Atau barangkalai, kita sedang bekerja dan berusaha dengan keras untuk menyaksikan anak dan istri kita mendapatkan kehidupan yang layak. Tapi sebelum itu kesampaian, mereka terlebih dahulu dipanggil oleh yang Maha Kuasa.Â
Membayangkan hal semacam itu, yang memang akan terjadi dan tidak kita ketahui secara pasti kapan saatnya, adalah sebuah perasaan duka, sedih, cemas dan sulit untuk digambarkan lebih jauh dengan kata - kata.Â
Kita bolehlah amit - amit dalam hati. Tapi kehidupan ini memang begitu sangat tidak pasti, tidak pasti sesuai dengan kemauan atau keinginan kita. Tidak ada yang menjamin semuanya berjalan sesuai rencana. Sesuatu yang tak bisa dihindari pasti akan terjadi.Â
Nah, lalu bagaimana kita menyikapi semua ini? Apa yang harus kita lakukan saat sebuah cara yang kita lakukan untuk bisa bahagia justru dihantam oleh sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan? Apakah kita salah? Tidak! Apakah kita harus mengubah caranya? Tidak juga. Sekali lagi ini bukan situasi gagal yang bisa dengan mudah kita perbaiki. Mempercepat proses? Keknya dunia dan alam semesta beserta seluruh isinya bukan milik kita, yang bisa dengan mudah kita kendalikan.
Disinilah Stoikisme hadir untuk mencoba menawarkan solusi .Â
Sebagaimana yang diketahui banyak orang, filosofi ini mengajarkan kita untuk menerima kenyataan bahwa ada hal-hal dalam hidup yang tak dapat kita kendalikan. Hal - hal yang pasti akan terjadi menimpa hidup kita, sekalipun kita berkeinginan untuk tidak mengalaminya.Â
Satu hal yang menarik bagi saya yang ditawarkan stoikisme adalah memento mori, yakni tentang bagaimana kita harus menyikapi kematian . Kenapa menarik? Ya, kembali lagi, bahwa kita cendrung menderita dan tidak bahagia bahkan hanya sekedar membayangkan seputar kematian, apalagi itu adalah kematian orang yang kita cintai. Ditambah lagi kita belum pernah mempersembahkan sesuatu yang spesial yang bisa membuat mereka merasa bahagia. Kita merasa cemas, sedih, khuatir dan jadi tidak fokus dalam hidup.
Stoikisme mengingatkan kita tentang kematian bukan untuk membuat kita sedih, cemas dan khuatir hingga akhirnya menderita. Tapi supaya dengan itu, kita jadi lebih menghargai kehidupan yang hanya sekali ini. Menikmati setiap momen bersama siapapun yang kita cintai.Â
Karena bagaimanpun, kita tentu tidak bisa mengatur hidup dan mati, takdir, atau kapan orang-orang yang kita cintai akan meninggalkan kita. Tetapi, kita memiliki kendali penuh atas bagaimana kita merespons kenyataan itu. Kita bisa mengambil sikap amor fati, yaitu mencintai takdir kita bahkan jika itu sesuatu yang negatif sekalipun.
Apapun yang terjadi diluar kita bahkan tubuh kita sendiri bukan sesuatu yang ada dibawah kendali kita, yang bisa kita kontrol hanya pikiran dan jiwa kita. Pikiran, perbuatan dan respon kita terhadap segala sesuatu akan menentukan apakah jiwa kita akan tenang dan bahagia.
Dengan menyadari bahwa kita akan mati, bahwa kematian itu pasti dan akan menimpa siapa saja termasuk orang yang kita cintai bahkan pada saat kita merasa belum membahagiakan mereka selama hidup kita, maka ini akan membuat kita menghargai dan mencintai kehidupan. Menikmati setiap momen dengan penuh kebahagian bersama mereka yang kita cintai. Sehingga ketika realitas yang tak bisa kita hindari akan datang pada saat yang tak kita duga, disana tidak ada sedikitpun penyesalan yang mengganggu ketenangan dan kebahagiaan jiwa kita.