah ada sejak masa awal Islam. Konsep Takdir Mutlak, Pemikiran Jabariyah meyakini takdir mutlak, yang berarti bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah sejak awal, termasuk tindakan dan pilihan manusia. Manusia tidak memiliki kebebasan untuk memilih atau mengubah takdir mereka. Kritik dan Kontroversi, Pemikiran Jabariyah telah menjadi sangat kontroversial dalam sejarah Islam. Banyak ulama dan cendekiawan Islam menentang pandangan ini karena dianggap bertentangan dengan konsep kebebasan manusia yang diberikan dalam Al-Quran. Aliran ini juga dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran tentang tanggung jawab manusia atas perbuatan mereka. Varian Pemikiran, Ada berbagai varian dalam pemikiran Jabariyah. Beberapa kelompok mungkin mengambil pandangan yang lebih moderat, sementara yang lain mungkin menganut pandangan yang lebih radikal tentang takdir mutlak.

            Pengaruh, Meskipun pemikiran Jabariyah telah menjadi kontroversial dan terbatas dalam pengaruhnya, pengaruhnya masih dapat ditemukan dalam beberapa aliran dan kelompok keagamaan dalam Islam. Penting untuk diingat bahwa pemahaman dan penafsiran pemikiran Jabariyah bisa berbeda-beda di antara individu dan kelompok. Sementara beberapa mungkin menganut pandangan ini, banyak cendekiawan dan komunitas Islam lebih suka menggabungkan konsep takdir dengan kebebasan manusia dalam kerangka teologi yang lebih seimbang. Latar belakang dari pemikiran Jabariyah dapat ditemukan dalam beberapa faktor dan perkembangan dalam sejarah awal Islam. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi munculnya pemikiran Jabariyah antara lain:  Perdebatan Teologi Awal, Pemikiran Jabariyah muncul dalam konteks perdebatan teologis awal dalam Islam. Pada abad-abad awal Islam, ada berbagai pandangan dan aliran teologis yang bersaing satu sama lain. Salah satu perdebatan utama adalah seputar masalah takdir (qadar) dan kebebasan manusia. Ini menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk perkembangan aliran seperti Jabariyah. Pengaruh Filsafat, Filsafat Yunani, terutama ajaran determinisme dari filsuf-filsuf seperti Stoikisme, memiliki pengaruh pada pemikiran awal Muslim. Beberapa pemikir Islam awal mencoba untuk menyelaraskan ajaran-ajaran Islam dengan elemen-elemen filsafat deterministik ini, yang dapat mengarah pada pengembangan pandangan Jabariyah. Perselisihan Politik dan Sosial, Pertentangan politik dan sosial dalam sejarah awal Islam juga dapat mempengaruhi perkembangan pemikiran Jabariyah. Beberapa kelompok yang terlibat dalam konflik politik dapat menggunakan argumen tentang takdir mutlak untuk membenarkan tindakan mereka atau mengklaim bahwa tindakan mereka telah ditentukan oleh Allah. Pengaruh Individu, Individu-individu seperti Jahm ibn Safwan, yang sering dianggap sebagai tokoh utama dalam perkembangan Jabariyah, mungkin memiliki pengaruh signifikan dalam menyebarkan pandangan ini. Jahm dan pemikir-pemikir lainnya mungkin telah mengembangkan dan merumuskan pandangan Jabariyah yang lebih sistematis.

            Khotbah Nabi Muhammad tentang Islam tampaknya difokuskan terutama pada masalah iman (aqidah). Berbeda dengan subjek syari'at, topik aqidah lebih banyak mendapat penekanan selama  periode  Mekah  ini,  menjadikan  masalah iman  sebagai  fokus  utama  dari  ayat-ayat  Al-Qur'an yang diwahyukan saat ini. Unsur-unsur  sejarah  yang  menjadi  landasan  kajian  ini  tidak  dapat  dipisahkan  dari maraknya  faksi-faksi  teologis  yang  beragam  dalam  Islam.  Perpecahan  Muslim  pertama  kali terlihat setelah wafatnya Nabi Muhammad. Perselisihan para sahabat tentang siapa yang harus menggantikan  Rasul  sebagai  pemimpin  menyebabkan  konflik  yang  tidak  bisa  dihindari. Semuanya memiliki nuansa politik, dan ketika topik iman kepada Tuhan muncul, mereka semua memasukkan pihak masing-masing sebagai pembela "predikat kebenaran". Ekspansi  Islam  ke  Timur  dan  Barat  telah  menyebabkan  terbentuknya  banyak  sistem pemikiran.  Muslim  pertama  kali  menemukan  ide  dan  prinsip  agama  lain,  khususnya  filsafat Yunani. Sebagaimana diketahui, daerah-daerah yang memeluk agama Islam, khususnya di Barat, adalah daerah-daerah yang sebelumnya pernah diduduki oleh bangsa Romawi (Yunani). Pemikiran Jabariyah mungkin juga muncul sebagai reaksi terhadap perkembangan-pertumbuhan dalam teologi Islam yang lebih bersifat rasional, seperti yang diusung oleh aliran Mu'tazilah, yang menekankan keadilan Allah dan kebebasan manusia. Pemikiran Jabariyah, dalam hal ini, mungkin mencoba untuk menekankan kekuasaan absolut Allah dalam takdir. Latar belakang yang kompleks ini berperan dalam munculnya pemikiran Jabariyah, yang selanjutnya menjadi salah satu aliran teologis yang paling kontroversial dalam sejarah Islam dan terus menjadi bahan perdebatan di kalangan umat Islam hingga saat ini. Untuk itulah penulis tertarik untuk membahas tentang Sejarah pemikiran jabariyah ini dalam satu tulisan makalah yang berjudul “Sejarah Pemikiran Jabariyah”.

METODE PENELITIAN 

            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan Kualitatif yaitu lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan dedukatif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara- cara berfikir formal dan argumentative. Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu penelitian kepustakaan (Library Rasearch).  Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data kepustakaan yang diperlukan, terutama dari buku-buku yang berkaitan dengan judul. Untuk mempermudah penelitian ini maka penulis menggunakan beberapa pendekatan antara lain sebagi berikut :

Teknik Pengumpulan data

Penulis mengumpulkan berbagai referensi (Library Rasearch) yang berkaitan dengan obyek penelitian. Pada metode Library Rasearch ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data antara lain sebagai berikut: Tahap awal, menjejaki ada atau tidaknya buku-buku atau sumber tulisan yang seseuai dengan pembahasan dari judul makalah ini. Tahap kedua, menelaah isi buku, Tahap ketiga, menelaah daftar isi yang menjelaskan dihalaman berapa yang berkaitan dengan inti pembahasan dalam skripsi, Tahap terakhir, yaitu mengutip bagian-bagian penting yang berkaitan tentang pembahasan dalam judul skripsi ini. Kutipan langsung, yaitu penulis mengambil satu pendapat atau teori dari satu sumber pustaka sesuai dengan teks tanpa merubah redaksi dan maknanya. Kutipan tidak langsung, yaitu penulis mengambil pokok pikiran seseorang dari sumber pustaka, sedangkan gaya bahasanya dan kalimat diformulasikan penulis tanpa melupakan ide pokok teks tersebut.

Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan penulis antara lain adalah sebagai berikut: Sumber Primer; Sumber data primer adalah sumber yang berasal dari sumber asli tokoh tersebut. Sumber Sekunder; Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain baik dalam bentuk turunan, salinan atau  buku orang lain. Guna mendukung penelitian menggunakan data sekunder seperti majalah, jurnal, artiket, internet, tesis, skripsi dan buku-buku yang relavan yang dibutukan penulis.

Analisa Data

Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh dari data yang dikumpulkan dan dipahami secara sistematis. Dari hasil ini akan dilakukan pembahasan secara deskriptip analisis. Deskriptip adalah pemaparan hasil penlitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematis terutama mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Analisis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan analisis dengan cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu membuktikan dalam perumusan permasalahan tersebut. Dalam menganalisis data penulis mencari data dan mengumpulkanya, kemudian semua data terkumpul penulis menganalisis data dengan beberapa teknik antara lain sebagai berikut: Reduksi data, yaitu penulis mereduksi data yang tersedia, kemudian membentuk satu data yang diperlukan dalam penelitian dan mengurangi data-data yang tidak relavan dengan topik penelitian. Penyajian data, yaitu menyajikan data-data yang dikumpulkan dari berbagai sumber yang sesuai dengan penelitian. Guna mendukung hasil penelitian yang dilakukan penulis.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

            Jabariyah salah satu bentuk pemikiran yang berkembang pada masa Daulah Umayyah, kata Jabariyah diambil dari bahasa arab jabara artinya adalah memaksa dalam arti lain adalah diharuskan melakukan sesuatu. Secara terminology Al-Jabr merupakan perbuatan manusia disandarkan kepada Allah, dan menghilangkan perbuatan manusia. Paham ini meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh Allah SWT, melalui qadha dan qadar-Nya. Paham Jabariyah meyakini bahwa manusia dengan segala kejadian yang ada pada dirinya merupakan ketetapan dan ketentuan oleh Allah SWT, manusia hanya menjalankan saja taqdir yang sudah Allah tentukan tanpa bisa mengubah atau memiliki kekuasaaan untuk memilih apa yang diperbuat. Sehingga pemikiran pada aliran ini sangat menguntungkan bagi kepemimpinan Bani Umayyah saat itu dengan penerimaan atas kebijakan-kebijakan pemerintahan khususnya penduduk di Khurasan, Persia awal mula munculnya aliran Jabariyah ini. Jabariyah  mengacu  pada  manusia sebagai  makhluk  yang  dipaksa  untuk  menghadap Tuhan dalam konteks pemikiran kalam. Jabariyah  dalam  pandangan  Syahrastani merupakan  konsep  yang  secara  fundamental menolak  amalan  hamba  dan  menyerahkannya  kepada  Allah  SWT.  Dengan  kata  lain, hanya Tuhan yang memutuskan apa yang harus dilakukan; manusia sama sekali tidak memiliki andil dalam menjalankan perbuatannya. Jabariyah, menurut Harun Nasution, adalah keyakinan yang berpandangan bahwa semua perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan qadar Allah sejak awal. Ide kuncinya di sini adalah bahwa setiap tindakan yang kita lakukan sebagai manusia tidak didorong oleh kehendak bebas kita sendiri, melainkan hasil dari kuasa dan kehendak Tuhan yang kreatif. Dalam situasi ini, manusia tidak memiliki pilihan untuk bertindak karena mereka tidak memiliki kapasitas. Ada yang  menyatakan  bahwa  Jabariyah adalah  rangkaian  manusia  yang  menjadi  wayang,  dengan Tuhan sebagai pengaturnya. 

            Tidak ada penjelasan konklusif tentang asal-usul sekte Jabariyah. Ide ini, menurut Abu Zahra, dikembangkan pada masa Bani Umayyah dan para sahabat. Al-Ja'd Ibn Dirham adalah orang pertama yang menarik perhatian gagasan Jabariyah ini dalam sejarah teologi Islam. Jahm Ibn Safwan dari Khurasan, bagaimanapun, adalah orang yang menciptakannya setelah itu. Kelompok Murji'ah Jahmiyah dirintis oleh Jahm Ibn Safwan. Dia adalah anggota aktif dari oposisi terhadap otoritas Umayyah. Sebagai  Shurayh  ibn  al-sekretaris,  Harits  Jahm,  seorang  siswa  di  sekolah  Jabariyah, mengambil bagian dalam pemberontakan melawan Bani Umayyah dan menciptakan kelompok al-Jahmiah di antara Murji'ah. Jahm ditahan setelah pertempuranitu dan dijatuhi hukuman mati pada 131 H. Filsafat Jabariyah terpecah menjadi tiga firqoh setelah kematiannya, yaitu Jabariyah Jahamiyah (ekstrim), Jaham Najjamiyah (moderat), dan Jabariyah Dhirariyah. Selain dua orang ini, ada satu lagi nama yang cukup terkenal di kalangan Jabariyah, yaitu al-Husein  Ibn  Mahmud  al-Najjar,  anggota  kelompok  Jabariyah  yang  dianggap  moderat.  Para pemimpin Jabariyah ini mendukung ideologi yang sepenuhnya bertentangan dengan apa yang dianjurkan oleh Ma'bad dan Ghailan. Menurut sudut pandang yang berbeda, pemahaman ini seharusnya berkembang sebelum Islam masuk ke masyarakat Arab. Gaya hidup orang-orang Arab yang tinggal di gurun Sahara memiliki  dampak  yang  signifikan  bagi  mereka.  Ternyata  terik  matahari,sedikit  air,  dan  udara panas  di  pusat  bumi  tidak  dapat  mendukung  pertumbuhan  pohon  dan  tanaman  produktif; sebaliknya,  hanya  sedikit  pohon  yang  kokoh  dan  rerumputan  kering  yang  dapat  menahan panasnya musim dan udara yang kering.  

            Orang-orang  Arab,  menurut  Harun  Nasution,  tidak  melihat  cara  untuk  mengubah lingkungan di sekitar mereka untuk menjalani kehidupan yang mereka inginkan dalam skenario seperti itu. Dalam menghadapi tantangan hidup, mereka merasa tidak berdaya. Sebagai hasil dari ketergantungan mereka yang tinggi pada Alam, mereka mampu memahami fatalisme. Ja'd bin Dirham awalnya memperkenalkan ide ini, dan Jahm bin Shafwan dari Khurasan kemudian  menyebarkannya.  Jahm  diakui  sebagai  orang  yang  memulai  sekte  Jahmiyah  di kalangan Murji'ah  dalam  sejarah  teologi  Islam.  Dia  biasanya  mengikuti  Suraih  bin  Al-Haris dalam pemberontakan melawan Bani Umayyah sebagai sekretarisnya. Doktrin Jabar benar-benar muncul di hadapan dua individu tersebut di atas. Kejadian-kejadian historis ini merupakan indikasi dari benih-benih tersebut, Nabi pernah menemukan perselisihan antara dia dan seorang teman tentang masa depan Tuhan.  Untuk  menghindari  kesalahpahaman  tentang  firman  Allah  tentang  takdir,  Nabi menghentikan mereka dari memperdebatkan masalah tersebut. Khalifah Ketika seseorang ketahuan mencuri, Umar bin Khattab menahan mereka. Ketika ditanya,  pencuri  itu  menjawab,  "Tuhan  telah  memilih  saya  untuk  mencuri."  Ketika  Umar mendengar ini, dia marah dan percaya bahwa pria itu telah berbohong kepada Tuhan. Umarmenghukum pencuri itu dengan dua cara berbeda.  Pertama, hukuman potong tangan. Kedua, cambuk  sebagai  semacam  hukuman  karena  mengeksploitasi  gagasan  takdir Tuhan  (Ali Mustafa al-Ghurabi. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Allah tentang hukuman dan pahala. Apakah tidak akan ada pembalasan jika (ekspedisi ke pertempuran Siffin) terjadi dengan qadha dan qadar Allah adalah pertanyaan yang diajukan. Kemudian Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar Allah bukanlah suatu keharusan. Jika qadha dan qadar melibatkan paksaan, maka tidak akan ada ganjaran atau hukuman, janji dan ancaman Allah tidak akan berlaku, dan tidak akan ada pujian bagi orang-orang saleh atau hukuman bagi orang-orang yang berbuat dosa. Pandangan  tentang  al-Jabar  semakin  mengemuka  selama  pemerintahan  daulah  Umayyah. Penduduk Suriah yang konon meyakini Jabariyah, mendapat tanggapan tertulis dari Abdullah bin Abbas dalam suratnya. Ada  yang  mengklaim  bahwa  kebangkitan aliran  Jabariyah  dipengaruhi  oleh  ide-ide  asing, termasuk pengaruh Yudaisme pada mazhab Qurra dan Kristen pada mazhab Yacobit. [13]

A. Sejarah Perkembangan Jabariyah 

            Masih menjadi perdebatan oleh para pemikir sejarah mengenai kapan tepatnya muncul Aliran Jabariyah ini, namun yang paling banyak diriwayatkan aliran ini muncul bersamaan dengan paham Qadariyah sebagai reaksi yang timbul atas pemikiran tersebut. Bibit-bibit pemikiran pada aliran Jabariyah sebenarnya telah ada sejak zaman rasulullah maupun sebelum peradaban Islam dimulai, dibuktikan dengan adanya salah satu pemikir islam yaitu Ahmad Amin mengemukakan pendapat kehidupan bangsa arab yang dikelilingi oleh gurun pasir membuat pengaruh terhadap cara berfikir dalam menjalani kehidupan untuk bergantung dan menyerah pada alam.  Membawa sikap mereka pada fatalism (keterpaksaan), Dalam hal lain juga dipaparkan mengenai munculnya dasar aliran Jabariyah ini, saat Rasulullah melarang untuk membahas mengenai taqdir oleh sahabatnya yang dijadikan perdebatan ketika itu, Khalifah Umar Ibn Khatab juga pernah menangkap seorang pencuri yang ketika ditanya alasan ia mencuri jawabannya tidak lain adalah bahwa dia ditakdirkan Allah menjadi seorang pencuri, maka Khalifah Umar memberi dua hukuman yakni karena perbuatan dosanya dan hukuman dera karena penafsirannya yang keliru atas taqdir Allah. Adapun tokoh yang menjadi pelopor dalam munculnya aliran Jabariyah ini adalah Al-Ja’d Bin Dirham, lalu pemikiran ini dituangkan kepada muridnya Jahm Bin Shafwan di Khurasan, Jahm lah yang menyebarkan aliran ini dengan gencar dan gigih. Latar belakang munculnya aliran ini dalam riwayat sejarah ada yang berpendapat merupakan akibat dari pemikiran asing yaitu agama Yahudi bermazhab Qurra dan Agam Kristen bermazhab. Dan berasal dari pemahaman dalil Nash Al-Qur’an yang menjadi sumber landasan pada aliran ini yaitu Q.S AsShaffat ayat 96, Q.S Al-Anfal ayat 17, Q.S Al-Insan ayat 30 tanpa adanya keberanian menakwilkan dan menggali lebih dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan merujuk asbabun nuzulnya, respon dari aliran yang sudah berkembang sebelumnya yaitu Qadariyah, serta adanya aliran salaf Muqatil Bin Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Allah sehingga menjurus kepada Tasybih.

B. Tokoh Dan Pemikiran Jabariyah 

            Sebelum melangkah lebih jauh dengan pembahasan para tokoh dan filosofi Jabariyah, penting untuk dipahami dengan seksama apakah ada beberapa kategori mazhab, seperti klaim Hanafi dalam bukunya as-Syihritsani. Pengelompokannya adalah sebagai berikut: Sifat-sifat   Tuhan   dan   kesatuan   sifat-sifat-Nya.   Sekolah   Asy-'Ariyah, Karramiah, Mujassimah, dan Mu'tazilah semuanya muncul dari perbedaan pendapat tentang masalah ini. Qadar  dan  Keadilan  Allah.  Kelompok-kelompok  seperti  Qodariah,  Nijariah,  dan Jabariyah lahir dari perbedaan pendapat mengenai hal ini. Keutamaan nabi dan imam, Sama' dan Akal (artinya jika baik dan buruk hanya diterima dari syara atau dapat ditemukan dalam pikiran), dan Sama' dan Sama' dan Akal (khilafah). Syi'ah, Khawarij, Mu'tazilah,  Karramah,  dan  Asy'Ariyah  termasuk  sekte-sekte  yang  muncul  akibat masalah ini. Asy-Syahratsani  membagi, Jabariyah  menjadi  dua  kategori:  berlebihan  dan  sedang. Keyakinannya bahwa semua perilaku manusia dipaksakan olehnya daripada berasal dari pilihan bebasnya sendiri adalah salah satu ajaran Jabariyah yang paling radikal. Misalnya, jika seseorang mencuri, itu bukan karena kehendaknya sendiri, melainkan karena kehendak Tuhan, atau qadha, untuk melakukannya. 

Orang-orang ini adalah di antara para pemimpin Jabariyah yang paling ekstremis: Abu  Mahrus  Jaham  Bin  Shafwan, juga  dikenal  sebagai  Jahm  bin  shofwan,  adalah  nama lengkapnya. Tinggal di Kuffah, dia dari Khurasan Berikut ini adalah pandangan Jaham tentang; Baik surga maupun neraka bersifat sementara. Tapi bagi Tuhan, tidak ada yang bertahan selamanya. Iman adalah ma'rifat, atau pembenaran batin. Dalam hal ini, dia berbagi sekte Murjiah Firman Tuhan adalah sesuatu yang hidup.  Berbicara, mendengar, dan melihat hanyalah sebagian  kecil  dari  indera  manusia  yang  paling  suci  dibandingkan  dengan  Allah. Karena hal itu akan membuat Allah menyerupai makhluk, Allah tidak memiliki sifat-sifat negatif. Mu'tazilah memiliki pandangan yang sama dengan yang satu ini. Bid'ah  Jabr,  atau  pernyataan  bahwa  manusia  kekurangan  semua  kemauan  dan  motivasi karenaAllah  SWT  memaksa  mereka  untuk  memilikinya,  adalah  penegasan  bahwa  ini benar. Bid'ah irja', atau pemikiran bahwa iman yang berdasarkan ma'rifat saja sudah cukup. Siapa pun yang mengungkapkan kekafiran secara lisan tidak secara otomatis memenuhi syarat sebagai  kafir  karena  kekafiran  tidak  mengurangi  iman,  semua  hamba  memiliki  tingkat iman yang sama, dan kekafiran dan iman hanya ada di dalam hati dan tidak terwujud dalam tindakan. Jamal  bin  Dirham  Dia  dibesarkan  di  sebuah  keluarga  Kristen  di  mana  teologi sering dibahas.  Dia  tinggal  di  Damaskus  dan  merupakan  maulana  dari  keturunan  Hakam. Gubernur  Kufah,  Khalid  bin  Abdullah  El-Qasri,  memenggalnya.   Daftar  alasan  berikut menunjukkan  bagaimana  doktrin  utama  Ja'ad  secara umum  sama  dengan  Jahm  Al-idea Ghuraby's; 1) Al-Qur'an adalah merek baru karena ia adalah makhluk hidup. Tuhan tidak dapat dikreditkan dengan menciptakan sesuatu yang baru. 2) Berbicara, mendengar, dan melihat  bukanlah  sifat-sifat  Allah  yang  dimiliki  oleh  makhluk. 3) Tuhan  memaksakan kehendaknya pada manusia. Mazhab jabariyah moderat berpandangan bahwa Tuhan memang menghasilkan aktivitas manusia, termasuk perilaku baik dan jahat, berbeda dengan mazhab ekstremis. Namun, orang-orang terlibat. Angka-angka berikut mewakili Jabariyah moderat: Husain  bin  Muhammad An-Najar  lebih  dikenal  sebagai  An-Najar,  dan  diikuti  oleh sekelompok  orang  yang  dikenal  sebagai  An-Najariyyah  atau  Al-Husainiyah.  Meskipun Najjariyyah   terpecah   menjadi   beberapa   faksi   kecil   (Barghutsiyah,   Za'faraniyah,   dan Mustadrikah), mereka memiliki ide dasar yang sama dengan mazhab Jabariyah.

Diantara pendapat-pendapatnya adalah sebagai berikut; Semua  aktivitas  manusia  adalah  hasil  dari  ciptaan  ilahi,  tetapi  manusia  berperan  dalam mewujudkannya. Itulah yang disebut oleh teori Al-Asy'ry sebagai kasab. Di akhirat, Tuhan tidak dapat dilihat, tetapi menurutnya Tuhan hanya dapat dilihat oleh manusia melalui transfer potensi hati (ma'rifat) ke mata. Adh-Dhirar, atau Dhirar Bin Amr, adalah nama lengkapnya. Seperti Husein an-Najjar, dia percaya  bahwa  orang  bukan  hanya  boneka  yang  dikendalikan  oleh  dalang;  sebaliknya, mereka  berpartisipasi  dalam  pemenuhan  perbuatan  mereka  sendiri  daripada  dipaksa untuk melaksanakannya. Dhirar menyatakan bahwa indra keenam dapat digunakan untuk melihat Tuhan di akhirat jika mengacu pada ru'yat Tuhan di sana.

C. Dalil Yang Menjadi Dasar Ajaran Jabariyah

Selain perbedaan pendapat tentang asal usul aliran ini, Al-Qur'an memiliki banyak ayat yang  menjelaskan  latar  belakang yaitu: QS  ash-Shaffat:  96, QS  al-Anfal:  17, Q.S.  al-Insan:  30 dan Q.S. al-An’am: 112. 

D. Doktrin Ajariyah Jabariyah

Firqah Jabariyah dalam membahas doktrin-doktrin aliran ini terbagi kedalam dua hal, menurut Asy-syarastani ada 2 macam doktrin yang berkembang dalam aliram Jabariyah, yakni Ekstrem dan Moderat.

Jabariyah Ekstrem

Al-Jahmiyyah

Aliran ini pendirinya adalah Jahm Bin Shafwan, nama aslinya ialah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan berasal dari Khurasan, bertempat tinggal di Kuffah. Jahm Bin Shafwan merupakan seorang da’I yang lihai dan fasih. Akhir hidup Jahm Bin Shafwan dibunuh dan wafat oleh Muslim Bin Ahwas Al-Mazini di akhir pemerintahan Khalifah Malik Bin Marwah dari Bani Umayyah tahun 131 H. adapun doktrin-doktrinnya sebagai berikut: Tidak meyakini akan sifat-sifat Allah, karena jika Allah disifati akan menyamakan dengan makhluk, Allah tidak sama dengan makhluk. Namun hanya mempercayai 1 sifat Allah yakni Allah Maha Kuasa, berkuasa untuk menciptakan dan berbuat. Ilmu Allah terhadap sesuatu yang telah diciptakan dan belum diciptakan tidaklah sama atau berbeda artinya sesuatu yang belum diciptakan Allah tidak diketahui oleh Allah karena jika sama atau Allah mengetahui sebelum diciptakan dan sesudah diciptakan maka ilmunya berbeda. Manusia tidak memiliki kemampuan apapun, segala perbuatan atau kejadian yang terjadi adalah wujud kekuasaan Allah dan perbuatan Allah Penghuni surga ataupun neraka akan kekal didalamnya, jika ditaqdirkan masuk kedalam surga maka akan kekal didalamnya, jika ditaqdirkan masuk neraka maka kekal juga dan tidak ada jalan kembali atau merasakan surga. Siapa yang sudah mencapai ma’rifat kepada Allah, lalu mengingkari Allah dengan lisannya maka tidak termasuk kafir namun tetap tergolong mukmin, karena pengetahuan yang berasal dari lisan dan ma’rifat yang berasal dari hati tidak terhapus dengan adanya keingkaran.  Al-Ja’ad bin Dirham Merupakan tokoh utama dalam pemikiran Jabariyah, tinggal di Damaskus, diasuh dan dibesarkan dengan seorang Kristen yang suka membahas teologi. Pada mulanya oleh Bani Umayyah Jaid Bin Dirham dipercaya untuk mengajar, namun karena pemikirannya yang kontroversial membuatnya harus lari ke kuffah dan meninggalkan tempat tinggalnya akibat ditolak dan diburu oleh Bani Umayyah, lalu ia bertemu Jahm Bin Shafwan di kuffah dan menyebarluaskan kembali pemahaman firqah yang diyakininya, dan Jahm gigih meneruskan ajaran tersebut. Adapun doktrin Ja’d Bin Dirham antara lain: Kalam Allah yaitu Al-Qur’an ialah makhluk, dan bersifat baru, maka segala yang baru tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak sama dengan makhluk, Ja’id meyakini Allah tidak memiliki sifat yang serupa dengan makhluk, seperti mendengar, berbicara, melihat. Manusia terpaksa melakukan dan menerima apa yang sudah ditentukan Allah dalam segala hal.

Jabariyah Moderat

Al-Najjariyah

Tokoh yang mencetuskan aliran ini adalah Husain Bin Muhammad An-Najjar (230 H). Pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah, adapun doktrin ajaranya antara lain: Allah menghendaki baik dan buruk, bermanfaat dan mudharat. Ia meyakini Allah yang menciptakan semua perbuatan makhluk baik ataupun buruk manusia hanya bisa merencanakan. Manusia tidak akan mampu melihat Allah di akhirat, namun jika Allah memindahkan potensi hati pada mata maka manusia mampu melihat Tuhan.

Ad-Dhirar

Pendiri aliran ini adalah Dhirar Bin Amr dan Hafsul Al-fard, ajaran pada aliran moderat ini ialah: Meyakini akan sifat Allah, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui, Allah tidak dapat diketahui dzat-Nya, Allah saja yang mengetahui hakikat dzat-Nya. Melalui indera keenam atau manusia mampu melihat Allah dihari akhir Perbuatan manusia merupakan ciptaan Allah pada hakikatnya namun dipergunakan oleh manusia Dalam menetapkan hukum, hujjah yang dapat diterima setelah Nabi hanyalah Ijtihad maka hadits Ahad tidak diterima.


KESIMPULAN

Kesimpulan makalah tentang sejarah pemikiran Jabariyah ini, dapat dinyatakan bahwa pemikiran Jabariyah adalah aliran teologis dalam Islam yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan mutlak dalam tindakan dan pilihan mereka, tetapi segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah dengan kehendak-Nya yang mutlak. Beberapa poin penting yang dapat diambil sebagai kesimpulan adalah: Kontroversialitas Pemikiran: Pemikiran Jabariyah telah menjadi sangat kontroversial dalam sejarah Islam. Pandangan ini bertentangan dengan konsep kebebasan manusia yang diberikan dalam Al-Quran dan ajaran Islam yang lebih luas. Konteks Sejarah: Pemikiran Jabariyah muncul dalam konteks sejarah awal Islam yang penuh perdebatan teologis dan pengaruh dari berbagai aliran dan filsafat. Ini termasuk pertentangan tentang takdir, pengaruh filsafat Yunani, dan perselisihan politik dan sosial. Pengaruh Tokoh-tokoh Individu: Tokoh-tokoh seperti Jahm ibn Safwan dan pemikir-pemikir lainnya memainkan peran penting dalam pengembangan dan penyebaran pemikiran Jabariyah.  Berbagai Varian: Meskipun ada pandangan umum tentang Jabariyah, aliran ini memiliki berbagai varian dalam pemikiran dan penafsiran. Beberapa kelompok mungkin mengambil pandangan yang lebih moderat, sementara yang lain mungkin menganut pandangan yang lebih radikal tentang takdir mutlak. Reaksi Terhadap Ajaran Lain: Pemikiran Jabariyah dapat dilihat sebagai reaksi terhadap ajaran-ajaran lain yang menekankan kebebasan manusia atau elemen-elemen rasional dalam teologi Islam. Pemikiran ini mencoba untuk menekankan kekuasaan absolut Allah dalam takdir. Kesimpulannya, pemikiran Jabariyah adalah salah satu aliran teologis yang kontroversial dalam Islam, dan pandangannya tentang takdir mutlak dan kurangnya kemenjadi sumber perdebatan dan kritik dalam tradisi Islam.  Meskipun pemikiran ini memiliki pengikutnya, mayoritas tradisi Islam cenderung menggabungkan konsep takdir dengan kebebasan manusia dalam kerangka teologi yang lebih seimbang.

DAFTAR PUSTAKA
 

  • Abdul Rozak, Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2006).

  • Achmad Muhibbin Zuhri, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011).

  • Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).

  • Dahlan, Abdul Aziz, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam Bagian I: Pemikiran teologis I, (Jakarta Beunebi Cipta , 1987).

  • Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986).

  • Havelia ramadhani, Qodariyah dan Jabariyah: Sejarah dan Perkembangannya, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Keagamaan, Vol. 4, No. III, T. 2020.

  •  Husyin Saputra, Muhammad amri, et. al., Pemikiran Jabariyah, Qodariyah dan Asy’ariah, Mushaf Jurnal: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan hadist, Vol. II, No. 3, 2022.

  • Muhammad Ibn ‘Abd Al-karim Al-Syahrastani, Al-Milal Wa Al Nihal, (Surabaya: Bina Ilmu, 2006).

  • Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun