Ujian Nasional (UN) yang bermasalah pada tingkat nasional, ternyata juga meninggalkan masalah pada skala lokal, siswanya. Beberapa waktu lalu, kita menyaksikan di media elektronik dan membaca di media cetak (online), terjadi beberapa perkelahian pelajar (tawuran) pasca UN. Sungguh miris, karena belum tentu LULUS-nya, sudah meluap-luap kegembiraannya. Pertanyaannya, apakah ini EFEK PSIKOLOGIS yang begitu DAHSYAT dari UN ? sehingga ketika UN selesai, maka para siswa pun berteriak MERDEKA....!!!. Jika kita cermati tentang Tawuran pasca UN ini, seakan menjadi trend bagi siswa di kota-kota besar khususnya, yang dimulai dengan corat-coret baju seragam sekolah, dilanjutkan dengan konvoi kendaraan atau berjalan bergerombol, lalu efek berikutnya adalah BENTROK (mungkin akibat ketersinggungan antar kelompok atau ingin menunjukkan jatidiri bahwa kelompoknya lah yang paling HEBAT). Lalu jika kita melihat rentetan kejadian tentang Tawuran Pelajar ini, memang amat memprihatinkan data-datanya. Saya akan kembali sajikan tulisan saya di Kompasiana terkait tawuran siswa, sbb: Ternyata perkelahian atau tawuran pelajar/mahasiswa, masih belum hilang sama sekali dari kehidupan masyarakat kita. Tawuran yang seringkali berakibat fatal dengan jatuhnya korban jiwa (baik cacat maupun tewas), juga rusaknya fasilitas sekolah/kampus/umum, ternyata belum mampu membuat oknum siswa/mahasiswa itu jera untuk menghentikannya. Tawuran pun tidak mengenal peringkat sekolah (SSN atau RSBI), level sekolah (SMP/SMA), Sekolah Negeri atau Swasta, Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta, semuanya terlibat dalam perkelahian massal kalangan terdidik. Sungguh mengerikan, jika menegok data tentang tawuran pelajar ini : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan jumlah korban tawuran yang meningkat dari tahun sebelumnya, yakni sedikitnya sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah Jabodetabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012. Sementara data dari Komnas Anak, menyebutkan bahwa jumlah tawuran pelajar mengalami kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan Juni, terjadi 139 kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan kematian. Sementara pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia. Apa yang salah ? kebijakan pendidikan kita kah ? rasanya konsep pendidikan kita sudah benar atau jika dikatakan sudah hampir sempurna. Jika kita membaca UUD 1945 (versi amandemen) disebutkan bahwa tujuan pendidikan kita pada Pasal 31, ayat 3 “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.” Lalu turunan dari UUD 1945 itu, yakni UU Sistem Pendidikan Nasional (UU No.20 Tahun 2003), Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Ya, begitu mulianya tujuan pendidikan kita ini, mungkin sangat mulia jika harus disejajarkan dengan tujuan pendidikan negara lain. Namun apa yang terjadi ? MIRIS yang kita rasakan, SEDIH dan MENANGIS jika kita saksikan aksi tarung yang tidak hanya terjadi antara “orang baik” dan “orang jahat” sebagaimana di film-film, namun terjadi antar pelajar dan mahasiswa kita, generasi muda bangsa ini. Rasanya belum pernah kita mendengar tawuran model ini terjadi di sekolah-sekolah atau pun perguruan tinggi di luar negeri. Justru yang kita dengar dari lembaga pendidikan luar negeri itu adalah prestasi mereka yang mendunia, penemuan riset mereka yang menghebohkan dan berbagai hasil studi yang mengagumkan. Sudah sepatutnya kita iri dengan mereka (sekolah dan perguruan tinggi) yang punya prestasi itu, iri dengan SDM yang dimilikinya, iri dengan semangat belajar mereka, dan iri yang model seperti inilah yang juga diajarkan oleh agama kita. Menurut saya, ada dua kata kunci keberhasilan pendidikan mereka, yakni memegang teguh nilai dasar kehidupan, diantaranya : KEJUJURAN dan KEDISPLINAN. Jujur dalam konsep pendidikan, menjadikan kita terus termotivasi untuk mengasah diri dengan banyak belajar, jujur dan berani berkompetisi, bersemangat dan senantiasa terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Disiplin adalah sebuah sikap yang mengajarkan kita untuk berprilaku taat terhadap aturan yang telah disepakati, aturan jam belajar di sekolah/kampus, aturan untuk berbuat baik dan tidak membuat onar, aturan untuk taat hukum, dan sebagainya. Rasanya jika kita menerapkan dua kata kunci tersebut, Insya Allah, kegiatan yang tidak berguna, meresahkan masyarakat bahkan mempermalukan bangsa sendiri, akan perlahan hilang sama sekali. Setiap pelajar/mahasiswa akan dituntut untuk punya prestasi dalam studinya, yang dengan prestasi itu dia bisa mendapatkan BEASISWA untuk studi lanjut. Tidak ada lagi waktu kosong untuk sekedar bersanta-santai, membuang waktu percuma, apalagi tawuran, semuanya berlomba untuk mengejar prestasi sekolah/kampus, semuanya berebut untuk mendapatkan BEASISWA. Kapan hal itu akan terwujud ? Insya Allah, perlahan namun pasti, keadaan itu akan terwujud di negeri yang kita cintai ini, dimulai dari diri kita sendiri dengan memberikan keteladanan kepada adik-adik/kakak kelas kita. Pelajar berprestasilah yang akan mengangkat negeri ini dari keterpurukan, bukan pelajar yang suka nongkrong/kongkow apalagi tawuran. Ya, karena negeri ini akan bangkit dan cemerlang menuju kejayaan dengan OTAK bukan dengan OTOT. Semoga adik-adik kita para pelajar sudah mulai menyadari kekeliruannya, jika prilaku ANARKIS dengan Tawuran tidak akan pernah MENGUNTUNGKAN pihak mana pun. Justru akan merugikan diri sendiri, orangtua/keluarga, sekolah, dan masyarakat pada umum nya. Nggak bakal ada yang bangga jika kalian menang tawuran, kami bangga jika kalian menang (berhasil) dalam UN kalian...! Salam Damai, Sukses UN tanpa Tawuran !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H