“Poyeng itu pekerjaanku, tempatku belajar , hobiku, dan tempat aku menuangkan idealismeku” , kata Ajeng, sang owner yang ditemui Selasa (10/6).
Mungkin, kamu akan kesulitan menemukan Poyeng. Papan penunjuk yang kecil dan letaknya yang agak tersudut di tepi ramainya Jalan Palagan. Tapi, percayalah, berada di Poyeng membuatmu merasa pulang ke rumah sendiri. Keceriaan yang dibagikan para asisten turut membawa rona bahagia untuk pengunjungnya.
Poyeng adalah sebuah toko yang menjual aneka benang dan peralatan rajut. Ya, merajut, kerajinan tangan yang biasa dikerjakan dengan dua teknik, knitting dan crochet. Pernah dengar? Knitting adalah teknik merajut menggunakan dua atau lebih jarum (minimal empat jarum untuk membuat topi secara melingkar). Sedangkan crochet adalah teknik merajut yang hanya menggunakan satu jarum, lebih dikenal dengan sebutan hakpen. Tentunya, banyak aksesori lain yang dibutuhkan untuk merajut selain benang dan jarum. Sebagian di antaranya adalah kancing, meteran, stitch marker (penanda), cable needle, dll.
Secara umum, alat dan bahan yang digunakan untuk merajut tersedia di toko yang secara fisik baru buka pada medio 2010. Awalnya, Poyeng adalah sebuah toko online yang dikelola sendiri oleh Ajeng. Toko offline Poyeng lebih sering disebut dengan workshop, karena pengunjung dapat langsung berinteraksi, belajar bersama asisten, atau hanya sekadar datang untuk mengerjakan proyeknya. Poyeng online beralih dari cara pembelian via email dan telepon ke pembelian hanya melalui website poyenghobby.com pada tahun 2011. Selain menyediakan alat dan bahan merajut, Poyeng juga menerima pesanan rajutan tangan (handmade).
“Untuk bagian pemesanan rajutan tangan secara custom dan satuan, proses pemesanan dilakukan melalui e-mail sampai sekarang” , tambah Ajeng.
Nama Poyeng sebenarnya adalah nama panggilan Ajeng ketika kuliah. Ia ingin mencari brand untuk kreasinya dengan nama sendiri yang tidak terlalu kentara. “Seperti nama pena untuk penulis”, ujarnya. Terbukti, nama Poyeng yang singkat, ternyata mudah diingat orang.
Ajeng sudah menyukai mata pelajaran kerajinan tangan dari kecil. Ketika ia mulai membaca manga (komik Jepang) dan menemukan satu manga yang tokohnya merajut, ia merasa tertarik dan penasaran. Rasa penasaran ini baru terpuaskan ketika ia duduk di bangku kuliah, dari itu ia merasa ingin mempelajari tentang merajut lebih besar, terutama teknik knitting.
“Lebih baik mempelajari satu jenis craft (knitting) dengan sangat mendalam, daripada mencoba semua jenis craft tapi hanya sekedar bisa saja” , tambah perempuan yang sudah menerbitkan tiga buku tentang merajut ini.
Ajeng menuturkan, ada sedikit idealisme dirinya yang dituangkan dalam mengembangkan Poyeng. Ia ingin bekerja untuk diri sendiri, sekaligus membagi ilmunya pada orang lain. Ia ingin menyebarkan pemikiran “buat barangmu sendiri” pada anak muda, sekaligus memperlihatkan, kualitas barang handmade tidak kalah dengan buatan pabrik yang menggunakan mesin.
Belajar merajut dengan teknik knitting di Poyeng ternyata tidak dipungut biaya. Kamu tinggal datang, membeli benang dan jarum, lalu belajar bersama para asisten. Jika kamu sudah menguasai teknik dasar knitting tetapi kebingungan mengerjakan proyekmu, kamu juga bisa datang ke Poyeng untuk bertanya pada asisten yang ada.
Satu pepatah yang menjadi pegangan Ajeng, ilmu akan mati jika tidak diteruskan. Belajar knitting dari awal bisa dibilang hampir gratis, karena hanya membeli benang dan jarum. Setelah itu, bisa dikembangkan secara otodidak melalui internet.
“Aneh rasanya ketika ingin mengajarkan dasar-dasar knitting dengan meminta bayaran. Harapannya, orang yang sudah belajar knitting di Poyeng, bisa menyebarkan ilmunya ke orang lain secara gratis pula” , tutup Ajeng.
Kamu tertarik belajar merajut?
Silahkan datang ke Poyeng Knit Shop
Jl. Palagan 132 Sleman, Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H