Mohon tunggu...
Allyssa Viri Diana Ibrahim
Allyssa Viri Diana Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Gunung Djati

Mahasiswa aktif Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik yang memiliki minat terhadap dunia fotografi dan pertelevisian. Serta Aktif dalam UKM Kampus yaitu Unit Pengembangan Tilawatil Qur'an (UPTQ).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asal Muasal Jaranan Kediri

2 Juli 2024   00:01 Diperbarui: 4 Juli 2024   14:48 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung, 1 Juli 2024-Kediri merupakan salah satu kota tertua yang berada di Provinsi Jawa Timur. Dahulunya, Kediri ialah sebuah kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yang sempat berjaya di tahun 1044-1222 Masehi. Kota ini memiliki berbagai macam kebudayaan, salah satunya yaitu Jaranan.

    Jaranan merupakan seni tari tradisional yang memiliki ciri khas pada iringan gamelan rancak, tabuhan gendang, gong, saron, serta tiupan suling. Jaranan ini sendiri memiliki banyak versi tentang asal muasalnya. Salah satu yang paling berkembang di masyarakat Kediri yaitu berawal dari pernikahan putri Kerajaan Panjalu, Dewi Dyah Ayu Songgolangit dengan Klana Sewandono. Singkat ceritanya, ketika iring-iringan temanten dari Kerajaan Panjalu ke Wengker keduanya diarak oleh para prajurit yang menunggangi kuda yang diiringi oleh musik dari besi. Untuk mengenang pernikahan keduanya terciptalah seni jaranan ini. 

   Disebut jaranan karena dalam kesenian ini para penari menggunakan properti berupa jaran (kuda) buatan dari anyaman bambu yang dilengkapi oleh pecut atau cambuk yang menggambarkan para prajurit Kerajaan Panjalu ketika iring-iringan temanten. Sedangkan untuk musik pengiringnya sendiri, yaitu sebuah gamelan rancak, tiupan suling yang melambangkan para pemusik yang memainkan alat musik dari besi.

Sumber Gambar : Allyssa Viri Diana Ibrahim
Sumber Gambar : Allyssa Viri Diana Ibrahim

     Kesenian jaranan ini diadakan ketika terdapat acara tertentu, seperti bersih desa atau Nyadran, hari kemerdekaan, tasyakuran, dan lain sebagainya. Selain dari alur ceritanya yang menarik, terdapat unsur magis dan akrobatik yang menegangkan. Dimana pada puncaknya para penari jaranan akan mengalami kesurupan dan melakukan aksi yang berbahaya yang terkadang di luar akal manusia, seperti memakan serpihan kaca, memakan ayam yang masih hidup, memakan kelapa yang belum dikupas kulitnya, dan masih banyak lagi. Para penari bisa kesurupan dikarenakan roh-roh yang masuk kedalam tubuh penari itu "sengaja" didatangkan pada pertunjukkan jaranan itu berlangsung.

     Selain sebagai saranan hiburan, kesenian jaranan ini juga dijadikan sebagai alat berkomunikasi antara masyarakat setempat dengan leluhur mereka. Orang yang bertugas untuk memanggil roh-roh tersebut yaitu penggambuh, yang nantinya juga penggambuh ini akan mengusir atau menyembuhkan para penari dari kesurupan tersebut.

   Tarian pada jaranan ini terdapat dua macam tipe tarian yaitu tarian pegon atau jawa dan tarian senterewe (gabungan tarian pegon dengan tarian kreasi yang diiringi musik tradisional dan dangdut). Semakin berkembangnya zaman jaranan ini kemudian terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Jaranan Jowo, Jaranan Dor, Jaranan Pegon, serta Jaranan Senterewe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun