Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta dan Keraguan Seorang Pria

10 November 2024   14:10 Diperbarui: 10 November 2024   14:11 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Source : Dokumen Pribadi

Seringkali, kita mendengar bahwa cinta itu harus diperjuangkan, harus ditunjukkan dengan usaha dan tindakan nyata. Namun, ada kalanya, diam bukan berarti tidak ada rasa. Diam bisa jadi cermin dari keraguan dan ketakutan yang dalam, yang tidak mudah untuk dibagikan. Mungkin inilah alasan mengapa banyak pria tidak terlihat berusaha lebih keras dalam mengejar wanita yang mereka cintai. Bukan karena mereka tidak cinta. Bukan karena mereka tidak serius. Namun, ada satu hal yang lebih sulit dari sekadar mengungkapkan perasaan: menanggung kekhawatiran akan kegagalan yang bisa menyakiti hati.

Cinta, dalam banyak hal, adalah tentang memberi. Tetapi, ada kalanya seorang pria merasa bahwa ia belum cukup untuk memberi. Bukan hanya dari segi materi, tapi lebih jauh dari itu—sebuah rasa takut bahwa pada akhirnya, ia tidak akan bisa membuatmu bahagia. Bagaimana jika di tengah kebersamaan nanti, muncul penyesalan di matamu karena telah memilihnya? Bagaimana jika kamu merasa bahwa hidup bersamanya adalah perjalanan yang penuh dengan kekurangan, yang membuat hatimu diam-diam terluka karena tidak pernah bisa sepenuhnya bahagia?

Mungkin itu yang ada di pikiran seorang pria yang sungguh mencintaimu, tetapi terbelenggu oleh ketakutan akan kegagalannya. Ketakutan bahwa meskipun ia berusaha sekuat tenaga, ia tetap tidak cukup untuk membahagiakanmu. Ketakutan bahwa meskipun ia bekerja keras, ekonomi dan keadaan tidak akan pernah cukup untuk memenuhi harapan yang mungkin tanpa sengaja kamu simpan dalam hati. Bagaimana jika suatu saat nanti, kamu melihat pria lain yang lebih kaya, lebih mapan, lebih sempurna, dan mulai meragukan keputusannya untuk memilihmu?

Ada begitu banyak rasa takut yang tak terucap di hati pria yang mencintaimu. Rasa takut jika kebahagiaan yang ia impikan bersama dirimu malah berakhir dengan kesedihanmu. Rasa takut jika kamu melihat kekurangannya yang tak bisa ia sembunyikan, meskipun ia berusaha sekuat hati. Ia ingin menjadi yang terbaik untukmu, namun ia sering merasa bahwa apa yang ia miliki—seperti dirinya yang sederhana—belum cukup untuk membuatmu merasa aman dan bahagia.

Namun, kadang-kadang, di balik ketakutan dan kebisuan itu, tersembunyi sebuah kesungguhan. Sebuah upaya tanpa kata, sebuah perjuangan tanpa terlihat. Ia mungkin tidak selalu berkata-kata, tidak selalu menunjukkan perhatian dengan cara yang kamu harapkan, tapi itu bukan berarti ia tidak berusaha. Ia hanya takut. Takut untuk menyakitimu. Takut jika akhirnya ia gagal.

Mungkin kita sering kali berharap agar pria yang kita cintai menunjukkan segalanya, berusaha lebih keras, berjuang lebih keras. Tetapi kadang, yang mereka butuhkan bukanlah untuk dilihat berusaha lebih banyak, melainkan untuk diterima dengan segala ketakutannya. Cinta itu bukan hanya tentang usaha yang tampak, tetapi juga tentang memahami dan menerima ketakutan yang terpendam.

Jangan biarkan rasa takut itu menjadi penghalang. Sebab, terkadang yang terpenting dalam sebuah hubungan bukanlah seberapa banyak usaha yang kita lakukan, tetapi seberapa besar kita siap untuk menerima satu sama lain—dengan segala ketakutan, kekurangan, dan ketidakpastian yang ada. Karena, pada akhirnya, cinta itu bukan tentang siapa yang lebih sempurna, tapi siapa yang bisa belajar untuk tetap berdiri bersama, meski dunia terasa tak selalu berpihak.

Dan bagi seorang pria yang mencintaimu, meskipun ia mungkin tidak selalu terlihat berusaha lebih keras, percayalah—dalam hatinya, ia sedang berjuang untuk menjadi lebih baik, untuk bisa memberikan yang terbaik bagi kebahagiaanmu.

Konten ini terinspirasi dari akun tiktok @ferdianxnr. So, big credit to him.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun