Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau Mahkamah. Hakim juga merupakan organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan
 Yang Maha Esa.
Seseorang yang menjadi hakim sudah pasti pendidikannya tinggi, gelarnya tinggi, reputasinya tinggi. Dan sudah pasti perilaku dan kelakuannya terpuji karena ilmunya yang tinggi. Akan tetapi itu semua belum menjamin bahwa seorang hakim selalu memutuskan suatu perkara dimeja hijau dengan keadilan, dengan hukum, dengan bijaksanaan.
Melihat penomena yang terjadi di akhir-akhir ini, bahwa hokum ternyata ada harganya, hokum bisa debeli, yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan, yang salah dipertahankan dan yang benar disingkirkan. Itu semua tidak lain terjadi karena seseorang yang memahami hukum, seseorang yang yang dipercayakan Negara sebagai penegak dan yang memutuskan, tidak lain dan tidak bukan adalah hakim. Hakim yang begitu kita percayakan sebagai seorang yang memutuskan suatu perkara dengan seadil-adilnya ternyata bisa disuap.Â
Sangat miris sekali. Sejak tahun 2005 komisi pemberantasan korupsi sudah sudah menetapkan 14 hakim menjadi tersangka. Semua hakim itu terjerat tindak pidana suap. Itu yang sudah tertangkap tangan oleh KPK, bagaimana dengan hakim-hakim yang lain, mungkin masih banyak lagi hakim diluar sana yang mererima suap yang belum diketahuai leh KPK. Sangat miris sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H