Nyadran adalah kebiasaan masyarakat kita di akhir bulan Sya’ban yang bermakna sebagai ritual untuk menghormati keluarga yang telah pulang ke alam barzakh.
Sebagaimana jamak kita tahu bahwaTapi kenyataannya, tidak semua orang bisa mudik untuk membersihkan makam keluarga, menabur bunga, merapalkan doa, dan meminta maaf kepada keluarga yang masih hidup di daerah asal. Terasa berat memang, apalagi jika kita sedang merasa kangen kepada keluarga yang sudah meninggal.
Sebagai salah satu solusi, berikut adalah petikan kisah yang dialami oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri. Beliau adalah seorang Tabi’in, sufi besar dari kota Bashrah, yang pernah menyusu dengan Sayyidah Ummu Salamah, istri Habibina Rasulillah Muhammad ﷺ
Pada suatu hari seorang ibu tua mendatangi Imam Al-Hasan Al-Bashri. Ia baru saja ditinggal mati oleh anak perempuannya. Kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri, ia menyampaikan rasa kerinduan yang begitu mendalam kepada putrinya dan masih betul-betul merasa kehilangan. Ia ingin mengetahui kondisi putrinya di alam barzakh dan berharap bisa berjumpa dengannya meskipun hanya dalam mimpi.
Imam Al-Hasan Al-Bashri memberi saran supaya sang ibu melakukan sholat sunnah sebanyak empat rakaat setelah sholat Isya, “Wahai ibu, bacalah Surat At-Takatsur setiap rakaat setelah Surat Al-Fatihah. Lalu berbaringlah sambil bershalawat kepada Nabi hingga tertidur.”
Sang ibu memahami dengan baik saran yang disampaikan oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri. Ia segera pulang dan melaksanakannya. Sesaat kemudian, terjadilah apa yang dikehendaki oleh sang ibu, yakni bisa berjumpa dengan putrinya yang telah meninggal. Namun dia begitu terkejut dan sangat sedih ketika mengetahui kondisi putrinya sedang terbelenggu dalam siksa kubur.
Setelah terbangun, dengan tergopoh-gopoh sang ibu kembali menemui Imam Al-Hasan Al-Bashri. Ia menceritakan kondisi putrinya di alam barzakh. Mendengar cerita sang ibu, Imam Al-Hasan Al-Bashri sempat gelisah dan bimbang. Setelah merenung beberapa saat, Imam Al-Hasan Al-Bashri menyarankan supaya sang ibu memberikan sedekah yang pahala amalnya dihadiahkan (diberikan) untuk putrinya (shodaqoh lil mayyit). Sang ibupun langsung pulang dan melaksanakan saran Imam Al-Hasan Al-Bashri. Benar saja, kondisi putri sang ibu seketika berubah di alam kubur. Tetapi kali ini, bukan sang ibu yang ditemui oleh putrinya dalam mimpi. Justru Imam Al-Hasan Al-Bashri sendiri yang bermimpi bertemu dengannya.
Singkat cerita, pada malam itu, Imam Al-Hasan al-Bashri bermimpi, seakan-akan ia berada di sebuah taman yang sangat indah (roudloh min riyadl al jinan) yang di dalamnya terdapat ranjang yang tinggi nan indah, berhiaskan pernak-pernik yang tak pernah terlihat di kehidupan dunia. Di atas ranjang itu terdapat seorang perempuan cantik dengan memakai hiasan intan permata dan mahkota yang terbuat dari cahaya.
Tiba-tiba perempuan cantik itu menyapa Imam Al-Hasan Al-Bashri, dengan bahasa yang sangat santun dan penuh hormat. “Apakah Tuan mengenal saya?”
“Tidak.” Jawab Imam Al-Hasan al-Bashri
“Aku adalah anak perempuan dari seorang ibu tua yang pernah mengunjungi Tuan.”