Menjadi seorang penghapal Quran itu bisa berawal dari kemauan diri sendiri tapi banyak pula yang dari tuntutan orang tua. Entah aku termasuk yang mana di antara kedua itu. Tapi pada akhirnya kita semua sama, menjadi Hafizh atau seseorang yang sudah hapal keseluruhan isi Al-Quran. Lalu, pertanyaannya adalah : Seberapa lama Quran itu bernaung di jiwa kita?
Banyak kasus seseorang yang sudah hapal Quran secara sempurna namun pada akhirnya hapalannya itu hilang tak berbekas. Dan ada pula yang ketika dia mencoba menghapalkannya lagi, dia tak mampu. Aku tentu saja berharap semoga diriku ini dan sahabat-sahabatku tidak mengalaminya. Apalagi bagi kami-kami ini yang sudah tidak berada di mahad lagi.
Satu RAHASIA BESAR mengapa kami bisa menghapal Quran adalah karena kami berada di Mahad Tahfizhul Quran. Jadi, mau sesusah apapun kamu dalam menghapal, cobalah masuk ke Mahad Tahfizhul Quran. Aku bakal menjamin kamu bakal bisa hapal Quran.
Tapi, bagi kami, para alumni yang sudah tidak berada di Mahad, menjaga hapalan ini sangatlah susah. Karena Quran itu unik. Semakin banyak kamu mengulang hapalanmu, semakin lamalah hapalan itu bernaung di jiwamu. Nah, sayangnya banyak dari para alumni ini yang sudah tidak memperhatikan Qurannya. Lalu, apakah mereka berpikir bahwa hapalan ini nggak bakalan hilang? Kurasa, mereka semua pasti tau betapa berharganya hapalan Quran ini. Dan aku yakin pasti kita semua para alumni Mahad Tahfizhul Quran senantiasa menginginkan hapalan kita tidak hilang.
So, yang menjadi masalah terbesar itu adalah lingkungan. Di tengah lingkungan yang terlalu banyak kemaksiatan dan sedikitnya orang yang mengabdikan dirinya hanya untuk beribadah, tentu saja menjadi masalah tersendiri bagi kami yang sudah memiliki Quran di jiwa kami. Jadi, bagaimana cara mengatasinya?
Kalau yang saat ini kupikirkan ada satu cara, yaitu kita harus berusaha menciptakan DUNIA kita sendiri di jiwa kita. Dunia kita ini adalah suatu objek abstrak tapi nyata yang merupakan manifestasi dari diri kita sendiri. Dia adalah suatu wadah bagi kita di mana orang lain tidak akan bisa mengganggu maupun mengusik kita.
Lalu, kita isi dunia itu dengan Al-Quran. Sehingga, di saat orang lain biasanya habis shalat langsung pulang dan nonton sinetron, kita langsung mengambil mushaf kita lalu memurajaah kembali hapalan kita. Atau, yang masih berat dengan murajaah, bisa dengan membacanya saja hingga khatam.
Semoga cara ini membuat kita kembali tersadar bahwa kita adalah Generasi Harapan Umat yang tidak boleh menyia-nyiakan potensi besar yang sudah terpatri pada jiwa-jiwa kita.
Semoga Allah senantiasa menaungi perjuangan kita.
Amin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI