Mohon tunggu...
myusuf298
myusuf298 Mohon Tunggu... Administrasi - semangat berbagi

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muslim Galau Sikapi ISIS

4 Desember 2015   08:19 Diperbarui: 4 Desember 2015   08:29 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Islamic State leader accepts allegiance of Boko Haram. Demikian headline harian The Jakarta Post (3/3). Pada tulisan tersebut, pemimpin ISIS menyeru kepada para calon mujahid yang tidak bisa masuk ke Syria dan Irak agar bergabung dengan Boko Haram di Afrika Barat.

Pada halaman yang berbeda, koran tersebut juga memberitakan 16 warga Indonesia yang dinyatakan hilang di Turki, setelah berpisah dengan agen perjalanan yang diikutinya.

Di hari yang sama, koran Republika memberitakan 11 warga Indonesia, yang terdiri dari satu lelaki dewasa, empat perempuan dan sisanya anaka-anak, ditahan petugas imigrasi Turki karena diduga ingin memasuki Syria sebagai calon mujahid.

Menteri Luar Negeri RI melaporkan, sampai dengan saat ini sudah teridentifikasi 541 warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS. Jumlah tersebut dikawatirkan akan terus naik. Karenanya Pemerintah menghimbau para pemuka agama untuk membantu melakukan sosialisasi bahaya ISIS.

Fenomena kemunculan ISIS di Syria dan Irak serta Boko Haram di Afrika Barat sungguh menjadi tantangan global yang maha berat bagi para pemuka Islam.

Pasalnya, mereka menggunakan internet dan sosial media sebagai cara untuk merekrut anggota baru. Sementara kita sangat paham, internet dan sosial media saat ini menjadi tempat yang sangat digandrungi remaja. Tempat dimana orang tua kesulitan melakukan kontrol. Tempat dimana privasi remaja terjaga sangat ketat.

Pada usianya yang belia dan miskin pengalaman, remaja sangat mudah terprovokasi, mudah dipengaruhi ideologinya. Remaja sedang mencari jatidiri, remaja memiliki hanya sedikit tanggung jawab.

Keterbelakangan juga mendorong perkembangan ISIS. Secara umum muslim global dalam kondisi marginal dan terbelakang. Kemiskinan terjadi di mana-mana, bahkan disebagian Afrika terjadi kelaparan dan kekurangan gizi. Sebagian muslim tidak menikmati pendidikan yang cukup, bahkan di beberapa tempat tidak ada sekolah. Pertikaian yang berkepanjangan. Afrika dan Timur Tengah adalah tempat di mana pertikaian tidak kunjung usai. Di Irak, pertikaian mungkin mencapai puncaknya paska kajatuhan Saddam Husein.

Itulah beberapa faktor yang menyuburkan perkembangan rekrutasi ISIS di seluruh belahan dunia.

Namun ada satu hal yang lebih esensial dari faktor di atas, yang menjadikan perkembangan ISIS begitu mengkawatirkan. Adalah Pemahaman terhadap agama Islam. Tulisan ini fokus pada pembahasan tentang hal ini.

Al Quran Mengatur Segala Sesuatu

Sumber hukum utama ajaran Islam adalah Al Quran. Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6.236 ayat. Al Quran mencakup hukum untuk seluruh kehidupan manusia. Dari hal yang paling sederhana sampai paling rumit. Al Quran berlaku sejak mulai diturunkan sampai dengan hari kiamat. Menjadi sumber hukum bagi para jelata sampai raja.

Jangkauan Al Quran begitu luas. Wajar jika muslim awam tidak mempu memahami makna dan kandungan Al Quran secara utuh. Hanya orang dengan kelas ilmu tertentu yang mampu memaknai kandungan Al Quran secara keseluruhan, komprehensif, holistik.

Kemampuan seseorang memahami Al Quran dapat penulis analogikan dengan pengatahuan seseorang terhadap bumi. Seorang Jawa memahami bumi sebagai hamparan subur, sawah terbentang, sungai mengalir tanpa henti, matahari sangat panas di siang bolong. Sedangkan seorang Inggris menggambarkan bumi dengan hawa dingin, empat musim, miskin panas matahari.

Seorang turis yang biasa melancong ke berbagai negara tentu punya pandangan sendiri tentang bumi. Dia melihat keindahan bumi diberbagai belahan, melihat berbagai perbedaan budaya yang harmonis dan seterusnya.

Namun demikian, tidak banyak orang yang mampu memahami bumi dengan sebenarnya. Karena ada kutub utara dan selatan yang masih tersembunyi dan belum diketahui detailnya. Lautan luas yang belum dijelaskan kandungannya. Dan seterusnya.

Pandangan si Jawa tentang bumi tentu saja benar. Pandangan si Inggris juga benar. Sang turis juga benar dalam pandangannya. Ketiganya benar, tidak ada yang bisa disalahkan, karena ketiganya memang berada dan melihat bumi.

Seruan Jihad

Sebagaimana seruan untuk saling menyayangi, mengasihi dan bertoleransi, Al Quran juga menyebutkan kewajiban untuk berjihad di jalan Islam. Berjihad untuk tegaknya hukum islam. Berjihad untuk membrantas kebathilan dan menegakkan kebenaran serta keadilan.

Ajaran dasar yang sangat kondang dikhotbahkan para ulama kira-kira sebagai berikut: tegakkan kebenaran dengan hatimu, mulutmu atau dengan pedangmu. Menggunakan hati hanya pantas untuk kalangan yang lemah, sedangkan pedang adalah perjuangan terbaik.

Masih banyak ayat-ayat Al Quran yang menyerukan jihad. Demikian juga dengan sejarah Islam sendiri yang sarat dengan berbagai peperangan.

Sebagian kelompok muslim, terutama yang hidup di daerah miskin, pendidikan rendah, penuh konflik dan perang seperti dijelaskan di atas, cenderung pada ayat-ayat perjuangan dan jihad. Mereka menganggap bahwa jihad perang adalah sebaik-baik perjuangan, dan mati dalam jihad adalah sebaik-baik kematian seorang hamba di sisi Tuhan. Kematian dalam jihad akan mengantarkan mujahid langsung ke surga, tanpa hisab.

Ajaran jihad telah begitu membekas dalam hati mereka. Tidak ada kemuliaan di atas mati sahid. Mati sahid telah menjadi idaman dan harapan akhir kehidupan.

Pertanyaannya, apakah keyakinan jihad yang demikian termasuk ajaran salah atau sesat?

Penulis meyakini, tidak banyak ulama yang berani mengatakan salah, apalagi sesat. Karena keyakinan mereka tertulis eksplisit dan jelas dalam kitab Al Quran. Mereka juga bisa merujuk dan meneladani pada sejarah peperangan di awal sejarah islam.

Penulis menganalogikan, keyakinan mereka terhadap jihad serupa dengan keyakinan si Jawa tentang bumi yang subur, panas di siang bolong. Si Inggris pasti akan sulit meyakinkan si Jawa, bahwa bumi sangat dingin dan kurang sinar matahari.

Masing-masing akan bertahan dengan pendapatnya. Bahkan bisa jadi, pihak satu akan menganggap salah kepada pihak lain. Para pendukung kedamaian akan melabel mujahid sebagai ekstrimis, fundamentalis, bahkan teroris. Sementara para mujahid akan menuduh pecinta damai sebagai penakut, lemah, oportunis, bahkan pengkhianat.

Namun, ada juga sekelompok muslim yang setuju dengan langkah para mujahid, namun galau mengambil sikap. Pada satu sisi mereka menyetujui jihad, karena Al Quran menyebutkan dengan jelas keutamaan jihad. Mengingkari keutamaan jihad sama artinya mengingkari Al Quran. Pada sisi lain mereka tidak setuju dengan kekerasan dan intoleransi yang dipertontonkan para mujahid, karena Al Quran tidak hanya mengajarkan jihad, namun juga mengajarkan kasih sayang dan kedamaian.

Golongan ini memandang jihad adalah bagian kecil dari ajaran Islam, yang semestinya disikapi sesuai dengan konteks dan kondisinya. Pendekatan perang mungkin relevan pada jaman awal kebangkitan Islam, karena suasana politik dunia waktu itu diwarnai dengan perang dan perebutan kekuasaan. Pada jaman itu, masalah kecil dalam keluarga kerajaan dapat memicu perang. Perebutan kekuasaan juga hampir selalu ditempuh dengan perang.

Kondisi ini tentu saja berbeda, khususnya paska perang dunia kedua. Dunia mengarah pada demokrasi, penguatan sipil, dan perebutan ekonomi. Perang menjadi solusi terakhir yang tidak populer.

Oleh karenanya, pendekatan jihad perang mungkin kurang relevan. Jihad bisa dimaknai dengan kemampuan seseorang untuk mengangkat harkat dan martabat sesama muslim di lingkungannya. Menghapus kemiskinan dan kebodohan. Membawa komunitas muslim ke level yang lebih tinggi, sederajat atau bahkan lebih tinggi dari komunitas lainnya.

 

Kelompok Galau

Kelompok galau adalah kelompok yang sejatinya membenarkan jihad untuk menegakkan hukum islam, namun tidak setuju dengan cara yang ditempuh para mujahid ISIS dan yang serupa, karena mereka berpandangan pendekatan jihad perang sudah tidak relevan lagi saat ini.

Penulis meyakini, muslim dengan status galau jumlahnya sangat besar. Bisa jadi, kelompok inilah yang terbesar. Kelompok ini bisa jadi berbalik mendukung kelompok mujahid, jika faktor-faktor pendukungnya memadai.

Ancaman inilah yang tentu saja ditakuti oleh Barat dan sekutunya, juga oleh banyak pemerintah yang berpenduduk muslim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun