Mohon tunggu...
Muhammad Zuhair Yahya
Muhammad Zuhair Yahya Mohon Tunggu... -

Belajar Bercerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan

24 Januari 2014   15:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:30 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun diluar dugaanku, sesuatu dalam keheningannya baru saja mengubah raut wajahnya. "Maaf ya, nak.. Terimakasih selama ini sudah ikut menggantikan bapak bekerja malam-malam," ia terdiam, dan melanjutkan, "maaf kalau harus terus mengandalkanmu" lanjutnya.

Aku terkejut, ini diluar dugaanku. Aku yang kehabisan kata-kata dan tidak berani menatap ayahku lebih lama lagi, memilih untuk beranjak mengusung tasku dan melewati pintu.

Inilah tugasku berikutnya, menggantikan ayahku berjaga sepanjang malam dan kembali keesokan paginya. Biasanya, sebelum berangkat ayahku selalu berpesan untuk tidak meninggalkan shalat. Terkadang ia juga berpesan kepadaku agar menyediakan minuman hangat untuk menghadapi udara dingin yang nanti berkunjung di pagi hari. Namun karena hal yang baru saja terjadi, ayahku jadi tidak sempat mengucapkan pesan-pesannya seperti biasa.

Sesampainya di rumah sakit tempat ayahku bekerja, aku singgah sebentar ke pos petugas keamanan untuk meletakan tas dan mengambil jaket milik ayahku yang sengaja ditinggalkannya untuk kukenakan ketika berjaga malam hingga pagi nanti.

Waktu berjalan cepat sekali, waktu telah menunjukkan pukul 01.00 pagi. Dengan berbekal sebuah senter, inilah saatnya aku untuk berkeliling rumah sakit. Udara dingin yang menusuk serta suara-suara yang sering terdengar di tengah malam seperti ini sudah menjadi santapanku sehari-hari, sehingga tidak jadi masalah bagiku. Namun jujur, udara pagi ini terasa lebih menusuk dari biasanya. Kebetulan saat ini aku berada di depan kamar mayat. Berhubung ada kursi panjang di deket pintunya, aku pun memutuskan  untuk beristirahat sejenak.

Suasana yang sunyi membuat benakku kembali memikirkan percakapan yang terjadi antara aku dan ayahku di rumah tadi, sepanjang jalanku menuju rumah sakit, aku selalu memikirkannya. Entah mengapa aku merasa sangat letih berada di posisi ini, namun disisi lain aku pun merasa iba dengan ayahku.

Renunganku berhenti. Tidak kusangka, sejak tadi aku berkeliling, ternyata waktu masih menunjukkan pukul 01.30 pagi. Aku pun merasakan udara pagi ini semakin dingin. Sesekali kurasakan angin pagi hari yang berhembus membuat udara pagi ini menjadi semakin dingin. Betapa terkejutnya aku ketika kulihat di sampingku telah duduk seseorang pria berjubah putih bersih. Muka, kaki serta tangannya pucat. Mataku terbelalak memandangnya. Sungguh sangat menyeramkan, membuat jantungku berdetak begitu cepat. Aku bergeming, seluruh tubuhku mendadak kaku dan sulit digerakkan

Tiba-tiba dia berbicara, "anda tidak perlu takut.."

Dari suaranya, aku rasa dia tidak bermaksud jahat. Sadar akan hal itu, aku mulai bisa mengendalikan tubuhku, walaupun aku masih merasakan takut. Bisa saja aku melarikan diri, namun rasa penasaranku lebih tinggi dibanding keinginanku untuk lari.

Pada akhirnya aku yang ketakutan, berusaha mencairkan suasana, "maafkan saya kalau saya duduk di sini.. Saya gak bermaksud mengganggu.."

Dia menoleh kearahku, dan.. Ya Tuhan, seram sekali, begitu pikirku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun