Dekat gerbang apartemen kami terdapat sebuah toko kecil. Toko ini mengerjakan aneka rupa perabot rumah tangga seperti lemari, rak hingga pintu kamar mandi. Semuanya berbahan dasar alumunium. Lebih tepat jika kami menyebutnya bengkel karena aneka meubel tersebut dibuat sendiri oleh pekerjanya.
Pekerjanya pun hanya dua; seorang pria berusia 40 tahun-an didampingi oleh anak kecil yang menjadi semacam asisten. Walau bengkel ini tidak terlalu besar, menurut pengamatan saya selama ini, dua pekerjanya tak pernah menganggur. Setiap kali saya lewat, ada saja yang mereka kerjakan.
Pria yang saya sebut pertama tadi, memangku jabatan rangkap sebagai pemilik bengkel sekaligus tukang. Setiap hari, lepas shalat Zhuhur lelaki berkacamata ini datang dengan mobil sedan tua warna putih miliknya. Penampilannya rapi jali. Biasanya memakai kemeja lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana. Rambutnya yang agak sedikit gondrong tersisir rapi ke arah belakang kepala. Licin dan berkilau. Lengkap dengan sepatu pantofel hitam yang ujungnya lancip, seperti milik aktor India Shakh Rukh Khan dalam film Rab Ne Bana De Jodi.
Kacamatanya pun trendi dengan lensa yang dapat berubah warna. Ketika berada di dalam ruangan warnanya bening seperti kacamata untuk membaca. Saat berada di luar ruangan warnanya berubah menjadi gelap. Teman-teman mahasiswa asal Malaysia banyak yang memakai kacamata model ini.
Yang membikin saya heran bukan kepalang, sejak membuka pintu bengkel sampai tutup jam 9 malam orang ini tetap necis. Dan seperti yang kita ketahui bersama bahwa “necis” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “berpakaian rapi dan bersih”. Sungguh aneh, padahal kerjanya bertukang membutuhkan banyak gerak fisik. Onderdil pertukangannya juga termasuk benda-benda keras seperti gergaji besi dan palu.
Berpenampilan necis memang tidak ada salahnya. Bahkan banyak keuntungan berpakaian rapi. Kata para pakar bisnis, penampilan yang baik juga menunjang karir dan pekerjaan. Selain itu makin menyokong kepercayaan diri dan mendukung pergaulan.
Namun tapi tidak selamanya kaidah ini berlaku. Sekitar seminggu yang lalu, salah satu teman Indonesia saya menjadi korban penipuan. Pelakunya sepasang pria dan wanita berumur sekitar 28 tahun-an. Penampilan mereka berdua sungguh meyakinkan dengan pakaian necis dilengkapi surat tugas yang tentunya palsu.
Modus operandinya dengan mengaku sebagai pegawai Kementerian Kesehatan Mesir, mereka memeriksa kamar mandi dan ruangan di dalam flat kediamannya. Lengkap dengan peralatan kebersihan dan catatan beraneka rupa. Mereka berdalih ditugasi untuk mengecek standar kebersihan rumah warga negara asing di Kairo. Sementara si pria sibuk dengan kontor kebersihannya, si wanita mengajak teman saya ini ngobrol. Sebelum pulang, mereka meminta teman saya ini membayar sejumlah uang.
“Sepertinya mereka menggunakan hipnotis. Buktinya ketika mereka menyodori kwitansi pembayaran dengan nominal beberapa ratus Pound, saya dengan sukarela mengeluarkan uang,” kata teman saya ini. Dia mengaku tidak terpikir untuk protes sedikitpun walau jumlah yang harus dibayar lumayan banyak. “Aneh, saya menurut begitu saya. Apalagi saya sendirian di rumah ketika itu,” ujarnya.
Don't Judge a Book by Its Cover. Jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Demikian bunyi salah satu idiom Inggris.
Jangan salah sangka. Dalam tulisan ini saya tidak mengkampanyekan untuk berpakaian belel seadanya. Paling tidak dalam berpakaian kita juga harus memperhatikan suasana dan keperluan. Kalau dalam keadaan santai, cukuplah dengan kaos dan celana jeans plus sandal jepit saja. Tapi kalau harus bertemu orang penting dalam forum yang agak resmi, seyogyanyalah berpenampilan lebih rapi dengan kemeja dan sepatu. Jangan lupa memercikkan sedikit minyak wangi.
Kawan, kalau berkunjung ke rumah saya tak usahlah berpakaian necis. Cukup berpenampilan apa adanya, it’s OK. Yang terpenting kau membawa ‘sesajen’ beberapa bungkus jajanan kripik kentang atau sekantung jeruk saja.
Saqr Qurays, 14 Mei 2011
Tulisan serupa juga terdapat di http://sambalacan.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H