Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Harian Lepas

* Seorang Kuli yang Mencoba Beropini. * Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya. * Blog : www.yokonikopinion.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sepak Bola, Cinta dan Kesetiaan

21 April 2024   00:33 Diperbarui: 21 April 2024   22:51 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya lupa dimana saya mendapatkan tentang pernyataan ini, bahwa ; cinta itu  harusnya tumbuh tanpa alasan, sebab ketika apa yang menjadi alasan itu hilang dari orang atau objek yang kita cintai, sudah barang tentu cinta itu juga akan perlahan hilang dan memudar. Demikian juga halnya dengan kecintaan kami dengan sebuah klub sepak bola seperti Barelona.

Kami mencintai Barcelona juga sama, tanpa alasan mendasar yang bersifat teknis. Bukan karena prestasi mereka, bukan karena keberadaan bintang-bintang dengan 15 digit nilai transfer. Sebab jika  itu semua  adalah  alasannya maka, sudah pasti kami sudah "bercerai". Sebab  sekarang, disana sudah tidak ada para bintang sebagaimana yang kita saksikan  pada era kepelatihan Pep Guardiol seperti Lionel Mesi, A. Iniesta, Xavi Hernandes,  David Puyol dan pemain bintang lain yang pada masa itu sangat sulit bagi musuh untuk menghentikan mereka. Dan seiring kepergian mereka, menurunya prestasi, serta kesulitan yang dihadapi tim saat ini, seharusnya hilang dan memudar juga kecintaan kami terhadap tim. Namun untungnya, tidaklah demikian. Sebab sekali lagi, kami berdiri sebagai fans bukan karena disana ada siapa, berapa trofi tiap musim, seberapa sering juara, bagaimana keadaan ekonomi club, serta berbagai hal teknis yang tentu saja selalu pasang surut.

Secara khusus kami mencintai Barcelona  karena di sana kami menemukan keindahan sepak bola, lewat filosofi permainan klub ini. Dan  menurut kami ini  bukan hanya  sekedar  tim, sebagaimana motonya sendiri ( mes que un club), tetapi juga sebuah sumber inspirasi. Mereka telah mengajarkan kami tentang kesetiaan, semangat, dan keindahan dalam sepak bola.

Meski saat ini mereka mungkin tidak sehebat dulu, kami tetap setia. Kecintaan kami kepada Barcelona bukanlah terikat pada kesuksesan atau kejayaan semata, tetapi pada nilai-nilai yang mereka miliki. Dan itulah yang membuat cinta kami kepada klub ini tetap abadi, bahkan di tengah badai dan krisis yang melanda.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Johan Cruyff bahwa sepak bola itu sederhana, tapi memainkan sepak bola yang sederhana itu sangat sulit. 

Tidak semua tim atau orang bisa memainkannya dengan indah dalam cara yang sederhana. Namun kami pernah menemukan kesederhanaan dan keindahan itu dalam diri Barcelona. Filosofi  yang ditanamkan Johan Cruif  kepada Barcelona ini, kemudian lebih dikenal dengan gaya tiki taka dalam era kepelatihan Pep Guardiola. Bisa dibilang pada masa itulah Anda bisa benar - benar menyaksikan sepak bola yang indah, atraktif nan menghibur. Yah, kami bisa meyakinkakan itu.

Saat ini, Barca mungkin sudah tidak sejaya dulu ketika diperkuat oleh talenta talenta emas seperti Puyol, Iniesta, Lionel Mesi, Xavi Hernanders dkk. Namun bukan berarti cinta kami para culers - sebutan untuk fans Barca, memudar. Disaat club sedang dilanda deperesi, manajemen yang buruk serta minim prestasi, disaat itulah haters muncul dengan seribu bahasa bernada ejekan, sekaligus dengan misi membuat kami sakit hati serta goyah untuk tidak mencintai Barca lagi.

Namun bagaimanapun badai masalah itu, culers tetaplah culers. Kami tidak akan jadi fans musiman, yang mengapresiasi ketika tim menang namun membenci saat sedang deprsi. Seperti namanya, mes que  un club yang berarti lebih dari sekedar club, kami para culers juga lebih dari sekedar fans.

Perihal kami  yang dianggap mendukung siapa di liga perempat final  UCL nanti, sepertinya itu urusan kami secara pribadi. Perlu kami jelaskan bahawa ini terkait masalah psikologi, dan setiap orang pasti memilikinya.  Coba saja Anda bayangkan. Anda memiliki orang tercinta, lalu diperlakukan tidak fair oleh orang jahat. Fatalnya, disaat yang sama Anda dalam keaadan terjepit, dipenuhi beban dan masalah. Bukankah harapan terbaik Anda adalah kehadiran penjahat lain untuk membalaskan dendam Anda terhadap orang yang melukai hati Anda? Ya, tentu saja ini bukan misi mereka - membalaskan dendam Anda, tapi setidaknya saat itu, perasaan Anda dipenuhi gejolak kepuasan.

Begitulah yang kami rasakan ketika babak 8 besar kemarin Barcelona  kami keok dan akhirnya tersingkir oleh kepentingan "kapitalis" yang membungkusnya secara dramatis. Sebagaimana serapah yang sering dilontarkan kepada club kami, bahwa memang kami dalam masa - masa sulit, terutama dalam laga kemarin kontra PSG itu. Dan wajar jika kami menitipkan dendam dengan mendukung lawan dari siapa yang sudah melukai kami yang bahkan merusak jati diri sepak bola itu sendiri. Dibilang karbitan? Ah itu terlalu berlebihan, sebab memang begitulah menurut kami yang dialami dan dirasakan fans pada masa tertentu.

O iya, buat para haters dan fans rival fanatik,  coba kurangi arogansi, cacian dan hinaannya. Ingat, club kalian belum tentu menjadi besar jika musuh bebuyutnya adalah bukan Barcelona. Begitu juga sebaliknya. Dan memang begitulah seharusnya kita, terkadang keberadaan dan kehadiran musuh justru  cukup berpengaruh  dalam keagungan dan nama besar yang kita raih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun