Mohon tunggu...
Neo Djunayd
Neo Djunayd Mohon Tunggu... wiraswasta -

up to sampean

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pudarnya Kekhusyu'an

22 September 2012   14:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:54 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13483252861774977695

Masjid, musholla, surau, maupun Langgar pada masa dulu akan terbayang sebagai sebuah tempat penuh berkah. Sebuah tempat peribadatan dengan nilai keagungan, kesakralan dan religiusitas yang tinggi. Tempat yang sangat dihormati dan bahkan mungkin ada yang dikeramatkan dalam arti positif tentunya. Setiap yang hadir akan berusaha memberi penghormatan yang selayaknya. Seiring berkembangnya jaman yang semakin modern, berbagai kemajuan teknologi bermunculan. Dalam tulisan ini lebih memfokuskan pada teknologi komunikasi bernama ponsel ataupun handphone atau hape atau apapun namanya itu yang telah mencapai taraf kemajuan yang sangat super canggih. Dulu mungkin ponsel menjadi barang mahal karena hanya segelintir orang yang bias memilikinya. Namun sekarang, ponsel-ponsel murah sudah banyak bertebaran dengan kualitas yang bisa dibilang tidak sembarangan karena telah bisa memenuhi kebutuhan akan sarana komunikasi yang semakin beragam. Setiap orang bias memiliki ponsel, bahkan termasuk anak-anak. So, lantas apa hubungan masjid dengan ponsel pada tulisan ini? Seolah-olah tergerus perkembangan teknologi, masjid bukan lagi sebuah tujuan terbaik [semoga saja tidak]. Kekeramatan, kesakralan dan religiusitas masjid perlahan berkurang. Nyaris tidak ada lagi kehormatan dan kekhusyukan. Korelasinya? Karena ponsel yang kecil dan mudah dibawa kemana-mana dan bahkan ada sebutan popular tidak bisa hidup tanpa ponsel di tangan, banyak yang datang ke masjid membawa ponsel. Okelah bisa dimengerti kalau itu musafir, atau orang-orang dengan mobilitas yang tinggi. Bukan bermaksud sinis atau antipati, tidak. Bukan itu. Namun setidaknya dan semestinya ada sebuah penghormatan, sebuah kode etik tak tertulis yang harus tetap dipertahankan. Apa lagi sudah ada tanda peringatan untuk mematikan ponsel selama di masjid, utamanya ketika Shalat Jumat meskipun berlaku untuk semua ibadah di masjid. Anehnya meskipun sudah puluhan atau bahkan ratusan kali mendengarkan larangan tersebut tetap masih ada saja yang asyik bermain ponsel, bahkan hampir setiap minggunya ketika menjalankan solat jumat. Bayangkan saja seorang yang tinggal hanya lima langkah dari masjid tetap membawa ponsel ketika Shalat Jumat kemudian bermain-main ponsel klik-klak-klik-klak tanpa menghiraukan Khutbah. Entah itu BBM, skype, whatsapp, jejaring social, FB-an atau mungkin sekadar SMS, itu benar-benar tidak etis kalau tidak mau disebut melecehkan dan penistaan terhadap masjid dan ibadah itu sendiri. Imam ‘Ali Zain al Abidin s.a suatu ketika ingin mengerjakan Sholat Dhuhur di siang yang sangat terik pada musim kemarau terpanas. Beliau berwudhu dalam keadaan sekujur tubuh gemetar. Selepas berwudhu, seorang sahabat bertanya, “Wahai cucu Rosullulloh, adakah engkau sedang sakit?” “Tidak..”, jawab ‘Ali Zain al Abidin “Apakah engkau kedinginan sementara hari begitu panas?” “Tidak”, jawab beliau lagi “Lantas kenapa sekujur tubuh engkau gemetar ketika kuperhatikan engkau sewaktu berwudhu?” Jawabannya: "Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada siapa aku bermunajat". Begitulah sepenggal kisah sebagai cermin bagaimana kita seharusnya bersikap dalam beribadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun