Yang jadi masalah adalah tidak pernah kuliah, entah dimanapun kelasnya, tiba-tiba diwisuda. Ini yang luar biasa. Seperti esoknya setelah saya diwisuda, saya mendapat telpon dari seorang teman. Oleh: Mochamad Yusuf* Ketika seorang teman tahu saya diwisuda S2 di sebuah hotel, dia mengkonfirmasi nama hotelnya. Dia tak yakin, apakah hotel yang dimaksud sama dengan hotel yang jadi tempat wisuda saya. “Ada apa?” tanya saya. “Seorang saudara mengundang saya ke hotel itu untuk mengikuti wisudanya. Cuma, saya heran. Kapan kuliahnya, kok tiba-tiba sudah diwisuda?” tanyanya. Hehehe. Ini pertanyaan yang hampir sama diajukan oleh teman saya, seorang komandan di sebuah Polres di Surabaya, saat memberikan sambutan di malam pelepasan wisudawan. Katanya, melihat banyaknya yang diwisuda malam itu, seharusnya kampus lebih ramai lagi daripada biasanya. Sebenarnya jawaban dari pertanyaan teman saya ini cukup mudah. Mereka tidak kuliah di kampus yang biasa kita datangi. Mereka kuliah di tempat daerahnya masing-masing, dan baru datang ke tempat asalnya kampus saat diwisuda. Sehingga yang kuliah di kampus memang tak sebanyak yang diwisuda. Saya tahu ada beberapa PTN yang menggunakan konsep seperti ini. Istilah umumnya kelas jarak jauh. Seperti sebuah tawaran klien saya, untuk kuliah sebagai adik kelasnya di sebuah gedung perkantoran di Surabaya. Ini kelas jarah jauhnya dari sebuah PTN tertua di Indonesia. Saya tak tahu, apakah kelas jarak jauh masih diperbolehkan saat ini atau tidak. Tapi saya tahu universitas besar luar negeri juga melakukan hal yang sama. Seperti kelas yang dibuka di Singapura oleh sebuah universitas Amerika Serikat yang Nurcholis Madjid pernah kuliah di sana. Namun wisudanya ada option untuk dilakukan di kota tempat aslinya perguruan tinggi tersebut. Itu mungkin tak masalah, hanya sekedar tempat. (Sekarang saya dengar malah dosennya bisa diundang ke suatu kantor, bila banyak mahasiwa yang berada di kantor tersebut. Entah benar atau tidak cerita ini). Yang jadi masalah adalah tidak pernah kuliah, entah dimanapun kelasnya, tiba-tiba diwisuda. Ini yang luar biasa. Seperti esoknya setelah saya diwisuda, saya mendapat telpon dari seorang teman. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat atas kelulusan saya di strata 2, dia mengatakan dapat kesempatan diwisuda bila dia mau membayar sejumlah uang. Tapi suaminya keberatan, karena dia tak pernah kuliah kok tiba-tiba dapat gelar. Entah, benar atau tidak cerita teman saya ini. Semoga ini hanya isapan jempol saja, dari teman yang menghibur diri bahwa dia juga bisa mendapat gelar S2 seperti saya kalau mau. Mungkin. Wallahu’alam. [TSA, 15/3/2012 malam] ~~~ Tulisan iseng ini hanya memperingati, ternyata saya bisa melewati juga keprihatinan babak II ini. Tujuan tulisan ini untuk memberi semangat anak-anak saya untuk selalu belajar. Semoga kelak Zidan dan Zelda membaca tulisan ini. Tulisan-tulisan tentang ini bisa anda ikuti di serial ‘Master of Facebook’. ~~~ *Mochamad Yusuf adalah magister komunikasi yang meneliti tentang Facebook. Karenanya dijuluki temannya sebagai Master of Facebook. Dia adalah online analyst, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H