Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Filosofi Hidup dari Sepak Bola

25 September 2024   07:15 Diperbarui: 21 November 2024   21:59 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau ditanya tentang alasan kenapa menyukai dan  mencintai olahraga sepak bola, maka jawaban saya adalah karena selain mempertontonkan suatu permainan yang menarik dan menghibur, sepak bola juga menyimpan banyak filosofi hidup yang mungkin perlu untuk kita ketahui dan menjadikannya sebagai pedoman atau pelajaran dalam hidup. Apa sajakah itu? Berikut ini saya rangkuman dari berbagai sumber, setidaknya lima hal yang bisa kita jadikan pelajaran dari dunia sepak bola. Mari simak bersama!.

1. Kegagalan itu memang menyakitkan.

Ketika kita sudah berjuang semaksimal mungkin, mengeluarkan segala daya upaya yang bisa kita keluarkan, tapi kemudian kita gagal di tengah jalan, itu sangat menyakitkan. Tapi tetap akan ada waktu dimana kita akan mendapatkan apa yang menjadi impian kita. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti. Kalau kita memang pantas mendapatkannya, kita akan mendapatkannya. Lionel Mesi, salah satu pesepak bola  terhebat sepanjang masa itu, baru mendapatkan gelar piala dunia pada usia 35 tahun. Padahal The Goat sudah mengikuti turnamen tersebut beberapa kali namun gagal terus. Hingga pada FIFA World Cup 2022, dia sukses mendapatkannya.  Singkatnya,  Skill + Timing = sukses.  So, jangan menyerah.

2. Orang lain lebih gampang mengingat kesalahan daripada keberhasilan yang pernah diraih.

Orang - orang cendrung lebih gampang mengingat kesalahan daripada keberhasilan. Saat salah seorang pemain mencetak gol penentu kemenangan untuk timnya, saat itu namanya akan melambung tinggi dan dia akan di elu - elukan oleh fans. Tapi suatu ketika, dia melakukan blunder. Kesalahan itulah yang akan dikenang orang bahkan dipakai untuk mengejek- ejeknya. Sebagai contoh, kalau ditanya apa momen yang paling dikenang saat final ucl 2017 / 2018? Jawaban kebanyakan mungkin adalah blunder yang dilakukan Lorris Karius, penjaga gawang Liverpool saat itu. 

Tak terkecuali juga dalam kehidupan kita sehari - hari, kesalahan kita kerap kali dipakai sebagai triger untuk kita diingat oleh sesorang.

3. Sampai kapanpun, pembenci akan tetap membenci.

Mau sehebat apapun kita, sebanyak apa prestasi yang kita raih, orang yang membenci akan tetap membenci. Mereka selalu berusaha untuk  mencari alasan untuk tidak menerima itu. "Oh, karena ia beginilah, begitulah , didukung ini, itu",  dsb. Disni, kita sebaiknya tidak perlu menghiraukan mereka yang membenci, karena selamanya mereka akan tetap membenci.

4. Sesorang hanya dianggap berharga ketika ia sudah tidak ada.

Rafael struick dan Mees Hilgers menghebohkan negeri Belanda pada saat mereka akhirnya memilih untuk bergabung bersama timnas Indonesia. Bagaimana tidak, keduanya masih sangat muda dan memiliki skill yang luar biasa. Namun demikian, KNVB yang merupakan organisasi yang menaungi sepak bola Belanda tak kunjung memanggil mereka untuk membela timnas yang dijuluki De Oranje itu. Hingga ketika akhirnya mereka memilih bergabung dengan timnas Indonesia, barulah tokoh-tokoh penting dalam sepak bola negeri kincir angin Itu angkat bicara. Dan kebanyakan dari mereka menyatakan penyesalan terhadap keputusan para pemain muda mereka yang memilih membela timnas Indonesia.
Sebut saja seperti Ronald Komen yang menyesali kepergian Struick, atau belakangan Roben Van Persie yang dikabarkan kecewa dengan keputusan Mees Hilgers yang memilih bergabung dengan timnas Indonesia. Menurut mereka, jika sedikit bersabar, para talenta muda ini bisa saja memiliki masa depan yang cerah bersama sepak bola Belanda.

Terkadang sesorang yang hadir dalam hidup kita dianggap berarti hanya ketika ia sudah tiada. Entah pergi ke suatu tempat atau meninggal dunia. Ketika ada tak dinilai, saat sudah pergi baru ditangisi. Ya, Anda boleh menganggap ini adalah bagian curhat dari artikel saya kali ini, tapi memang demikianlah, sepak bola mengajarkan begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun